1

226K 6.7K 180
                                    

P

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

P

agi-pagi Mira sudah berkutat dengan rutinitasnya di dapur yaitu memasak buat sarapan keluarganya.

Selesai memasak Mira memanggil seluruh keluarganya untuk segera sarapan bersama.

"Wah masakan anak ayah harum sekali dan wanginya sampai ke ruang tamu" kata ayah dengan senyumnya.

"Ayah bisa aja" kata ku dengan senyumku.

"Wah kebetulan Azam lapar juga ni kak, ayo kita makan" kata adik bungsuku tiba-tiba menghampiri meja dengan riangnya.

Kami Makan dengan nikmat dan tak lupa pula sambil di iringi canda dan tawa seperti biasa di pagi hari.

"O ia nak minggu depan abang kalian si Ardan akan pulang ke Indonesia dan dia sudah menyelesaikan studynya di Jepang" kata ayahku mengabari kepulangan abangku.

"Benarkah yah, berarti nanti kalau bang Ardan pulang pasti di beli oleh-oleh dong dari Jepang" kataku dengan berbinar-binar.

"Yee si kakak tahunya oleh-oleh mulu seharusnya kita mendoakan abang kita biar cepat sampai dengan selamat ke Indonesia" kata adikku dengan sok bijaknya itu.

"Tanpa perlu kau bilang pun kakak tahu dek" jawabku dengan ketus.

"Sudah-sudah kalian ini kok malah jadi adu mulut" kata ayahku dengan menggelengkan kepalanya lihat kelakuan kami berdua.

Ya beginilah kami setiap sarapan di pagi hari ada saja adu mulut dengan adik bungsuku. Adikku ini masih kelas Satu SMA dan dia bersekolah di SMA Negeri. Kalau ayahku seorang guru PNS di SMA Negeri 48, sedangkan aku hanya seorang guru honor di Sekolah dasar Negeri. Kalau abang ku dia dapat beasiswa melanjutkan studynya untuk menyelesaikan Masternya di Jepang. Saat ini dia mengambil jurusan bisnis manajemen. Karena abangku katanya pengen kerja di kantoran.
Kalau ibuku beliau sudah meninggal lima tahun yang lalu di karenakan kanker payudara dan dokter bilang penyakit ibu sudah stadium akhir. Bayangkan saja waktu itu aku masih kelas dua SMA dan adikku masih kecil masih berumur sepuluh tahun dan kami semua terpukul dengan kepergian ibu, ayah sampai menangis di tinggalkan wanita yang di cintainya. Ibu sempat berpesan padaku kalau aku harus bisa menggantikan peran ibu sebelum aku berkeluarga nanti. Makanya sampai sekarang aku melakukan semua pekerjaan rumahku meskipun adik dan ayahku ikut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tapi hanya yang ringan-ringan saja. Meskipun kami kehilangan seorang ibu kami tidak patah semangat.

Berbeda dengan abangku meski dia kuliah mengambil jurusan masternya dia juga bekerja di perusahaan asing di Jepang sana. Abangku tiap bulan selalu mengirim sebagian uang hasil dari kerjanya, meskipun ayah melarangnya karena ayah tidak mau abangku nantinya kekurangan di Negeri Sakura itu. Tapi abangku tetap ngotot mengirimnya, bahkan dia bilang mata uang yen kalau di pecahkan ke rupiah bakal banyak. Itulah selalu di ucapkannya. Kami semua mau bilang apalagi. Ku akui abangku memang pria yang baik.

Future Husband From JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang