33. Keadilan

11.7K 483 18
                                    

Aku tersentak dari lamunanku, sesaat ponsel dalam kantong celanaku bergetar

Nina call

Nina menelpon? Tapi baru 5 menit aku meninggalkannya. Ini mirip sesuatu yang baru saja aku lamunkan. Seperti dejavu dan aku tidak mau itu terjadi. Beruntung aku masih di seputaran kompleks rumah Wisnu dengan cepat aku memutarkan mobilku saat panggilan aku angkat, Nina tak menjawab hanya terdengar kata - kata Wisnu yang menyebutkan bahwa dia adalah 'malaikat maut' Nina.

Aku menggeleng cepat dan melaju mobilku lebih cepat lagi. Setiba di halaman rumah Nina aku dengan cepat berlari menuju pintu depan. Seperti dalam lamunanku, aku sedikit susah membuka pintu depan saat aku mendengar tawa keras Wisnu. Ku dobrak pintu itu kencang hingga terbuka lebar.

Aku terpaku menatap Wisnu menodongkan sebuah pistol kearah jantung Nina, sedangkan Nina hanya diam menatap lurus kearah Wisnu. Wisnu hendak menarik pelatuknya

Door!!!

dan dalam waktu sepersekian detik aku menarik tubuh Nina tepat saat peluru itu di keluarkan dan meleset tak mengenai sasaran. Nina selamat. Nina ada dalam dekapanku. Tidak seperti lamunan mengerikan yang baru saja aku alami

"Shiit!!" aku mendengar umpatan keras dari mulut Wisnu. Aku menatap tajam Wisnu

"Bagus, sekalian aku membunuh sepasang kekasih menjijikan ini" ujar Wisnu

"Tembak saja dia!!" perintah Larasati

Sebelum Wisnu menarik pelatuknya, aku yang tidak ingin mati konyol dengan cepat menendang kaki Wisnu membuatnya sedikit goyah dan kembali tembakan itu meleset. Aku bangkit dan berbekal ilmu bela diri yang aku punya aku menendang tangan Wisnu membuat pistol itu terjatuh dari tangannya.

Bayangkan saja ini film action! Aku dengan sigap melayangkan pukulan keras pada perut Wisnu hingga dia jatuh tersungkur. Larasati mendelik kearahku dan dia meraih pistol itu. Menodongkan pistol kearahku

"Jika putraku tak berhasil membunuh kalian berdua, maka aku yang akan membunuh kalian!!" teriak Larasati kencang. Larasati menarik pelatuknya dan mungkin saat ini aku akan mati konyol. Ku pejamkan mataku,lebih baik aku ikut mati daripada aku harus hidup dan kehilangan Nina seperti dalan lamunan sesaatku

Door!!

Suara tembakan terdengar namun aku tak merasakan apa - apa, saat aku membuka kedua mataku aku melihat Nina dan Larasti terjatuh. Sementara pistol itu sudah tidak lagi berada dalam genggaman tangan Larasati. Aku melirik Nina dan dia dalam keadaan baik - baik saja.

"Nina!!" aku mengangkat tubuhnya lalu menendang pistol itu menjauh dari Larasati.

"Ayo kita pergi" ujarku memapah Nina hendak keluar rumah

"Wisnuuuuuuu.....!!!!!!!" aku mendengar jeritan histeris Larasati saat aku dan Nina tiba di mobil. Aku menaikan tubuh mungil Nina kedalam mobil dan setengah berlari aku melihat keadaan Larasati juga Wisnu. Biar bagaimanapun, aku masih memiliki rasa kemanusiaan.

Aku menatap Wisnu yang terbaring tak sadarkan diri, sepertinya peluru meleset tadi mengenai Wisnu. Membuatnya berlumuran darah

"An.. Andoo tolong .. Tolong Wisnu.. Tolong putraku" pinta lirih Larasati.

"Mungkin, kamu bukan menjadi malaikat maut untuk Nina, tapi menjadi malaikat maut untuk putramu sendiri!!" jawabku lalu berlalu meninggalkannya. Lebih baik melihat bajingan brengsek itu mati sekarat saja.

