8. RENDRA DAN MERLI

53 19 7
                                    

"Kita harus bagaimana?" tanyaku mendekati Akbar.

"Sebenarnya ingin aku tanyakan dari awal kita bertemu, tentangmu bisa menemukan kami di tempat seperti ini," sahut Setyo yang berjalan di sebelahku.

Aku tahu pertanyaan Setyo di lemparkan kepada siapa. Dari ketika aku mengikuti langkah Akbar di taman itu, tepatnya di dekat gazebo. Aku tidak terlalu memperhatikan, waktu itu dia mengajak kami untuk terus mengikutinya dan pada akhirnya kami berada di sini dalam keadaan sudah malam.

"Apa sebenarnya kamu tahu tentang semua ini Akbar?" tanyaku kembali setelah dia diam cukup lama.

"Belum saatnya kalian tahu, aku sedang berpikir harus aku apakan mereka berdua agar nyawa mereka berdua bisa terselamatkan," jawab Akbar tanpa melihat mataku sedetik saja.

Aku tahu sebenarnya Akbar sedang menyembunyikan sesuatu. Tertutup oleh kepanikan kami semua, hal yang sedikit tidak masuk akal terlupakan untuk ditanya. Banyak sekali hal yang benar-benar ingin aku tanyakan kepada Akbar tetapi sepertinya bukan saat ini waktu yang tepat.

"Bagaimana kalau Merli dan Rendra tidak bisa diselamatkan?" Mila memberanikan diri untuk bertanya.

"Kalian dengar aku. Kita berhenti dulu di sini. Jaga mereka berdua. Sebentar saja, ada hal yang harus aku lakukan," ucap Akbar perlahan berhenti pada lorong dengan penerangan lampu berwarna kuning keemasan. Hanya satu penerangan saja dengan lorong sepanjang dan segelap ini.

Akbar meninggalkan kami dengan wajah cukup serius. Senter yang di pegangnya perlahan menghilang bersama dirinya di balik lorong yang telah dia lewati.

"Ris, bagaimana bisa mereka berdua bertahan dengan luka separah ini?" tanya Mila kulihat dia mendekatkan telinganya pada dada Merli.

"Sungguh?!" aku lantas mendekati Mila lalu memperhatikan Rendra.

Aku dekatkan telingaku pada dada Rendra dan sungguh luar biasa jantungnya masih berdetak meskipun perlahan. Walau tubuhnya kurasakan dingin dan membiru. Tetapi kupastikan mereka masih hidup.

"Akhirnya kutemukan kalian di sini,"

Dikagetkan dengan tiba-tiba oleh seorang perempuan yang tidak aku ketahui siapa dia. Aku tatap matanya begitu indah. Lentik bulu matanya ketika berkedip membuatku sedikit terpesona.

"Riski! menjauh!!" Teriak Setyo membuyarkan lamuanku.

Kusadari Rendra dan Merli sudah tidak berada di dekatku. Begitu juga dengan mereka. Aku masih bingung, dan aku lihat kembali perempuan yang berada di depanku ini. Senyum yang tadinya manis menjadi mengerikan. Cantik matanya berubah menjadi hitam dan ada bola api berwarna hitam di tangannya.

Aku terdiam. Aku takut hingga sinyal yang dikirim otakku untuk menggerakkan tubuhku menjadi mati total. Mulutku sangat sulit untuk berteriak. Wajahnya menjadi menyeramkan seperti iblis yang sedang menunjukkan kekuasaannya.

"Berikan mereka berdua untukku, sekarang!" pintanya berteriak kepadaku.

Suaranya begitu melengking menyayat telinga.

"Riski!! Lari!" teriakan Rani kudengarkan.

Berat rasanya kepala aku gerakkan kembali untuk menoleh kepada mereka. Aku benar-benar tidak bisa bergerak. Harus aku apakan diriku saat ini. Mereka berteriak memintaku kabur tetapi tubuh ini terlalu terkejut akan kehadiarannya.

"Dia yang membuat kita jadi seperti ini! kenapa kamu diam saja, Ris! Jawab aku!" Panggil Setyo semakin lantang suaranya terdengar menggema pada lorong ini.

Angin berhembus kencang ketika perempuan yang berubah menjadi iblis itu melewatiku dan sedang menuju Rendra dan Merli yang telah ditutupi tubuhnya oleh Setyo, Mila dan Rani. Saat itu pula tubuhku baru bisa untuk di gerakkan.

"Berhenti!!" Aku beranikan diri untuk meminta perempuan itu berhenti meraih apa yang dia incar.

Dia menoleh ke arahku. Saling pandang kembali mata kami. Api yang di genggamnya berubah menjadi lebih kecil namun jumlahnya semakin banyak hingga memenuhi lengannya.

"Kalian semua! berlari ke sini! Cepat!"

Akbar akhirnya muncul setelah sekian lama dia pergi. Aku melihatnya terengah-engah kelelahan. Keringatnya berucuran sangat banyak hingga sebagian bajunya basah karena hal itu. Iblis perempuan ini seperti terkejut akan kehadiran Akbar yang terlihat di pandangannya. Dia terdiam sesaat.

Samar-samar seperti aku lihat ada cahaya kecil berjumlah sangat banyak sedang menghampiri Rendra dan Merli. Cahaya-cahaya itu berasal dari atas mereka berdua. Muncul begitu saja dan Perlahan mereka berdua lenyap di makan cahaya berwarna putih.

Bersama dengan itu. Dia, perempuan itu juga menghilang dari pandanganku.

"Akbar, mereka berdua menghilang. Apa kau yang melakukannya?" tanya Mila menghawatirkan keadaan kami semua.

Semuanya terdiam cukup lama. Aku hanya menatap raut wajah Akbar yang tentu saja dia seperti terkejut dengan apa yang dilihatnya tetapi dia juga terlihat seperti sudah mengetahui semuanya.

"Kita cari Merli dan Rendra di mulai dari memasuki gedung sebelah kanan kita, ayo bergegas sebelum semuanya terlambat," jelas Akbar menuntun kami untuk keluar dari lorong.

Selalu saja menghindar dari pertanyaan yang telah kami lontarkan kepadanya. Aku semakin mencurigainya, siapa Akbar sebenarnya. Dia seperti sudah terbiasa dengan semua hal yang menurutku tidak masuk akal.

Dia berlari terlebih dahulu. Sepertinya Setyo satu pemikiran denganku. Aku mencegah Mila, Rani, dan Dewi untuk mengikuti Akbar. Sepertinya juga Akbar telah menyadari kami tidak mengikutinya. Baru beberapa langkah dia meninggalkan kami, dia terhenti lantas membalikkan badan dan menghampiri.

"Ada apa dengan kalian?" tanya Akbar ketika dia sudah kembali di hadapan kami.

"Justru pertanyaan itu yang harusnya kamu jawab," timpalku memberi tatapan curiga.

Dia terlihat bingung sesaat. Lalu dia memejamkan mata dengan helaan napas yang cukup panjang. Dia kembali membelakangi kami dengan tubuhnya yang cukup tinggi dariku.

"Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya tanpa ada yang bisa aku perlihatkan langsung kepada kalian? Akan aku beri tahu semuanya jika aku bisa menemukan Rendra dan Merli kembali. Ketika mereka semua ketemu, kalian akan tahu dunia apa ini, siapa aku dan siapa Rendra juga Merli. Aku tidak bisa menjelaskan di sini. Jika kita bergerak lambat, semuanya akan semakin rumit. Percayalah aku ada di pihak kalian," Akbar berusaha menjelaskan dengan sesingkat mungkin.

Mendengar langkah Rani dengan ragu melangkah mendekati Akbar. Dia perlahan menggandeng lengan Akbar dengan lembut dan perlahan menoleh menatap mataku.

"Kita harus mengikuti siapa lagi di sini kalau bukan dia? Jumlah kita semakin berkurang," sahut Rani dengan mata sedikit berkaca-kaca tanda pasrah atas semuanya.

Kali ini aku yang berganti menghela napas panjang. Aku memendam egoku untuk kesal pada Akbar dan memilih mengikutinya lagi.

"Baiklah," ujarku dan melangkah mendahului mereka.

Setyo menyusul langkahku diikuti Akbar dan yang lainnya. Akbar memberi isyarat agar tetap dia yang memimpin jalannya. Hingga langkah kami terhenti di depan pintu yang cukup besar dan megah. Terlihat Akbar menelan ludah, dia mengepalkan kedua tangannya seperti di selimuti oleh ketakutan yang sangat besar. Cukup lama dia terdiam dengan mata memandang dua daun pintu di depannya.

Aku dan Setyo saling pandang lalu mengangkat bahu kami tanda sama-sama tidak mengerti. Perlahan aku mendengar frekuensi napas Akbar begitu cepat.

"Kau kenapa?!" tanyaku menghampiri lantas menepuk pundaknya.

Dia tersentak lalu perlahan menatapku dengan tatapan sayu. Dia melemah.


WILAYAH TAK TENTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang