Chapter [1]

67.3K 3.6K 211
                                    

The Vines - Winning Days

Seorang perempuan berlari menuruni tangga secepat mungkin, sambil menyisir rambut dengan jemarinya. Perempuan itu cengengesan saat menghampiri Ibunya yang sedang duduk di ruang makan.

Ia dapat mendengar dengan jelas omelan Diva, Ibunya—yang memarahinya karena sudah terlambat luar biasa. Tanpa basa-basi lagi, perempuan itu mencium pipi Ibunya dan langsung berlari masuk ke dalam mobil.

Dinyalakannya mobil Honda Jazz miliknya dan kakinya langsung menancapkan gas di mobilnya—tanpa memanaskannya terlebih dahulu.

Pagi ini Chessa Thivia, atau yang biasa dipanggil Via, memasuki hari pertama nya di kampus. Yang berarti perempuan itu harus menjalani masa OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) selama 3 hari.

Masa OSPEK terkadang menjadi masa yang paling mengerikan bagi para mahasiswa baru. Karena, di masa-masa ini lah mereka akan dikerjai oleh senior-senior mereka. Jangan sampai membuat kesalahan, kalau tidak mau dikerjai habis-habisan oleh senior.

Dan kejadian ini terjadi kepada Via. Sekarang sudah pukul 5.45 sedangkan ia harus berkumpul di lapangan kampus pukul 6.00. Tidak mungkin hanya dalam waktu 15 menit perempuan itu sampai ke kampus, di mana waktu tempuh normal dari rumahnya ke kampus kurang lebih sekitar 30 - 45 menit.

"Aduh mampus gue, mampus gue!"

Via hanya bisa menggerutu sambil menyetir mobilnya. Perempuan itu melajukan mobilnya sekencang mungkin, dan berdoa dalam hati semoga tidak terjadi apa – apa selama perjalanan.

Perjalanan menuju kampus berhasil ditempuh selama 30 menit. Mengingat perempuan itu berangkat cukup pagi, sehingga jalanan masih lancar.

Setelah memarkirkan mobilnya, Via langsung berlari dari parkiran menuju lapangan Fakultas Ekonomi, sambil mengikat rambutnya.

Hari itu Via menggunakan kemeja putih polos lengan panjang, rok hitam selutut, sandal jepit berwana merah di kanan dan hijau di kiri, tas karung goni, serta name tag yang ia kalungkan di leher bertuliskan 'Chessa Thiva, Akuntansi'.

Ya, semua itu merupakan atribut yang diwajibkan untuk dipakai pada saat OSPEK oleh seniornya.

"WAH ADA JAGOAN NIH."

Langkah Via terhenti saat mendengar bentakan itu. Jantungnya langsung berdegup kencang. Perempuan itu benar-benar pasrah, apabila setelah ini ia dimarahin dan dikerjai habis-habisan oleh kakak kelasnya.

Seorang senior laki-laki yang berdiri di depan lapangan sambil memegang pengeras suara toa—langsung berteriak kepada Via saat melihat perempuan itu berlari masuk ke lapangan.

"SINI LO!" teriak senior itu.

Via menuruti perintah seniornya. Perempuan itu berjalan sambil menunduk menuju lapangan, dan menghentikan langkahnya saat berada tepat di hadapan orang yang membentaknya tadi.

"Jam berapa sekarang?" tanya senior itu.

Via tetap menunduk, samasekali tidak berani melihat wajah seniornya. "Maaf Kak..."

Laki-laki itu memutar bola matanya malas.

"Yang gue tanya sekarang jam berapa," katanya. "Malah minta maaf."

Suara senior itu terkesan pelan, namun berhasil membuat perempuan di hadapannya membeku. Dirinya merasa seakan ia sudah menciut mendengar perkataan seniornya.

Semua mata masih tertuju pada Via. Masih dengan kepala yang tertunduk, perempuan itu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh seniornya tadi.

"Maaf Kak," kata Via pelan. Ia melirik jam tangan kecil yang melingkar di tangannya. "Jam 6.15 Kak."

Laki-laki itu memperhatikan perempuan di hadapannya yang sedang menunduk. Sekilas diliriknya name tag yang menggantunh di leher Via.

"Terus?" tanya senior itu.

Via tetap menunduk. Jemarinya bergerak menggenggam rok yang ia gunakan dengan erat, berusaha menyalurkan rasa takut dan malu yang dirasakannya saati ini.

