7. SIAPA DIA?

53 21 0
                                    

"Lorong?" ujarku dengan pandangan menyapu lorong ini.

Setelah terjatuh dari lubang hitam yang melahapku, Setyo dan Riski, kini kami berada di lorong yang cukup panjang. Berbeda saat kami bersama Akbar. Sepertinya kami kembali di permainkan atau kami berusaha dipisahkan?

"Rani, aku mendengar suara!" ucap Setyo meraih tanganku.

"Kurasa dari arah sana! kita berlari ke arah suara itu! siapa tahu kita bisa keluar dari lorong ini!" ajak Riski lalu menarik lenganku dan berlari. disusul Setyo yang berada di belakangku untuk mengawasi.

Di malam hari untungnya lampu pada langit-langit lorong ini menyala dan membantu kami menerangi lorong ini. Kami berlari begitu cepat tanpa menoleh kanan dan kiri karena kami menemukan titik cahaya yang semakin membesar, aku rasa itu jalan keluar dari lorong ini.

Sempat aku melirik, sekilas aku melihat ada beberapa orang di dalam ruangan! semuanya terlihat pucat!

"Rani! Tunggu!"

Ada yang memanggilku! itu suara Merli. Dia lantas menyusulku berlari dan aku dengan cepat meraih tangannya.

---*---

Aku melihatnya ketika Rendra tiba-tiba terjatuh dan tidak sadarkan diri. Leher Rendra diserangnya dengan api hitam yang telah berubah menjadi pisau, menggoroknya tanpa mendekati Rendra. Aku melihat beberapa orang seumuranku berada di sana dan mereka takut untuk mendekati kami. Aku meminta tolong tetapi tiba-tiba semua menjadi gelap gulita. Ini semua yang terakhir aku ingat. Kini, aku sedang berada di sebuah tempat di mana semuanya terlihat putih. Ya, aku kembali ke tempat kosong ini.

"Bagaimana bisa Rendra mati begitu cepat hanya dengan satu serangan?!" Aku berbicara sendiri sembari mengingat ingat kejadian sebelumnya yang aku alami.

"Mati? Apa maksudmu?"

Tanpa aku sadari Rendra berada di belakangku secara tiba-tiba. Ada setitik cahaya yang memikat perhatianku. Pergelangan tangannya, dia menggunakan gelang yang aku temukan sebelumnya. Gelang hitam toska dan satu berlian menghiasi. Baru aku sadari juga, keadaan kami berdua tidak sekotor sebelumnya, dan apa yang kami pakai berganti menjadi jubah hitam garis putih di bagian tepi yang panjangnya hingga betis. Baju dan celana berwarna hitam dan beberapa tali yang membuat jubah ini tidak akan terlepas dalam kondisi apapun. Dilengkapi dengan sepatu boot berwarna hitam juga. Pakaian apa ini?

"Kamu tahu apa yang ada di pikiranku dengan pakaian ini?" tanyaku pada Rendra sedikit berputar untuk melihat bagian belakangnya.

"Ya, sedikit konyol tapi menurutku ini lebih baik," ujar Rendra dengan santai.

"Oh iya, Sejak kapan kamu berada di situ?" Tanyaku curiga dan melihat matanya yang tajam itu.

"Sedari tadi, aku hanya ingat terakhir kali Seala mengubah apinya menjadi pisau dan menyayat leherku. Tetapi di sini luka itu tidak ada," Jelasnya lantas meraba leher hingga tengkuknya beberapa kali.

Semakin lama semakin kurasakan kehampaan di sini. Aku dan Rendra duduk berdampingan. Sesekali kami bertatap muka lalu melihat sekeliling kembali. Semuanya benar-benar terlihat putih.

"Gelang yang kamu gunakan sama sepertiku. Apa ini yang membuat kita memiliki hal seperti Seala? Bisa dikatakan seperti sihir kan? dan juga baju ini," Rendra bertanya lebih dalam pada suatu hal yang aku saja juga menanyakan hal itu.

Baru aku sadari juga aku telah menggunakan gelang yang sama dengan Rendra hanya saja milikku berwarna merah cerah.

"Kamu juga melihat ada beberapa orang seumuran kita sebelum kita berdua terjebak di sini?" Tanya Rendra sekali lagi lantas mendekatkan wajahnya padaku.

WILAYAH TAK TENTUWhere stories live. Discover now