18. Kematian Nina?

11.8K 532 12
                                    

Aku berlari dengan cepat menuruni tangga, dan aku melihat Nina berada diatas tubuh Wisnu memegang pisay dapur. Matanya merah menyala terlihat begitu marah. Wisnu berusaha menahan tubuh dan tangan Nina agar pisau itu tidak menikam jantungnya

"Nina!!" seruku. Aku menarik tubuh Nina namun entah mendapat tenaga dari mana Nina menepis tanganku dengan pundaknya yang malah membuatku terjatuh

"Nina berhenti sayang" tante Aira berusaha mendekatinya namun Nina berbalik dan menatap tajam tante Aira

"Dia adalah ayah dari anakku, dan dia.. Dia telah membunuh anaknya sendiri!!!" teriak Nina keras

"Nina please! Letakkan dulu senjatamu, kita bicara baik - baik" aku berusaha membujuk Nina

"Hei wanita gila!! Turun dari atas tubuhku! Sialan kau bitch!!" maki Wisnu. Seperti api yang mendapat siraman minyak, amarah Nina seolah semakin berkobar

"Sialaaann... Aaaaaahhhh" Nina hendak menghujami tubuh Wisnu namun dengan cepat aku menghalaunya.

"Lepasiin aku brengsek!!! Lepas!! Akan kubunuh pria itu!!" teriak Nina. Aku menarik tangan Nina dan dengan keras aku memukulnya membuat pisau dapur itu terjatuh ke lantai. Aku memeluk Nina erar berusaha menenangkannya. Sementara Wisnu mencoba untuk bangkit

"Andoo lepas!!! Aku harus membunuhnya!!!!" teriak Nina. Tante Aira berjalan cepat kearah kami dan dengan sigap segera menyuntikkan obat penenang di lengan Nina. Perlahan kesadaran Nina mulai hilang dan dia tertidur di dalam pelukanku.

"Apa yang sudah kau lakukan hingga Nina seperti ini??" tanyaku menatap tajam Wisnu. Dan pria brengasek itu hanya tertawa sinis

"Hanya berkata sederhana" aku rasanya ingin mencekik dan membuangnya ke neraka tingkat 18.

"Jahanaamm!!!!" teriakku

"Aku akan segera kembali, dan membawa Nina pulang bersamaku!!" senyum meremehkan terlihat dari raut wajahnya

"Kau tidak akan bisa membawanya!!"

"Dia masih istri sahku Bapak Ando" Wisu merapikan pakaiannya lalu dengan santai meninggalkan rumah Tante Aira. Rasanya aku sangat menyesal mencegah Nina membunuh keparat sinting itu!! Harusnya aku biarkan saja.

"Ndo jangan pikirkan dia, bawa Nina sekarang ke kamar. Kita harus fokus dengan kesehatan Nina" aku mengangguk dan membawa Nina kekamarnya.

"Hahh..." aku menghela napas melihat wajah polos Nina terbaring tak berdaya. Semua ini karena dendam keluarga sinting itu. Tak bisa di maafkan. Mereka telah membuat Nina hancur sedemikian parah.

"Andoo.." panggil tante Aira aku menoleh dan mendapat sekelebat ide dari kepalaku. Mungkin ini adalah jalan yang baik dan menguntungkan bagi kami.

***

Beberapa hari kemudian

"Wisnu..." panggil Ambar dari kamarnya. Wisnu sedikit berlari menuju Ambar

"Ada apa sayang??"

"Aku mendengar kabar dari Zaskia"

"Zaskia? Sepupu kamu itu?" Ambar mengangguk

"Dia bilang Nina gantung diri"

"Gantung diri?????" Wisnu nampak kaget dan tak percaya akan berita yang di dengarnya. Tubuhnya sedikit kehilangan keseimbangan namun dengan cepat Ambar memapahnya untuk duduk di sofa single kamar mereka

"Kamu kenapa Wis? Keliatan bingung gitu? Pembunuh anak kita sudah mampus! Dan ini patut di rayakan"

Wisnu menggeleng tak percaya "Gak mungkin Nina meninggal, gak mungkin..." Wisnu semakin tak percaya membuat wajah ceria Ambar berubah menjadi kesal

"Kamu itu segitu paniknta denger jalang satu itu mati? Aku mah seneng aja. Apa karena kamu mencintai Nina huh?" Wisnu mencekal kedua bahu Ambar menatapnya tajam

"Jaga bicaramu! Aku tak mencintai Nina. Hanya saja..."

