Chapter [36]

13.4K 1.2K 116
                                    

Peterpan - Semua Tentang Kita

"Kenapa?"

Satu kata itu yang mampu diucapkan oleh Via setelah otaknya berusaha mencerna kalimat yang baru diucapkan oleh Reon.

"Kenapa Yon?"

Yang ditanya tidak mengeluarkan suara sama sekali. Alih-alih menatap Via, pandangan kosong Reon melihat ke arah selimut di depannya. Entah kenapa, dia tidak mampu melihat wajah perempuan yang duduk di atas kasur itu.

"Reon jawab!"

Bentakan Via membuat Reon memberanikan diri melihat perempuan itu. Masih tetap bungkam, Reon membenarkan posisi duduknya.

Reon menelan ludahnya sendiri, saat ini yang benar-benar dia inginkan adalah menghilang dari bumi, atau berada di suatu tempat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun. Bahkan untuk menjelaskan ke Via saja, dia tidak bisa.

Perlahan Reon berdiri dari tempatnya duduk, mengelus kepala Via yang terlihat gelisah dan masih menatapnya, sebelum dia memegang bagian belakang kepala Via, memejamkan matanya, dan mencium pelipis perempuan itu dalam, dan cukup lama.

"Hope this is the best for you," bisik Reon pelan.

Setelah itu, Reon bersiap untuk berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar Via yang masih berusaha mencerna semua ini. Otaknya benar-benar sedang tidak dapat diajak bekerjasama untuk mencari tau kesalahannya yang membuat Reon menyudahi hubungan mereka begitu saja.

"Reon kalo kamu keluar dari sini aku bener-bener ga mau ngomong sama kamu lagi."

Sesungguhnya, tujuan Via mengucapkan kalimat itu adalah supaya Reon menghentikan langkahnya dan kembali duduk di hadapannya. Empat detik kemudian perempuan itu menyadari bahwa itu adalah cara terbodoh yang pernah ada.

Karena yang sekarang dia dapatkan adalah Reon tetap berjalan keluar dari kamar, tanpa melihat ke arah perempuan yang kini sudah terisak di tempatnya. Bukan karena Reon tidak peduli, melainkan karena laki-laki itu tidak menyangka akan sesakit ini rasanya.

****

Sudah satu jam Reon mengendarai mobilnya tanpa arah tujuan. Dadanya berkecamuk dan dia dapat merasakan kepalanya yang terasa sangat berat. Ia merasa menyesal telah meninggalkan Via sendiri di kamarnya. Namun satu hal yang pasti, laki-laki itu tidak menyesal dengan apa yang baru saja dilakukannya.

Alasannya bukan karena sakit hatinya soal ciuman Gadhra dan Via tempo hari, lagipula niat awal Reon datang ke rumah perempuan itu bukan untuk mengutarakan kata putus.

Reon membelokkan mobilnya menuju rest area Cibubur. Entah bagaimana caranya laki-laki itu sudah mengendarai mobilnya sampai ke daerah sini. Ia memarkirkan mobilnya sejenak, sebelum ia menurunkan sandaran kursi mobilnya, mencoba untuk beristirahat sebentar sambil menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

Sambil tiduran, Reon memijat-mijat kepalanya yang terasa berat. Bayangan wajah Via yang terlihat sangat kaget tadi kembali berputar di pikirannya.

Berulang kali tiap kalimat yang diucapkan oleh Gadhra berputar di dalam otaknya. Seakan dia merasa kalau dirinya hanyalah penghalang untuk Via dan Gadhra yang notabene-nya tidak akan pernah terpisahkan, sebesar apapun masalah mereka.

Atau saat ini dia hanya merasa insecure dengan kehadiran Gadhra? Orangtua Via begitu percaya kepadanya sampai-sampai dengan gampangnya mereka menyuruh laki-laki itu untuk masuk ke kamar Via, sementara selama ini dirinya hanya bisa menjenguk Via di ruang keluarga-sesuai dengan peraturan rumahnya: laki-laki tidak boleh masuk kamar.

T R A P P E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang