31. Rencana pembunuhan

10.5K 426 11
                                    

Larasati meremas jari - jarinya dan sibuk memikirkan jalan keluar dari permasalahannya sementara Wisnu sibuk mondar mandir di kamar sempit berukuran 3 x 4 m itu. Ya, kamar Wisnu sudah pindah ke kamar sopir sementara kamar Larasati pun juga berpindah ke kamar pembantu hanya lebih luas sedikit.

"Kita di jadikan budak oleh wanita ular itu Wis" cerca Larasati. Wisnu mengangguk

"Ya, dan kita tak bisa membiarkannya begitu saja!!"

"Apa kau punya rencana untuk merebut semuanya dari wanita itu?" tanya Larasati

"Bu, apa kau yakin dia itu Nina? Nina bukannya sudah..."

"Aku yakin sekali, Nina menyamar menjadi Sifa dan membalaskan dendam pada kita. Ayolah, kau jangan terlalu naif. Sepertinya semua ini sudah di rancang dengan baik"

"Maksud ibu?"

"Semua yang terjadi pada kita, sepertinya sudah di prediksi oleh Nina. Bahkan perusahaan mu yang hampir bangkrut aku yakin ada campur tangan Nina"

"Bagaimana bisa?"

Larasati tersenyum miring "Musuh dalam selimut Wisnu. Mungkin ada mata - mata Nina di sana"

Wisnu terdiam, siapa yang patut ia curigai untuk menjadi mata - mata Nina? Semua serasa menjadi pendukungnya bukan menjatuhkannya. Lalu siapa?

"Jangan kau pikirkan tikus kecil di perusahaanmu itu, sebaiknya kamu cari cara untuk bisa membuat Nina menyerahkan kembali semua harta kita"

"Aku tidak bisa berpikir dengan baik bu, semuanya membuatku.."

"Kita bunuh saja dia!" potong Larasati cepat membuat Wisnu memandangnya tajam

"Bu kau...??"

Larasati mengangguk "mungkin membunuhnya selain bisa memuaskan dendam dihatiku, kita juga bisa merebut semua milik kita"

Wisnu terdiam "Kita sudah membunuh Ambar, apa kita harus membunuh Nina juga?"

Larasati berdiri menatap tajam Wisnu "Jangan jadi pengecut! Kita harus lakukan ini semua sebelum wanita itu mengusir kita dari sini" ujar Larasati tak terbantahkan.

****

Nina melempar berkas proposal keatas meja, mengeluarkan atmosfer menegangkan kepada seluruh karyawan. Nina dengan santainya memutar kursi kebesarannya dan menatap tajam Wisnu

"Jika begini caramu memimpin, pantas saja perusahaan ini hampir bangkrut! Kamu begitu tolol dalam memimpin. Hal sepele begini saja kamu tidak bisa" ujar Nina keras di depan Wisnu dan karyawan lainnya.

Wisnu hanya terdiam menunduk, menahan amarah sekaligus rasa malunya. Diinjak - injak oleh wanita yang berhasil merebut perusahaannya dan menggeser posisinya. Bahkan sekarang dia dihina di hadapan seluruh mantan anak buahnya. Memalukan.

"Kalau kamu begini terus, perusahaan kita bisa anjlok lagi. Dan aku tak akan segan memecatmu! Sebaiknya kamu cari ide baru dan buat proposal baru yang lebih bagus dari ini. Lebih masuk akal dan bisa di perlihatkan pada klien!" tegas Nina. Wisnu hanya diam menatap ujung sepatu yang dikenakannya

"Wisnu! Jawab saya! Kamu mengerti tidak??" bentak Nina lagi

"Ya bu Sifa, saya mengerti" jawab Wisnu dingin

"Baiklah, meeting singkat sudah selesai. Kalian bisa kembali keruangan masing - masing. Dan ya, kamu Wisnu tolong sekalian buat cappucino hangat untuk saya. Gulanya sedikit" ujar Nina penuh nada perintah yang semakin menampar Wisnu. Rasa kesal dan terhina dirasakannya.

Sepeninggal Wisnu dan para karyawannya, Nina kembali duduk di kursi kebesarannya. Merasa nyaman dan bahagia telah berhasil merebut segala yang dimiliki Wisnu. Baginya, ini baru langkah tengah, masih panjang perjalanan sebelum mengakhiri kisah tragis untu Wisnu dan Larasati. Kejam, dan akan lebih kejam. Mengingat Wisnu dan Larasati tega membunuh darah daging mereka sendiri. Hidup dengan bertujuan membalas dendam, membuat hidupnya dan keluarganya hancur berantakan. Lalu membiarkan mereka tertawa bahagia tanpa menebus dosa - dosanya? Tidak mungkin

Karena sejatinya dia bukanlah Tuhan atau manusia sempurna yang bisa memberi maaf kepada orang lain. Memendam rasa benci, kecewa, dan terluka terlalu dalam menjadikannya wanita tak berperasaan lagi.

