Chapter [34]

12.7K 1.3K 127
                                    

Jesse & Joy - Echoes of Love

----⛔----

Gadhra: I'm sorry, Thivia.
Read 03:24 AM

Entah sudah berapa kali Gadhra membuka kolom chat yang dikirimnya. Menunggu, menunggu, menunggu, namun tidak ada balasan sama sekali hingga saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Seharian Gadhra tidak mampu memejamkan matanya. Laki-laki itu melirik sebentar ke arah Enda yang tidur di sebelahnya, sebelum tangannya bergerak memegang kepalanya yang terasa berat.

Perlahan Gadhra bangun dari tempatnya, dan sempat meringis sebentar dengan luka di wajahnya. Ia berjalan menuju kamar mandi apartemen Enda, membasuh mukanya menggunakan air yang keluar dari keran wastafel.

Gadhra menghela nafasnya, berusaha untuk berpikir jernih setelah kebodohan yang sudah dibuatnya untuk yang kedua kalinya.

Rentetan kejadian kemarin terus berputar di otaknya. Sumpah, saat ini Gadhra berharap dirinya tidak pernah lahir di dunia ini. Atau minimal, dia tidak pernah pindah ke depan rumah Via dulu.

Entah sejak kapan Gadhra memiliki rasa sedalam ini dengan Via, yang jelas, sejak kecil laki-laki itu selalu mengikuti Via kemanapun dia pergi.

Via yang tidak pernah sekalipun protes dengan Gadhra yang selalu mengikutinya kemanapun, membuat rasa ingin memiliki Gadhra menjadi lebih besar, sampai pada akhirnya dia pernah benar-benar memiliki perempuan itu.

Hilangnya Via selama beberapa tahun membuat Gadhra mencoba untuk mengobati hatinya, dan dia sempat berhasil hingga laki-laki itu bertemu lagi dengan perempuan yang selalu mampu mengisi hatinya itu.

Saat itu Gadhra harus berjuang keras untuk tidak kembali merasakan perasaan itu kepada Via. Namun gagal, rasa ingin memiliki itu tetap tumbuh kembali, hingga saat ini dia tidak dapat berpikir jernih lagi dan melakukan kebodohan besar yang menyakiti perempuan itu, untuk kedua kalinya.

Tangan Gadhra bergerak mengambil kotak obat yang berada di dalam kamar mandi Enda, perlahan ia mengobati luka di wajahnya yang sebenarnya sudah kering. Kedua bola matanya melihat wajahnya melalui cermin, dia memang pantas mendapatkan luka-luka itu. Bahkan kalaupun dia akan mendapatkan lebih dari ini, dia harus siap.

Gadhra terlonjak kaget saat melihat Enda berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Masih dengan muka bantalnya, Enda masuk ke dalam kamar mandi dan mendorong Gadhra untuk keluar. Mau pipis katanya.

"Ya elah," kata Gadhra. "Sama gue aja masih malu-malu."

Selang lima menit kemudian Enda sudah keluar dari kamar mandi dalam keadaan lebih segar setelah mencuci muka, dan berjalan menghampiri Gadhra yang sudah melahap sereal miliknya di atas meja.

"Gimana?" tanya Enda setelah dia duduk di depan Gadhra.

"Gimana apanya?"

"Ya lo setelah ini mau gimana?"

Gadhra menghelas nafasnya. Berulang kali ia memainkan sereal di hadapannya menggunakan sendok yang di pegangnya.

"Via mau maafin gue ga ya?"

"Ya enggak lah."

"Makasih loh," jawab Gadhra singkat. "Sangat memotivasi."

Enda tertawa. Tangannya bergerak mengambil kotak sereal di hadapannya dan menuangkannya ke atas mangkok, bersamaan dengan susu full cream yang baru saja diambilnya dari kulkas.

"Ya gue sih ngomong faktanya aja," kata Enda. "Tapi kan lo tau Via itu.. Apa ya, dia tuh satu-satunya orang yang bisa berpikir jernih di saat kita semua lagi emosi."

T R A P P E DOnde histórias criam vida. Descubra agora