24. Misi berlanjut

13K 499 11
                                    

Tuutt.. Tuutt.. Tuut..

"Halo bos?" sapa suara berat di seberang

"Bagaimana? Sukses?"

"Sukses bos"

"Apa dia curiga?"

"Tidak sama sekali bos, tenang saja"

"Bagus, kita lanjutkan misinya"

Aku mematikan panggilan dan menatap wanita cantik di sebelahku dan tersenyum "Bagaimana?" tanyaku dan dia hanya diam saja matanya menatap lurus ke depan. Inilah yang aku takutkan bila dia kembali ke masa lalunya.

"Sifa.." panggilku dia menoleh

"Aku belum bisa melupakan rasa sakitku padanya Ndo!" ujar Sifa lirih aku hanya diam tanpa berniat semakin merusak suasana hatinya dan memilih menjalankan mobilku. Apapun resikonya aku harus bisa membantu Sifa. Semoga ini keputusan yang terbaik, akupun tidak ingin membiarkan para kawanan brengsek itu hidup bahagia setelah mereka merampas kebahagiaan wanita yang aku cintai dan sayangi sepanjang hidupku ini.

"Ndo.." panggil Sifa aku menoleh dan menatapnya

"Apa kau yakin aku bisa melaluinya?" aku mengangguk yakin

"Kau pasti bisa, kita sudah menanti 5 tahun untuk ini semua. Atau kau membatalkannya?" tanyaku hati - hati

"Tentu saja tidak, Nina sudah meninggal dan aku Sifa yang akan menuntut balas atas kematian putri Nina" aku hanya bisa mendesah menatap mata biru itu yang dipenuhi amarah dan dendam, masih seperti dulu.

"Ya sudah, tapi kita harus ke dokter dulu ya. Kau harus chek up rutin" lanjutku dan dia mengangguk. Aku melajukan mobilku ke sebuah klinik yang aku datangi rutin selama 5 tahun ini. Dokter psikologi yang telah membantu Nina atau Sifa bangkit dari depresinya.

"Hai Ando.. Hai Nina" sapa dokter itu dengan ramah saat kami memasuki ruangannya

"Nina sudah mati dok" jawab Sifa dingin. Dokter itu tersenyum

"Tidak apa. Sifa. Itu lebih baik, mulai hidup baru menjadi Sifa dan melupakan masa lalu?"

Sifa menggeleng "melupakan dengan mudah itu susah, apalagi memaafkan. Tidak mungkin" entah seberapa besar rasa benci dan marah yang ada di hati Sifa, tapi yang pasti Sifa memendam dendam

Kelak saat terlampau kecewa, satu kata maaf pun tak akan bisa merubah apapun. Tak akan bisa mengembalikannya seperti sedia kala. Sama halnya dengan piring pecah ribuan kata maaf tak akan bisa membuatnya kembali utuh. Aku dan dokter itu saling berpandangan dan menghela napas

"Bagaimana perkembangan Nina dok?" tanyaku pada dokter itu

"Hasil pemeriksaan hari inu menunjukkan perkembangan yang baik untuk kesehatan Nina, hanya saja saya takut jika Nina semakin terobsesi dengan masa lalunya malah akan semakin menganggu kesehatannya" aku melirik Nina yanh sibuk dengan iphonenya sepertinya dia tidak menganggap pembicaraanku dengan dokter adalah sesuatu yang serius

"Ehem, dokter tau sendiri kan bagaimana Nina" ujarku hati - hati dan dokter itu mengangguk

"Lakukan saja apa yang diinginkan Nina, hanya saja kamu harus bisa membatasi agar tidak terlalu jauh" terang dokter itu aku mengangguk paham dan berpamitan dengan dokter itu

Sepanjang perjalanan, aku hanya diam begitupun dengan Sifa sibuk dengan pikiran kami masing - masing hingga bunyi ponsel Sifa menyadarkan kami dari lamunan. Sifa melirik kearahku menunjukkan nomer yang tak di kenalnya dan aku mempersilahkan dia mengangkat telponnya

"Halo?" sapa halus Sifa. Lalu sedetik kemudian alisnya tercekuk mengernyit dan melirikku lalu dengan sigap dia menloudspeaker pembicaraannya

DEPRESI (END) 21+Where stories live. Discover now