"Sayang?" Ando menyapa Nina dari balik pintu ruangan. Senyum mengembang Nina ditunjukkan untuk suami tercintanya. Nina bangkit dan memeluk Ando. Ada rasa nyaman saat memeluk Ando. Tapi tetap Nina tak ingin menyimpulkan dengan yakin bahwa perasaanya ini adalah cinta.

Baginya cinta adalah bagian dari luka, cinta hanya sebuah ilusi, semakin besar mencintai maka semakin besar pula luka menganga dihatinya. Jadi Nina berprinsip untuk.. Tidak lagi jatuh cinta. Walaupun, Nina tak bisa memungkiri Ando adalah pria yang benar - benar special untuknya. Selalu ada untuknya bahkan merelakan kebahagiaannya sendiri demi dirinya.

"Hari ini jadwal chek up" ajak Ando

Nina menggeleng "Aku sudah chek up dua hari lalu" bohongnya. Semenjak pindah kerumah Wisnu, Nina memang tidak lagi pernah bertemu dengan doktet - dokter yang menanganinya. Dokter ahli kejiwaan yang selama ini memeriksa kestabilan saraf warasnya.

"Kamu benar udah chek up? Udah rajin minum obat??" tanya Ando tak yakin

Nina mengangguk "Sebenarnya aku bosen minum obat itu, aku gak gila. Aku baik - baik saja. Tapi aku tetap meminumnya kok" bohong Nina lagi. Nina tak lagi menyentuh obat - obatan itu karena baginya dia sudah sehat dan tidak gila. Dia wanita yang waras yang siap membalaskan dendamnya.

"Ya sudah ayo kita pulang" ajak Ando. Nina tersenyum dan mengikuti Ando untuk kembali kerumah kediaman Wisnu.

Larasati membuka sedikit tirai jendela yang menghadap kearah gerbang. Deru mobil terdengar membuatnya ingin tau siapa yang pulang. Tentu yang ditunggu telah datang.

"Wisnu! Dia sudah datang! Ayo" ujar Larasati kepada Wisnu. Wisnu yang masih kesal, marah dan merasa terhina segera masuk ke kamarnya mengambil sebuah pistol dari laci nakas tempat tidurnya. "Sekarang kamu akan benar - benar mati, Nina!" gumam Wisnu seorang diri.

Kreek!!

Pintu depan terbuka dan sesuai perkiraan Nina masuk ke dalam rumah seorang diri, Ando terpaksa kembali lagi ke kantor karena ada urusan mendadak dan sudah pasti itu sudah di rencanakan Wisnu.

"Larasatii!!!!!" teriak Nina saat mendapati rumah dalam keadaan sunyi.

Beberapa detik kemudian, Larasati dan Wisnu keluar dari kamar mereka dan berdiri angkuh menatap Nina. Nina mengernyit heran dengan tatapan mata mereka

"Ngapain kalian berdua natap saya? Buatkan saya juice! Cepat!!" perintah Nina.

Larasati tersenyum "Kemarin - kemarin kau bisa memerintahku seenakmu saja, tapi sekarang tidak lagi!!" ujar dingin Larasati

"Kamu mau menentangku? Aku nyonya rumah di sini, kalian paham?" ujar Nina tak mau kalah

Wisnu maju selangkah dan tertawa kecil "Jika kau adalah Nyonya rumah di sini, maka aku dan Ibu adalah malaikat mautmu!!" ujar tajam Wisnu

Nina hanya memandangi mereka dengan tatapan ngeri dan tak mengerti maksudnya. Sehubungan Nina sedang memegang ponsel dengan cepat tangannya menekan call dan menelpon Ando. Wisnu maju selangkah kedepan dan Nina mundur dua langkah kebelakang. Merasa bahwa dirinya akan terjadi sesuatu

"Jika kemarin kamu bisa menipu kami dengan berita kematianmu dan berpura - pura menjadi Sifa, maka sekarang aku akan jadikan berita palsu tentang kematianmu menjadi nyata!"

Glek! Nina menelan salivanya dengan susah payah, alrm pertanda bahaya dirasakannya. Saat salah satu tangan Wisnu meraih sesuatu dibelakang bajunya. Dan itu adalah sebuah pistol.

Nina terpaku menatap senjata itu ditodongkan di depan wajahnya lali perlahan senjata itu turun dan tepat mengarah pada jantungnya. Wisnu tersenyum miring begitupun Larasati

"Inilah saatnya pergi Nina, say good bye...."

Dooor!!!

Tbc

DEPRESI (END) 21+Where stories live. Discover now