Part 26 - Hampa

12.7K 1.1K 277
                                    

Vicky meletakkan secangkir kopi susu panas dan setangkup roti bakar isi coklat ke hadapan Alexa.

"Ini, lo makan dulu."

Alexa mengangkat wajah dan menatap Vicky.

"Maafin gue. Gara-gara gue, lo jadi nggak konsen ngurus wedding tadi."

Vicky menghela nafas lalu duduk di hadapan Alexa. Saat ini mereka sedang berada di sebuah warung tenda yang menyediakan roti dan pisang bakar yang buka 24 jam. Setelah acara pernikahan yang selesai pukul 21.00 tadi, Vicky langsung memaksa Alexa untuk ikut dengannya. Urusan membereskan peralatan diserahkan kepada personil wedding organizer yang lainnya.

"Itu semua gampang. Sekarang lo makan aja dulu. Lo belum makan 'kan?"

Alexa menggeleng sedih. Alexa baru ingat jika dirinya belum makan dari pagi. Ia sama sekali tidak ingin makan.

"Kok masih diam?" tegur Vicky. "Makan dulu, ntar lo malah tumbang."

Dengan enggan, Alexa mencuil roti bakar di hadapannya lalu mencelupkannya ke kopi susu panas. Nikmat. Itulah yang Alexa rasakan ketika potongan roti dengan coklat yang lumer terkena kopi susu panas menyentuh lidahnya. Rupanya tubuhnya memang kelaparan, tetapi sedari tadi pagi ia mengabaikan.

"Gue makan, ya?"

"Habisin."

Maka Alexa mulai memakan setangkup roti bakar yang dicelup kopi susu panas. Vicky terdiam melihat Alexa yang makan dengan lahap.

Apa yang sudah Adrian lakukan sehingga mampu membuat Alexa yang biasanya cantik dan ceria menjadi seberantakan ini? Andai saja tadi bukan di tengah pesta pernikahan, tentu ia sudah menyeret dan menghajar Adrian. Adrian sungguh tidak pantas untuk Alexa yang baik hati dan cantik jelita!

"Ehmm..."

"Lo mau pesen minum lagi?" tanya Vicky melihat kopi susu di cangkir Alexa sudah habis.

"Boleh. Aku mau kopi susu lagi."

"Kopi lagi? Ntar lo kebanyakan kopi. Susu panas aja."

Tanpa menunggu jawaban Alexa, Vicky segera memesan segelas susu panas rasa stroberi untuk Alexa.

Alexa tersenyum tipis melihat perhatian Vicky. Di antara semua temannya, Alexa merasa Vicky yang paling bisa mengerti tanpa menghakimi. Karena itulah, hanya kepada Vicky, Alexa berani menceritakan tentang Adrian. Ia butuh didengarkan, butuh dipahami, tanpa dinilai.

Alexa bukannya tidak sadar bahwa hubungannya dengan Adrian adalah suatu hubungan yang tidak wajar. Tetapi seringkali, saat cinta sudah meresap sempurna ke seluruh pembuluh darah, kita melupakan mana yang salah dan mana yang benar.

Alexa juga tahu, andaikata diteruskan pun, hubungan mereka tidak akan bermuara ke mana-mana. Tanpa ujung, tanpa alur, hanya melangkah dan melangkah, namun tak tentu arah.

Tetapi bukankah cinta adalah tentang rasa dan rasa tak terjelaskan oleh logika. Bukankah rasa hanya dimengerti oleh jiwa dan tak dapat dinalar dengan hitungan matematika.

"Hoi, ngelamun terus," tegur Vicky. Nih susunya udah datang."

Alexa tersenyum dan menyambut segelas susu stroberi miliknya.

"Kok gue jadi lapar juga." Vicky tertawa.

Maka Vicky pun memesan seporsi mie rebus dengan telur dan kornet dan segelas kopi panas.

"Gue juga mau," celetuk Alexa.

Vicky tertawa.

"Ya udah, mau pesen apa?"

Serenada di Ujung SenjaWhere stories live. Discover now