32. Kehilangan (lagi?)

11.1K 434 26
                                    

Aku memukuli tembok putih ini, tak peduli berapa banyak rasa sakit yang aku rasakan. Aku mencium bau anyir yang pekat. Tak perlu melihat lagi, aku yakin tanganku sudah berlumuran darah karena saking kuatnya memukulk tembok rumah sakit ini.

Gak bisa aku bayangkan jika aku harus melalui ini. Kehilangan wanita yang aku cintai lagi. Sekali lagi. Dulu aku kehilangannya karena dia memilih pria lain, tapi sekaranh...???

"Ando...!!" aku menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya yang sudah resmi menjadi mertuaku beberapa tahun ini

"Mama?" aku tak kuasa menahan tangis ini. Katakanlah aku pria cengeng yang hanya bisa menangis. Menangisi wanitaku..

"Bilang sama mama, kalau ini semua bohongan!!" teriak mama mertuaku. Aku berlutut di kaki mama mertuaku

"Maaf ma, aku gak bisa jaga Nina sesuai amanah mama" isakku dibawah kaki mertuaku. Aku telah gagal menjaganya. Aku gagal!

"Gak!! Bohong!! Nina..." teriak mama mertuaku yang mencoba melepaskan dekapanku pada kakiknya. Aku berdiri dan mencekal kedua lengan mama mertuaku, memeluknya berusaha menenangkannya

"Ando??" aku menoleh dan mendapati mommyku berdiri dengan berurai air mata menatapku dan mama mertuaku

"Nina..??" aku menggeleng lemah menguak fakta yang menyakitkan bagi kami semua.

"Gakkkk!!!!!! Ninaaaa....." teriak Mama mertuaku frustasi. Aku hanya berusaha menenangkannya memeluknya dan mencoba memberi kekuatan yang aku miliki.

***

Tidak ada lagi tawa, tidak ada lagi canda, senyum maupun rengekan manja yang menggema di telingaku. Tidak ada lagi suara lembut yang berhasil membuatku jatuh cinta.

Wanita itu kini terbaring dengan memejamkan kedua matanya, tertidur dengan damai di atas pangkuan Tuhan. Aku berjalan lemah kearah tubuh kakunya membelai rambut hitamnya dan mengelus lembut pipi pucatnya.

"Nina..."

Hening.

Tak ada jawaban dari panggilanku. Nina ku telah berpulanh, telah pergi meninggalkan aku. Meninggalkan kami semua. Seandainya aku bisa tiba lebih cepat. Semua ini tak akan terjadi, seandainya saja aku tak meninggalkan Nina di rumah setan itu Sendiri. Apa gunanya aku menjadi body guard jika aku tak berhasil menjaganya.

Nina call

Ada apa Nina menelponku? Aku mengangkat panggilannya

"Hallo?"

Aku tidak mendengar jawaban dari Nina hanya saja aku mendengar suara Wisnu dan Larasati. Seolah mengatakan 'malaikat kematian'. Tunggu sebentar? Apa yang terjadi pada Nina? Tidak!

Aku memutar balik mobil yang aku kendarai, berusaha secepat mungkin untuk tiba dirumah Nina. Jalanan di depanku pun mengalami kemacetan. Tidak ada waktu menikmati kemacetan di sini, aku mematikan mobilku dan keluar dari mobil. Berlari kencang menuju rumah Nina yang tidak jauh dari tempatku. Mendobrak keras pintu gerbang itu dan

Door!!!

Aku mendengar suara tembakan. Keras. Dengan langkah cepat aku menuju pintu depan rumah Nina. Aku berusaha membuka pintu depan namun tak berhasil

Door!!!

Door!!!

Aku mendengar dua tembakan lagi. Dengan keras aku menendang pintu ruang depan dan aku terpaku menatap Larasati berdiri kaku dan dibawahnya tergeletak Wisnu dan juga Nina yang bersimbah darah.

