Enam Belas

193K 17K 350
                                    

Tribun penonton lapangan futsal SMA Mandiri mulai disesaki oleh para supporter. Sudah empat tahun berturut-turut SMA Mandiri menjadi tuan rumah di pertandingan High Cup-pertandingan futsal paling bergengsi, antar SMA swasta.

Fasilitasnya yang paling memadai, adalah faktor utama, mengapa SMA ini menjadi salah satu tuan rumah abadi di berbagai pertandingan. Memang masih jauh dengan ukuran stadion, namun sangat memadai untuk ukuran futsal anak SMA. Kalau yang Cessa dengar, lapangan futsal SMA Mandiri, bahkan belum sebanding dengan lapangan basket indoornya.

Sudah hampir setengah jam Cessa dan Chika duduk di tribun penonton barisan paling depan.Tadinya, mereka ditawari untuk ikut duduk di kursi pemain, yang terletak di dalam lapangan berjaring, tapi langsung dilarang keras oleh Elang, demi alasan keselamatan.

Cessa sama Chika sih bersyukur tidak duduk di kursi itu, mereka mending cari aman deh, dari pada kegebok bola.Tidak lama, Elang muncul disamping Cessa, tersenyum lebar.

"Ngapain lo disini? Bukannya disana deh!" ujar Cessa ketus, masih kesal karena subuh-subuh tadi, Elang sudah menggedor-gedor pintu rumahnya, menjemput Cessa untuk ikut nonton pertandingan, padahal pertandingan saja baru dimulai pukul sepuluh.

Elang menangkup wajah Cessa diantara kedua tangannya, memaksa cewek itu untuk menghadap kewajahnya.Cessa meneguk ludah, saat menyadari apa yang tegah Elang lakukan.

Saat ini wajah mereka hanya terhalang udara bebas, dan mata Elang sudah menatapnya dengan intens, tepat di manik mata. Mata hitam jernih itu berkilat-kilat penuh semangat, namun tidak dapat menyembunyikan sedikit kegugupan yang berada didalamnya.

Cessa menggigit bibir bawahnya, ketika melihat alis Elang yang terpaut, diikuti senyuman yang menciptakan lubang di kedua pipi cowok itu.

"Doain gue ya Cess? Kali ini aja? Oke?" tanpa sadar Cessa mengangguk.

"Makasih ya Princessa." Elang mengacak-acak rambut Cessa, sambil tersenyum, senyum Elang begitu lebar hingga mata cowok itu mengecil, semakin memperjelas ketegasan alis dan garis-garis hitam yang membentuk mata Elang.

Deg.

Cessa merasa sesuatu bergemuruh dalam dadanya, kupu-kupu berterbangan disisinya, dan seakan seluruh kesadarannya tersedot kedalam mata hitam yang tersenyum dihadapannya.

"Astaga Elang!Apa ini bagian dari strategi lo?" tanya Cessa dalam hati. Setelah mengacak-acak rambut Cessa, Elang berlari menuju pinggir lapangan, dimana teman-temannya berada. Tidak lama, opening ceremonypun dimulai.

Kedua tim memasuki lapangan dengan membentuk dua barisan, lalu saling bersalaman, dan terakhir menyapa para penonton.Ketika barisan tersebut menghadap tempat Cessa duduk, Cessa melihat Elang mengedipkan sebelah mata kearahnya, membuat Cessa mendengus.

Tapi tak pelak, gemuruh itu hadir lagi. Cessa memegangi dadanya.

Ini ada apasih? Jangan-jangan dia punya penyakit jantung kayak Chika.

"Eh itu yang nomer 10 anak Taruna ganteng banget." Cessa menoleh ketika mendengar nomor punggung Elang di sebut.

"Itu kaptennya, lo sih gak pernah mau gue ajak nonton. Tapi yang nomor 4 juga ganteng tau." Cessa melirik Edo yang sedang mengambil posisi.

"Manisan kipernya menurut gue, kayaknya dia cool deh." Cessa mendengus geli. Bimo cool? Nggak tau aja senajis apa kelakuan itu cowok.

"Ah lo pada sih, gak ikut nonton semi, Kapten SMA Persada gak kalah ganteng anjir." Cewek-cewek itu masih membahas cowok-cowok cakep yang berada ditengah lapangan, tapi Cessa sudah tidak perduli, matanya sekarang terfokus pada pertandingan yang baru saja dimulai.

Are You? Really?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang