Catatan Penulis

11.3K 982 271
                                    

Alhamdulillah.

Akhirnya selesai sudah kisah cinta Alexa yang dihiasi banyak luka, berurai air mata, membuat pembaca emosi jiwa, dan membuat penulisnya lelah.

Kisah ini ditulis bukan untuk memojokkan para perempuan yang mungkin saat ini menjadi perempuan kedua, orang ketiga, atau apapun sebutannya.

Tokoh Alexa hanya ingin berbagi agar kisah hidupnya dapat menginspirasi dan pembaca dapat memetik pelajaran berharga.

Ada sisi lain dari sosok yang menjadi perempuan kedua yang luput dari pandangan mata.

Tidak semua perempuan kedua bersedia menjadi pihak ketiga dengan tujuan mendapatkan harta dan kehidupan yang mewah, meski memang ada beberapa di antaranya. Sebagian besar perempuan kedua melakukannya dengan alasan yang mungkin terdengar sangat klasik, cinta.

Bukankah cinta adalah tentang rasa dan tidak bisa dijelaskan oleh logika? Bukankah cinta adalah sebuah kata yang tidak dapat dinalar dengan hitungan matematika?

Maka begitulah. Meski di mata orang lain perbuatan mereka tercela dan memang sebenarnya salah, ada alasan-alasan yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang pernah atau mungkin sedang berada dalam posisi ini.

Apakah para perempuan kedua tidak merasa bersalah terhadap istri sah kekasihnya? Merasa.
Apakah para orang ketiga tidak merasa berdosa telah menodai ikatan suci pernikahan dan menghancurkan sebuah rumahtangga? Merasa.

Lalu kenapa mereka tetap bertahan padahal apa yang mereka lakukan jelas-jelas salah? Satu alasannya, cinta.

Ingatkah saat dulu kita remaja dan sedang dimabuk cinta? Dunia serasa milik berdua. Meskipun kekasih yang kita pilih tidak benar di mata banyak orang atau berkali-kali menyakiti, apakah kita lantas pergi? Tidak.

Meskipun hubungan yang sedang dijalani memang memberikan banyak luka, tetapi kita merasa bahwa lebih baik berada dalam sebuah hubungan yang menyakitkan daripada harus kehilangan seseorang yang kita puja. Meskipun hubungan yang sedang dibina bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan benar, tetapi rasanya lebih bahagia jika bisa tetap bersama, meskipun bersama dalam suatu hubungan yang salah.

Bukankah jika seseorang sedang jatuh cinta maka tingkat kengeyelannya akan meningkat sekian kali lipat? Bagi mereka yang sedang dilanda asmara, antara salah dan benar, kadang batas keduanya begitu samar.

Maka itulah kadang terasa hanya membuang waktu menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Di mata mereka, apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang tepat, sekalipun seluruh dunia menghujat. Bukankah sebuah keyakinan tidak pernah salah bagi mereka yang meyakininya?

Mereka bukannya tidak tahu atau tidak sadar, tetapi bersama dengan sang pemilik hati adalah hal yang terasa paling benar. Seiring berjalannya waktu, hanya teguran dari Tuhan yang mampu menyadarkan.

Sebenarnya tidak hanya pihak ketiga yang patut disalahkan jika janji suci pernikahan dinodai dengan perselingkuhan. Ada banyak faktor yang bisa membuat pasangan tidak bisa menjaga kesetiaan. Faktor ekonomi, faktor suami atau istri yang tidak mendukung, faktor keluarga besar, dan faktor-faktor lainnya.

Lalu kenapa yang disalahkan seringkali perempuan kedua? Karena sebenarnya perempuanlah yang memegang kunci. Sehebat apapun godaan dari lelaki, jika seorang perempuan mampu menjaga hati, menjunjung etika, dan mengedepankan logika, tentu ia akan menolak tawaran cinta dari seseorang yang sudah memiliki keluarga.

Karena dari dulu hingga nanti, masalah yang ditimbulkan akibat berhubungan dengan orang yang memiliki pasangan selalu tiga, dibawa ke tahap selanjutnya tidak bisa, dipertahankan bikin sakit kepala, diakhiri malah kadang membawa petaka. Lalu untuk apa dicoba?

Serenada di Ujung SenjaWhere stories live. Discover now