"Ando.." panggil Nina pelan aku memeluknya erat. Baru saja aku merasakan lagi sakitnya kehilangan namun aku bersyukur jika itu tidak menjadi nyata. Bersyukur melihat wanira cantik ini berdiri lemah di hadapanku

"Nina.. Kamu baik - baik aja?" tanyaku khawatir

Dia mengangguk lemah "Bawa Wisnu kerumah sakit Ndo, biar bagaimanapun tujuanku bukan untuk membunuhnya. Aku ingin dia merasakan pahitnya di jeruji besi, menghukumnya hingga dia sadar bukan membunuhnya" terang Nina pelan.

"Tapi dia hampir saja membunuhmu Nina!" aku sedikit menahan emosiku. Nina membelai dada ku

"Aku mohon sekali ini saja" pinta Nina lagi dan dengan helaan napas berar aku mengikuti kemauan Nina. Masuk kedalam rumah itu, dan membawa serta Wisnu kedalam mobilku.

**** dua minggu kemudian ***

Wisnu duduk lemah saat seorang polisi mendorong kursi rodanya pandangannya menerawang. Begitupun Larasati yang berjalan di belakangnya.

Wisnu dan Larasati berdiri di depanku dan Nina menatap kami sebentar lalu menunduk "Jika bukan karena kalian, mungkin anakku sudah meninggal. Terima kasih" ujar Larasati pelan

Aku dan Nina diam tak berniat menanggapi perkataan Larasati. Hingga polisi kembali menggiring mereka menuju sel tahanan

"Nina.." panggil Wisnu pelan. Nina menoleh dan pandangan mereka bertemu

"Terima kasih dan maaf.." ujar Wisnu pelan. Nina masih diam saja tak menyahut

"Jutaan maaf tak akan bisa menghapus banyaknya dosaku padamu Nina. Menyakitimu, membunuh anak kita dan hampir saja aku membunuhmu" ujar Wisnu pelan.

"Aku rasa hukuman ini tidak setimpal dengan apa yang aku torehkan padamu"

Nina tetap diam tak menjawab dia hanya menatap Wisnu nanar, aku tak tau pasti apa yang ada dalam hati dan pikiran Nina. Dia terlihaat malas menanggapi.

"Baiklah, sekali lagi terima kasih dan maaf" ujar Wisnu dan Larasati kemudian berlalu menuju sel tahanan mereka. Aku merangkul Nina dan membawanya pergi dari ruang persidangan.

Hukuman yang dijatuhkan untuk Wisnu dan Larasati setimpal. Mengingat apa yang mereka lakukan pada Nina dan Ambar. Hukuman seumur hidup di tahanan. Harusnya mereka mendapat hukuman mati, namun Nina tak menyetujuinya. Lebih baik Wisnu dan ibunya dihukum seumur hidup di penjara. Merasakan kebebasannya terenggut selamanya sudah lebih kejam dari hukuman mati.

"Bagaimana perasaanmu?" tanyaku pelan

"Lebih baik" jawabnya singkat

"Nina.." aku memanggilnya dengan nama lamanya bukan lagi Sifa. Dia menoleh dan tersenyum

"Aku punya hadiah untukmu" jawab Nina sembari merogoh tasnya. Dan mengeluarkan sebuah amplop putih lalu menyodorkan padaku

"Apa ini?" tanyaku hera

"Buka donk kalau mau tau" ujarnya manja

Aku membaca satu persatu kata demi kata yang tertulis dalam amplop itu hingga satu kata yang membuat mataku melotot "Kamu.. Hamil?" tanyaku tak percaya sebagian lamunanku menjadi kenyataan

"Ya sayang, aku hamil. Anak kamu Ndo.. Anak kita" ujar Nina dengan senyum mengembang. Aku tertawa kecil dan menariknya dalam pelukanku. Ah Tuhan..

Tbc?

End??

DEPRESI (END) 21+Where stories live. Discover now