"Hanya apa??"

"Jika perempuan itu mati, lalu bagaimana cara kita membalaskan dendam??" Wisnu mengalihkan tatapannya. Ambar memutar bola matanya

"Aku sudah bahagia dengan wanita itu mati karena depresi, dan aku tak peduli bagaimana cara dia mati. Satu - satunya yang ku pedulikan adalah masa depan kita selanjutnya" Ambar melepas cekalan tangan Wisnu dari bahunya lalu berjalan meninggalkan Wisnu yang masih terdiam.

Ada sesuatu yang mengusik pikiran dan hatinya. Sesuatu yang tidak bisa dijabarkan dengan kata - kata. Sesuatu yang membuat dirinya merasa gelisah. Kematian Nina??

Wisnu setengah berlari menyambar jaket, dompet dan kunci mobilnya. Tujuannya hanyalah rumah Nina. Memastikan kabar yang diberitahukan oleh Ambar dan Zaskia benar adanya. Wisnu tak bisa mempercayai sepenuhnya jika tak melihat langsung Jenazah Nina. Ini bukanlah akhir yang baik bagi perjalanan dendamnya.

Kediaman Nina

Banyak orang berpakaian serba hitam berlalu lalang di rumah besar dan mewah milik keluarga Nina. Isak tangis mengharu biru bagai nyanyian memilukan memenuhi ruangan rumah ini. Tidak ada senyum dan tawa lagi dalam rumah besar ini. Semua berkumpul terduduk dengan khusuk membacakan doa - doa pengantar kepergian Nina

Wisnu melebarkan matanya menatap seluruh penjuru rumah Nina. Bendera kuning masih berkibar dengan bangga di pintu gerbang rumah ini. Kepalanya menggeleng hatinya pun berteriak tak terima "Nina belum meninggal" lirihnya pelan

Langkah kaki gemetar Wisnu berjalan memasuki rumah Nina. Banyak oranh yang tak dikenalnya memandangnya dengan sorot mata tak suka dan penuh kebencian. Dalam hati, dia memang ingin membalaskan dendam kepada Nina. Ingin membuat Nina menderita tapi belum memiliki keinginan membunuhnya. Bagaimana bisa, objek pelampiasan dendamnya harus pergi dengan begitu mudahnya?

Wisnu menatap sebuah peti mati berwarna Silfer dengan di dalamnta terlihat Jenazah yang tertutupi kain berwarna keemasan. Sebelah peti mati itu terduduk dengan air mata beruari wanita paruh baya yang dikenalnya. Aira. Aira menangis dalam dekapan Ando yang tak kalah menyiratkan duka mendalam menatap jenazah di depannya. Wisnu hendak melangkah mendekat namun sebuah tangan menarik lengannya menjauh dari tempat itu

"Mau apa lo ke sini?" tanyanya

"Zaskia? Aku ingin melihat Nina" ujar Wisnu pelan

Zaskia menggeleng kuat "Lebih baik lo kembali kerumah lo, berpesta dengan istri dan ibu lo atas meninggalnya istri pertama lo!!" ujar Zaskia sinis. Wisnu menggeleng

"Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum melihat jenazahnya"

Zaskia tersenyum kecut "Melihat Jenazahnya? Lalu lo akan menertawakannya? Merasa diri lo telah menang?? Lalu menambah kesedihan dirumah ini?"

"Zaskia! Aku hanya memastikan..."

"Apa yang ingin lo pastikan lagi?? Ini kan yang lo mau?? Melihat Nina terbujur kaku? Ini kan maunya Kanjeng Larasati??"

"Tapi.."

"Wisnu! Dendam lo telah terbalaskan! Jadi tolong jangan lo usik keluarga Nina lagi! Sudah cukup segala penderitaan yang lo buat. Membuat Nina kehilangan anaknya yang juga anak lo, menghancurkan hati dan hidup Nina membuatnya depresi. Dan sekarang dia sudah pergi dengan tenang. Sudah puaskah lo dan Nyokap lo?"

"Kia aku gak bermaksud..."

"Cukup Wisnu! Sebaiknya lo pergi dari sini. Bahagiakan hidupmu dengan kepergian Nina. Berpestalah sepanjang malam!!" Zaskia mendorong tubug Wisnu keluar dari halaman rumah Nina dan menutup gerbangnya. Wisnu hanya bisa memandangi rumah besar itu dengan pandangan mata nanar. "Bagaimana bisa Nina??"

Tbc

DEPRESI (END) 21+Where stories live. Discover now