"Nina...!!" pekikku lalu berlari kencang menghampiri wanita itu. Menepuk pipinya agar matanya yang terpejam terbuka

"Ndo.." panggilnya lirih. Aku melihat banyak darah yang keluar dari perutnya. Astaga! Dia tertembak. Aku tak mau menunggu waktu lama lagi. Mengangkat tubuh mungil Nina dan hendak berlari menuju mobilku

"Ando! Tunggu! Bantu bawa Wisnu juga toloongg" ujar Larasati penuh permohonan.

"Sepertinya bajingan itu pantas mati!!" ujarku kemudian berlalu meninggalkannya membawa Nina masuk ke dalam mobilku. Sebelum aku menjalankan mobil rasa kemanusiaanku pun bangkit dengan helaan napas panjang aku kembali masuk ke dalam dan merangkul tubuh lemah Wisnu membawanya ke dalam mobilku. Terdengar isakan tangisan Larasati.

"Tolong putraku" pintanya penuh harapan aku hanya tersenyum tipis dan menjalankan mobilku menuju rumah sakit terdekat.

"Peluru itu mengenai hati ibu Nina, dan mohon maaf ibu Nina tidak bisa di selamatkan begitupun janinnya kami sudah berusaha semaksimal mungkin"

"Janin? Jadi Nina..."

Dokter mengangguk "Ibu Nina tengah hamil 10 minggu"

Aku terduduk lemas saat dua jam operasi untuk menyelamatkan Nina ternyata gagal total bahkan aku kehilangan istri dan anakku juga.

"An... Ando" seseorang memanggil namaku dengan suara bergetar. Aku menoleh dan mendapati Larasati dehgan wajah kusam dan berantakan. Aku malas menyahut dan aku alihkan lagi pandanganku kearah lain

"Mungkin seribu kata maaf tak akan bisa membuatku termaafkan, aku seorang ibu yang tidak memiliki hati. Tapi, kamu tetap menolongku dan putraku" ujarnya lirih. Aku hanya diam tak menjawab

Larasati berjalan mendekatiku dan berdiri di sisi lain Nina menatap wajah pucat pasi Nina. Lalu teedengar helaan napas Larasati pelan

"Aku terlalu banyak dosa, terlalu buta terlalu ditutupi rasa benci hingga membuatnya menderita, depresi dan akhirnya meninggal" ujarnya pelan

Aku tertawa kecil "Bukankah ini yang kalian inginkan? Sudah puas??" tanyaku menatap tajam Larasati. Pancaran matanya yang menatapku tidak seperti biasanya. Tidaj ada rasa benci maupun dendam seperti biasanya. Terasa lembut dan hangat dan penuh akan penyesalan

"Seandainya waktu bisa diputar lagi, tentu aku tidak ingin menyakiti wanita sebaik dia" ujar Larasati pelan. "Dia terlalu baik dan polos untuk menjadi korban dari kemurkaan tak beralasan" lanjutnya kemudian menutup matanya pelan dan membukanya lagi

"Aku dan Wisnu akan menyerahkan diri pada pihak kepolisian, dan mengakui semua kesalahan yang sudah kami buat" ujarnya pelan mengusap rambut hitam Nina dan berbalik meninggalkan aku

"Tunggu!" aku menghentikan langkahnya "Bagaimana keadaan Wisnu?" tanyaku pelan

"Kedua kakinya telah diamputasi, dan kini kondisinya sudah jauh lebih baik. Meski lebih banyak muram" ujarnya pelan. Aku hanya mengangguk saat dia berjalan keluar ruang jenazah ini

"Nina.." panggilku lagi

"Maafkan aku, karena aku telah gagal menjaga kalian berdua. Maafkan aku" aku tersenyum getir menatap wajah itu yang tidak lagi tersenyum manis padaku

"Kamu adalah, sahabat, cinta pertama dan Istriku yang sempurna. Terima kasih untuk semuanya, dan selamat jalan sayang.." ujarku dengan meneteskan setitik air mata

Tbc / END??

DEPRESI (END) 21+Where stories live. Discover now