"Saya terlambat," jawab Via pelan. "Maaf Kak."

Tangan Via sedikit bergetar karena merasa diperhatikan oleh seniornya dari atas sampai bawah. Rasa malu yang luar biasa masih menggeluti perempuan itu. Ia bahkan masih belum sanggup untuk melihat wajah seniornya.

Setelah sekian menit suasana lapangan menjadi hening, senior laki-laki itu  memegang pundak Via.

Via yang sedikit kaget dengan sentuhan seniornya, entah kenapa mulai dapat mengendalikan rasa takutnya—dan memberanikan diri untuk melihat wajah laki-laki di hadapannya. Senior itu tertawa kecil, membuat Via sedikit bingung.

"Ya udah, lo anak akun kan?" tanya senior itu. "Duduk sana di barisan akun."

Via cukup kaget dengan perubahan sikap seniornya. Perempuan itu masih diam di tempat dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Senior yang tadinya galak dan dingin, berubah menjadi ramah dalam sekejap.

"Itu barisannya." Senior laki-laki itu menunjuk ke arah barisan untuk para mahasiswa akuntansi.

"Maaf ya, gue ngebentak lo," lanjut laki-laki itu. "Ini biar jadi pelajaran buat lo supaya besok-besok lo ga telat lagi."

Mendengar perkataan seniornya, Via mengangguk, dan tersenyum sopan.

"Iya Kak, sekali lagi saya minta maaf karena sudah terlambat. Terimakasih kak!"

Laki-laki itu mengangguk, membiarkan Via berbalik arah dan berjalan menuju barisannya.

"Oh iya," panggil senior tadi.

Mendengar perkataan seniornya, Via menghentikan langkahnya.

"Karena lo telat, lo tetap harus dihukum ya," lanjutnya.

Via melihat ke belakang untuk berhadapan kembali dengan seniornya. Dan untuk pertama kalinya, mata perempuan tertuju pada wajah senior yang tadi memarahinya.

"Lo harus buat surat permintaan maaf dan minta tanda tangan semua panitia OSPEK yang ada disini. Serahin ke gue jam 6 sore nanti," jelas senior itu. "Ngerti?"

Via mengangguk. Perempuan itu tersenyum sopan kepada seniornya, sambil menunduk dan mengucapkan permisi untuk berjalan ke barisannya.

"Ayo kita lanjut lagi acaranya!"

Seisi lapangan yang tadinya sibuk menonton kejadian barusan, langsung tersadar setelah mendengar teriakan senior mereka.

"Sekedar ngasih tahu aja, di kampus ini OSPEK nya ga parah kok. Lebih ke pengenalan kampus aja," kata senior itu. "Cuma buat orang yang salah, tetap harus dihukum ya."

Via berjalan masuk ke dalam barisan mahasiswa akuntansi dan memperhatikan sekelilingnya. Ia tersenyum dengan teman-teman barunya, sampai matanya tertuju pada seseorang di sampingnya yang tersenyum padanya.

"Gila ya lo, hari pertama udah telat aja!" Perempuan yang berdiri di sebelah Via itu tertawa. Ia mengulurkan tangannya sambil tersenyum, dan memperkenalkan dirinya.

"Kenalin, gue Adel."

Via tertawa mendengar perktaan perempuan yang bernama Adel itu. Sekilas, matanya melihat pada name tag yang menggantung di lehernya yang bertuliskan 'Adella Myesha, Akuntansi'.

Via membalas uluran tangan Adel, dan memperkenalkan dirinya kepada perempuan itu—sebelum para senior mulai memanggil nama mereka satu persatu untuk membentuk kelompok OSPEK.

Saat sedang mencari teman-teman sekelompoknya, untuk pertama kalinya Via memperhatikan senior yang memarahinya tadi.

Tubuhnya tinggi, rambut berwarna hitam kecoklatan, badannya proposional. Setelah dilihat-lihat lagi, senior itu cukup ganteng. Dan senyumannya tadi sangat tulus, pikir Via. Perempuan itu hanya terlalu takut untuk memperhatikan wajahnya di depan lapangan tadi.

Dan pada saat itu juga, Via melihat name tag yang menempel pada jaket almamater senior itu.

Reon.

T R A P P E DWhere stories live. Discover now