Part 25 - To The End of The Road

15.6K 1.1K 221
                                    

Pukul 07.00 Singapore time.

Alexa memasukkan alat mandinya ke dalam koper lalu menutup kopernya tanpa berkata-kata. Adrian yang duduk di sofa bisa melihat dengan jelas mata Alexa yang sembab dan merah. Sepertinya saat mandi, Alexa menangis lagi.

Adrian memaki dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa melakukan hal sebodoh ini. Ia sudah dengan sengaja menyakiti hati Alexa, bahkan membuat perempuan yang sangat dicintainya itu tak henti meneteskan air mata. Bukan maksudnya seperti ini. Andai Alexa tahu, hatinya juga berdarah melihat Alexa terluka. Bodohnya, luka itu dengan sengaja digoreskan olehnya.

Sejak bangun tadi, Alexa belum berkata sepatah kata pun. Adrian juga diam. Ini pertama kalinya mereka seperti ini. Rasanya sungguh tersiksa berada di ruangan yang sama tanpa saling menatap ataupun bicara.

Adrian masih duduk di sofa memperhatikan Alexa dan segala gerak geriknya. Andai saja ia tidak mampu menahan diri, tentu ia sudah akan mendekap tubuh Alexa dan meminta maaf untuk semua luka yang sudah ia beri.

Sesaat kemudian, Adrian terpana ketika Alexa meletakkan secangkir teh hangat di hadapannya. Adrian semakin tenggelam dalam rasa bersalah. Sebaik ini ternyata hati Alexa.

Saat ia sudah menggoreskan luka yang teramat dalam di hati perempuan yang kini berdiri di hadapannya, saat Alexa berhak untuk memaki seperti yang sering dilakukan oleh Disty, Alexa justru membalas segala sakit yang sudah diberikannya dengan secangkir teh manis hangat.

Alexa sebaik itu. Alexa setulus itu.

Adrian tidak dapat lagi menahan diri. Secangkir teh hangat yang dihidangkan Alexa telah meruntuhkan seluruh pertahanannya.

Adrian berdiri dan merengkuh tubuh Alexa. Alexa menolaknya.

"Kita harus segera ke bandara. Atau aku aja duluan," Alexa bersuara.

Penerbangan Alexa pukul 11.00 sedangkan Adrian pukul 12.00. Jika ingin pergi ke bandara bersama, maka mereka harus keluar kamar paling lama 30 menit lagi karena mereka masih mengurus check out dan pembayaran kamar.

"Alexa, Babe, please."

Adrian kembali berusaha merengkuh tubuh Alexa. Alexa menarik tubuhnya.

"Babe, please, dengerin aku dulu." Adrian memegang kedua bahu Alexa.

Alexa mengalah.

Adrian menatap wajah sembab Alexa dengan mata yang juga mulai memanas. Bagaimana ia bisa begitu tega membuat wajah jelita ini kehilangan cahayanya.

"Babe..."

"Kalau kamu mau kita pisah, kamu aja yang pergi. Jangan minta aku ninggalin kamu. Aku nggak bisa," Alexa berkata sambil menundukkan wajah.

Setetes air mata jatuh di pipi pucatnya. Air mata yang seperti pedang tajam yang mengiris-iris hati Adrian.

Perasaan Adrian luluh lantak. Direngkuhnya tubuh Alexa erat-erat dengan dada yang terasa teramat sesak. Sesaat kemudian Alexa terisak.

"Babe, aku minta maaf. Aku nggak bermaksud nyakitin kamu," Adrian berkata dengan suara perlahan.

"Kalau kamu udah nggak mau sama aku, aku nggak apa-apa, kamu pergi aja. Aku memang bukan siapa-siapa, nggak berhak apa-apa, nggak berarti apa-apa," ucap Alexa di sela isaknya.

"Nggak kayak gitu Babe. Kata siapa kamu nggak berarti. Lihat aku. Lihat." Adrian mengangkat wajah dengan kedua tangannya. Ditatapnya wajah Alexa yang terus meneteskan air mata. "Dengar aku. Kamu itu berarti banget buat aku. Kamu itu segalanya buat aku. Karena itu aku mau kamu ninggalin aku. Kamu harus bahagia."

Serenada di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang