2. DI MANA DIA?

157 44 47
                                    

"Jadi ... cuma segini yang datang?" tanyaku memandangi mereka satu persatu.

"Kukira kamu juga tidak datang," sahut Rendra menatapku.

Dia laki-laki berbadan ideal dan tinggi, rambut ikal sedikit panjang berwarna hitam. Dia teman kecilku.

"Kebetulan tadi ada beberapa hal mendadak yang sempat bikin lupa waktu," aku sedikit mengelus rambut pendek sebahuku dan sedikit memalingkan pandanganku.

Kami berkumpul di Kebun Kota A, berdiam di antara pepohonan. Di tempat yang rindang ini kami bertemu kangen setelah sekian lama sibuk dengan urusan masing-masing. Mungkin sekitar 3 tahun kami tidak bertemu hanya untuk berbincang langsung bukan lewat grup sosial media.

"Terus kita mau apa kalau yang datang hanya ini? Tetap saja geng kita yang hadir," Lina memecah hening setelah kami berdiam diri beberapa menit. Sembari membenahi rambut keriting panjangnya berwarna cokelat yang terurai.

"Entahlah," sahut Rani mengalihkan pandangannya melihat pepohonan.

Dia perempuan polos dan anggun. Memiliki rambut panjang sepinggang yang selalu dia kuncir kuda. Rambut berwarna pirang yang dia warnai di salon tempat dia merawat diri. Tubuhnya ideal berisi, tingginya sedikit lebih pendek dariku.

"Jadi bingung kan? Sekarang harus bagaimana? Gak ada yang lebih seru kah? Selain memainkan ponsel?" Timpal Setyo perlahan memasukkan ponsel ke dalam saku kemeja yang dipakainya. Masih saja perawakannya seperti semasa sekolah, rambut bergelombang berwarna hitam. Perawakannya sedikit lebih pendek dari Riski dengan postur tubuh sedikit berotot karena dia sering berolahraga.

"Apa ya? Coba kalau kita masuk ke dimensi lain terus dapat misi gitu pasti seru juga sih, hehehe" Sahutku lantas tertawa tipis.

Tidak lama setelah menit yang membosankan, tanpa kami sadari, hening di antara kami menghilang. Kami bergurau dan berbincang tentang kabar setelah kami berpisah dari lulus sekolah. Rafa si paling pendiam di antara kami, hanya menjadi pendengar yang baik.

"Rafa! Jangan diem aja, ngomong dong!" tegur Lina menepuk pundak Rafa cukup kencang.

"Aku bingung mau ngomong apa," jawab Rafa membenarkan kacamatanya karena sedikit turun.

Awal yang indah, cahaya matahari menembus dedaunan pohon dengan lembut, memberi efek kilau yang cantik dan berseri. Udara segar, suasana tentram dan rindang namun semua itu berubah, ketika ada seorang perempuan yang berjalan mendekati kami dengan senyum yang lebar, tatapan lembut, paras cantik, kulit putih dan bersih, rambut lurus panjang berkilau.

Aku sedikit gugup, ketika perlahan perempuan itu menghampiri, gejolak jiwa ini bukan tentang perasaan jatuh cinta, melainkan rasa takut dan terganggu yang hadir bersama ketika perempuan itu berhenti tepat di depanku.

"Merli!" bisik Rendra padaku.

"Dia?" Lanjut Rendra semakin bertanya.

"Gak tau!" bisikku kembali tanpa menggerakkan kepalaku atau pun menatap mata Rendra.

Aku dan Rendra saling adu siku. Tidak menghiraukan siapa yang datang dan berdiri di depanku. Ternyata ini kesalahan yang telah kami perbuat. Aku merasa auranya begitu mengancam kami, terutama diriku sendiri, ada sesuatu yang akan keluar dari tubuhku namun aku sendiri tidak tahu apa itu.

Semakin menakutkan ketika dia; perempuan itu tersenyum lebar. Sempat aku menoleh ke belakang, siapa tahu dia sedang melihat seseorang namun ternyata tatapan matanya sedang melihatku, tatapan kosong tapi mengerikan. Sialnya, aku terpaku dengan tatapannya.

"Kenalkan, namaku Seala, Kalian sedang apa di sini?" tanya perempuan bernama Seala ini membuat kami tersentak.

Suaranya seperti sesorang yang lebih tua dari kami. Sungguh aku tidak berani untuk memandangi wajahnya lebih lama, aku segera memalingkan wajahku.

WILAYAH TAK TENTUWhere stories live. Discover now