Chapter [20]

15.4K 1.4K 161
                                    

A Rocket to The Moon - Ever Enough

Tiga hari setelah pengakuan Gadhra dan Via, semuanya berjalan seperti biasa. Siang itu, keduanya sedang berada di dalam kelas seni. Via, Gadhra, Tahira, dan Enda sedang duduk di salah satu meja berbentuk bundar yang berada di dalam kelas seni. Mereka berbincang sambil menunggu bel istirahat berbunyi.

Merasa bosan, Tahira mengajak Via untuk melihat-lihat hasil karya teman-teman sekelasnya, namun Via yang sedang malas untuk jalan-jalan memutuskan untuk tetap duduk.

"Yuk, gue juga bosen," kata Enda setelah Tahira mengajak laki-laki itu untuk berkeliling.

Gadhra sedang memainkan plastisin yang merupakan bahan untuk pelajaran seni hari ini. Bola mata Gadhra berputar memperhatikan sekelilingnya. Beberapa siswa yang masih sibuk dengan plastisinnya membuat Gadhra memperhatikan mereka satu per satu.

Niat bener bikinnya, batin Gadhra.

Laki-laki itu mengalihkan pandangannya dan memperhatikan rumah-rumahan karyanya yang dibentuk dengan plastisin.

"Apaan nih," kata Via yang duduk di sebelah Gadhra sambil menunjuk karya Gadhra. "Anak TK juga bisa bikin ini mah."

Gadhra melirik Via. "Lah itu punya lo lebih ga jelas lagi, bikin balok-balok panjang gitu doang juga gue bisa."

"Enak aja balok-balok!" Via memegang sebuah papan yang digunakan sebagai alas untuk hasil karyanya.

"Ini tuh gue bikin kota. Ada gedung-gedung, ada mobilnya juga nih." Via menunjuk karyanya. "Lah elo, cuma bikin kubus sama atap doang."

"Bacot lo ah." Gadhra menarik kunciran rambut Via yang membuat rambut perempuan itu menjadi tergerai.

"Dhra elah!" Via memukul bahu Gadhra. "Rambut gue lagi lepek nih!"

Gadhra tertawa. Laki-laki itu mengembalikan kunciran rambut milik Via, tubuhnya bergerak mendekati perempuan itu dan membisikkan sesuatu kepadanya.

"Gue tetep sayang kok," katanya pelan.

Suara Gadhra yang tepat di sebelah telinga Via membuat gadis itu salah tingkah. Gadhra tertawa kecil saat mendapati Via sedang menahan senyumnya. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, mulai merasa bosan.

Dari tempat Gadhra saat ini, ia kembali melakukan aktivitas yang paling ia senangi. Laki-laki itu memperhatikan Via yang sedang mengikat rambutnya. Gadhra tersenyum kecil, sebelum bergerak membenamkan seluruh wajahnya pada tangannya yang terlipat di atas meja.

Merasa bosan, Gadhra mengambil plastisin sisa yang ada di atas meja, dan mulai memainkannya. Tangannya bergerak membentuk cincin pada plastisin itu, dan memasukkannya ke dalam salah satu jarinya.

Ia membentuk sebuah bola yang sangat kecil untuk diletakkan di atas cincin plastisinnya sebagai ornamen, dan menaburkan glitter yang berada di atas meja seni yang tadi ia gunakan untuk menghias rumah-rumahan plastisinnya.

Anjay. Pikirnya saat ia melihat hasil karyanya.

Tiba-tiba Gadhra berdiri dari kursinya, membuat Via yang sedang memainkan ponselnya melihat ke arah laki-laki di sebelahnya

"Woy diem-diem," kata Gadhra sambil berdiri. "Gue ada pengumuman."

Perkataan Gadhra membuat seisi kelas melihat ke arahnya. Termasuk Bang Roni, seorang guru yang masih muda dan memiliki gaya khas anak seni. Bang Roni tidak pernah mau dipanggil 'Pak' karena memang masih sangat muda, dan orangnya juga sangat santai. Maka dari itu, semua siswa senang dengan pelajaran Bang Roni.

"Bersamaan dengan cincin ini," kata Gadhra. "Saya akan melamar gadis yang duduk di samping saya."

Kata-kata Gadhra membuat kedua mata Via melotot, terkejut dengan apa yang barusan diucapkan oleh temannya.

T R A P P E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang