Dua Puluh

198K 15.9K 214
                                    

Libur semester telah tiba, tapi Cessa menolak seluruh ajakan berlibur. Semenjak suara Reno terputar diruang keluarga, mimpi buruk itu kembali hadir. Cessa tidak menceritakannya pada siapapun, namun Kai, Chika dan Elang, sudah mencium gelagat tidak beres dari gadis itu.

Bahkan Bimo dan Edo, juga teman sekelas Cessa juga mulai curiga, karena sejak hari itu, Cessa mendadak pendiam dan sering melamun. Jangan tanya, kenapa Edo dan Bimo tau keadaan Cessa. Walaupun mereka sudah hengkang dari sekret, tapi hampir setiap hari Elang menyeret mereka untuk nyamperin Cessa, sekedar untuk menggoda cewek itu, biar Cessa kesal.

Cessa, belum bisa bersandar pada Elang sepenuhnya. Itu yang Elang sadari, sejak kejadian cd Reno tempo hari. Elang semakin sadar, betapa kokoh tembok pertahanan Cessa. Betapa Cessa terlalu sulit untuk ditembus.

Kai juga sudah kembali ke Jakarta. Siang ini, Chika, Elang dan Kai memaksa Cessa untuk ikut pergi berlibur, tapi Cessa kembali menolak.

"Kalian kenapa sih? Lebay!" Cessa mendengus kesal.

"Cess dengerin dulu," Kai berusaha membujuk Cessa, namun gadis itu malah bangkit dari kursinya, berderap menuju kamar lalu membanting pintu, sehingga menimbulkan bunyi bedebam.

"Kayaknya susah deh Lang," mendengar kalimat Kai, ketiganya menghela napas panjang.

"Yaudah ah kak Elang, kalo Cessa nggak jadi ikut, gue juga nggak ikut ya," Chika kembali bersuara, membuat Elang menoleh sekilas.

Besok Elang, Edo, Bimo dan Chika berencana pergi ke kawah putih, niatnya untuk mengajak Cessa melepas penat. Tapi, apa boleh buat, Cessa sepertinya tidak punya niat untuk dihibur.

"Yaudah Chik, gue juga kayaknya nggak jadi deh," Chika hanya mengangguk-angguk.

"Jangan pada galau gitu dong, Cessa nggak papa kok, paling cuma ada pikiran aja," Kai mulai merasa, bahwa Elang terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan Cessa.

Bukannya Kai tidak khawatir, tapi Cessakan sudah besar, lagi pula Kai sangat mengenal adiknya, cuma karena Cessa sering melamun, dan tampak gelisah setiap tidur, bukan berarti Cessa berada dalam bahaya.

Yang Kai tidak tau adalah, penyebab melamunnya Cessa adalah Reno.

Elang mengetuk-ngetukan jarinya diatas meja, menimbang-nimbang, apakah Kai perlu tau, penyebab linglungnya Cessa.

"Hmmm sebenernya, kayaknya gue tau kenapa Cessa begitu," mendengar suara Elang, Chika dan Kai menoleh kepadanya.

Elang bangkit, lalu melangkah menuju rak, membuat Kai mengernyitkan dahinya. Namun, pertanyaan Kai, terjawab setelah Elang memasukan CD kedalam cd player yang terletak di sudut ruangan.

Suara Reno yang bernyanyi tidak lama terdengar, membuat Kai dan Chika mematung. Apalagi ketika mendengar kalimat demi kalimat yang Reno ucapkan. Setelah CD itu berhenti berputar, punggung Kai dan Chika melemas.

"Pantes aja," gumam Chika nyaris tidak terdengar. Ingatan Chika berlari ke tiga tahun silam, ketika Reno meninggal.

Dipemakaman Reno, Cessa tak ubah sebuah mayat berjalan. Cessa menyalahkan dirinya sendiri atas meninggalnya Reno. Apalagi, ketika adiknya Reno menyebut Cessa sebagai pembunuh. Padahal, kecelakaan itu bukan salah Cessa.

***

Setelah mendengar penuturan Elang tentang CD tadi, Kai jadi ikut khawatir dengan keadaan Cessa. Jadi, begitu Elang dan Chika pamit pulang, Kai mengetuk pintu kamar Cessa.

Tok.. Tok..

Setelah tiga kali ketukan, dan tetap tidak ada jawaban, Kai masuk ke kamar Cessa. Cessa sendiri sedang meringkuk diatas kasurnya, dengan headset ditelinga gadis itu. Posisi Cessa, persis janin dalam kandungan.

Are You? Really?Where stories live. Discover now