Dua Puluh Enam

160K 14.1K 713
                                    

Dita duduk di kursinya, tepat satu meja di belakang Cessa. Sengaja ia duduk disana, untuk memastikan, bahwa Cessa berada dalam jarak pandangnya, bahwa Cessa akan merasa terganggu dan gelisah atas kehadirannya.

Dugaannya tepat, Cessa tampak gelisah, begitu pula dengan Chika.

Namun, ia tidak ingin memulainya dengan Cessa, ia akan memulai rencananya melalui gadis lain, gadis yang memiliki kuasa penuh di SMA ini. Hanya demi memastikan, bahwa tawarannya terhadap Angel nanti akan sebanding dengan mulusnya rencana yang telah lama ia susun.

Setelah bel istirahat berbunyi, dengan gerakan cepat Dita langsung bangkit dari kursinya, menuju gedung kelas dua belas. Seperginya Dita, Chika langsung mengamit lengan Cessa menuju perpustakaan, tempat paling sepi dan sunyi di sekolah ini.

"Cess, dia... adeknya kak Reno, 'kan?" Chika tau pertanyaannya adalah pertanyaan retoris, karena mematungnya Cessa sejak kedatangan Dita, sudah cukup untuk menjawab pertanyaan barusan.

Cessa tersadar dari lamunannya, perlahan ditariknya napas dalam-dalam, berusaha mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak mungkin. "Iya."

Mendengar jawaban Cessa, bahu Chika melemas. "Dia nggak ada niat jelek kan ya Cess?" Chika tidak ingin berpikiran buruk terhadap seseorang, namun ia benar-benar berharap, pindahnya Dita ke sekolah ini tanpa maksud tertentu.

Cessa tersenyum mendengar pertanyaan Chika, lalu terkekeh.

"Lo kebanyakan nonton sinetron ya Chika? Niat jelek apa coba? Udah ah, yuk ke kantin, gue laper." Cessa mengamit lengan Chika, mengajaknya pergi ke kantin.

Sejujurnya, Cessa tidak yakin alasan Dita muncul di hadapannya pagi ini, namun buket bunga dan pesan tadi, adalah bukti bahwa Dita bukan kembali tanpa maksud, hanya saja, Cessa tidak ingin membuat Chika khawatir.

Ketika mereka sampai di kantin, Elang dan Edo telah duduk di meja paling pojok-meja yang biasa Cessa dan Chika duduki- di depan dua cowok itu telah terdapat empat mangkuk bakso.

Elang menegakan punggungnya ketika menangkap mata Cessa, Cessa mengangguk sebagai jawaban. Namun, sebelum beranjak ke meja itu, Cessa membalik tubuh Chika terlebih dahulu, memaksa Chika untuk berjanji.

"Apapun yang terjadi, jangan pernah kasih tau kak Elang tentang Dita dan Reno, oke?"

***

Di toilet perempuan, Angel berdiri menatap gadis di hadapannya dengan mata nyalang. Setengah karena tidak percaya, setengah karena menahan geram. Tadi ketika hendak ke kantin, sebuah tangan tiba-tiba menahannya dan Angel hampir saja jatuh terjerembab saat mengenali siapa yang berdiri di sampingnya.

"Tiga tahun nggak ketemu, wilayah kekuasaan lo udah semakin luas ya?" gumam Dita, membuat Angel mengatupkan rahangnya.

"Lo kenapa ada disini?" Dita pun akhirnya mendekati Angel, memutuskan untuk berhenti berbasa-basi.

"Kesepakatan," ujar Dita langsung.

"Gue nggak berminat."

"Elang bayarannya, gue tau lo masih frustrasi jatuh cinta sama dia, tapi nggak bisa apa-apa karena ada Cessa."

"BRENGSEK LO YA?!" Angel mengangkat tangannya, hendak menampar Dita, namun gerakan gadis itu lebih gesit, ditahannya tangan Angel.

"Lo udah tau gue nggak selemah dulu, 'kan?" Angel tidak menjawab, matanya menatap Dita dengan kilat-kilat kemarahan.

"Sementara waktu, gue akan ngerebut Elang dari Cessa. Gue tau yang lo butuhkan bukan memiliki Elang, tapi menghancurkan siapapun yang ada di samping Elang." Angel berdesis mendengar kalimat Dita.

Are You? Really?Where stories live. Discover now