Part 2 - Kapan Menikah?

26.3K 1.7K 51
                                    

Alexa membolak-balik dokumen yang ada di hadapannya.

"Jadi udah berapa orang yang melamar?"

"Sampai saat ini ada tujuh belas orang, Mbak", jawab gadis yang duduk di hadapannya.

"Sudah kamu listing?" tanya Alexa sambil matanya tetap tertuju pada tumpukan dokumen tebal.

"Sudah Mbak, closing date 3 hari lagi."
"Bagus, tolong update saya progressnya ya. Usernya ingin wawancara diadakan minggu depan. Urgent," ujar Alexa sambil tersenyum.
"Baik. Oh iya, ada Manpower Requisition baru dari Payroll Department, urgent juga Mbak."

Gadis itu mengulurkan dokumen.

Alexa memiringkan lehernya ke kanan dan ke kiri.

"Urgent semuanya, nggak ada yang nggak urgent. Ok nanti saya cek dulu ya."

"Iya, saya tinggal dulu ya Mbak."

"Ok, makasih ya Rin," Alexa berkata sambil tersenyum.

Akhir-akhir ini harinya padat sekali. Meeting, wawancara, meeting lagi, wawancara lagi. Kadang rasanya ia sendiri juga perlu menambah personel. Itu dukanya. Sukanya, ia sebagai seorang Recruitment Supervisor bisa sering travelling ke luar kota jika memang harus melakukan proses perekrutan di kota lain.

Alexa suka jalan-jalan, ke kota terpencil sekalipun. Kecintaannya pada travelling sama besarnya dengan kecintaannya pada memasak dan musik jazz.

Mata Alexa tertumbuk pada sebuah paket yang sejak diterimanya tadi pagi belum sempat dibuka. Paket dari Rachel. Isinya kain untuk seragam pernikahannya nanti. Cepat sekali paket itu sampai, padahal baru kemarin Rachel bilang akan mengirimkan paket. Berarti ia dan Celia harus secepatnya pergi ke tukang jahit langganan. The clock is ticking, sedangkan model baju yang dia mau saja belum terpikir sampai sekarang.

Alexa meraih paket itu dengan antusias. Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. Sesosok tubuh muncul dari balik pintu, gadis yang tadi.

"Maaf Mbak cuma mau mengingatkan saja, ada jadwal wawancara dengan Pak Dani dari Engineering setelah makan siang."

"Iya saya ingat, makasih ya," sahut Alexa sembari tersenyum.

Gadis itu pun berlalu.

Aduh, untung Rini mengingatkan, padahal nyaris saja ia lupa kalau siang ini ia ada jadwal wawancara dengan Departemen Engineering. Diletakkannya kembali paket dari Rachel. Sekarang mana file untuk wawancara yang tadi sudah diprint. Mejanya tampak berantakan sekali. Ingin rasanya ia membuang semua kertas yang menumpuk di mejanya.

Banyak sekali yang harus diurus minggu ini sampai membuka paket dari Rachel dan mengurus dirinya sendiri saja tidak sempat. Belum sempat ia menemukan file yang dicarinya, tiba-tiba layar komputernya berkedip. Cepat dibukanya windows sebuah aplikasi chatting. Ada sebuah pesan di sana.

Poke poke. Jangan telat makan siang ya, Babe. Jangan lupa juga untuk selalu tersenyum.

Sebuah icon hati ada di ujung kalimat itu.

Senyum Alexa mengembang.

*******

Malam ini tampak indah. Bulan bersinar cerah, bintang berkilauan, langit bersih tanpa awan. Alexa berdiri di balkon apartemennya sambil menikmati semilir angin yang berhembus. Dari kejauhan tampak lampu-lampu kota Jakarta menyala terang benderang. Kota yang padat, kota yang sibuk. Kota yang sampai malam hari juga masih membuka peluang bagi sekian juta orang untuk mencari rejeki atau mungkin hanya bersenang-senang di berbagai fasilitas hiburan malam.

Serenada di Ujung SenjaWhere stories live. Discover now