25. DIAKHIRI

20 7 0
                                    


Harus aku cari kelemahannya. Dia kakak tertuaku, bagaimana bisa aku melampaui kekuatannya. Mungkin inilah sebabnya, dalam manipulasi perpindahan tempat saat itu aku terseret bersama teman-temanku. Karena tidak mungkin Siren dan Cimeries, Iblis rendah seperti mereka dapat mengelabuhiku sebagai keturunan raja.

Rendra tidak terlihat pada pandanganku sedari tadi. Aku mulai menjauh dari Bael, memaksakan tubuh ini untuk bertahan.

"Tidak aku sangka, kamu sudah sebesar ini, dan kita berdua bertarung untuk merebutkan tahta,"

Dia masih saja bertele-tele. Bahkan tanpa Mahkota ini, dia pun masih dapat mengendalikan iblis lain.

"Sejak kamu hidup berdampingan dengan manusia, kamu jadi memiliki rasa simpati. Rasa yang seharusnya tidak ada dalam jiwa kita! Harusnya kamu berpihak padaku, bukan mereka!" Pekiknya dari kejauhan.

Tangan kiriku masih bercucuran darah, aku mencoba menghentikan pendarahan ini, menutupnya dengan tangan kananku. Apa yang dikatakan Bael ada benarnya, bagaimana bisa aku memiliki rasa empati seperti manusia? Tetapi hal ini juga tidak bisa memungkiri karena telah lama aku berada di dunia manusia. Apalagi setelah berteman dengan mereka.

"Tidak akan aku biarkan tahta ini berada ditanganmu! Semuanya akan hancur ketika kamu yang memimpin!"

Rendra harus bersamaku saat ini, setidaknya dia dapat mengulur waktu agar aku bisa sejenak menyembuhkan lukaku.

Bael berjalan ke arahku. Mahkota yang muncul di kepalaku tidak bisa diambil begitu saja meski aku serahkan dengan cuma-cuma. Dia memang harus memusnahkanku, dan hanya keturunan raja lah yang dapat mewarisinya, jika seluruh saudaranya sudah mati bahkan orang tuanya dan hanya tersisa dirinya, itu akan menjadi miliknya. Namun aku tahu, jika semua itu terjadi, dengan sikap rakus Bael, dunia ini akan hancur, bisa jadi ... bisa jadi akan mempengaruhi dimensi yang lain, terutama dimensi dunia manusia.

ZLATSZ!

Dengan api hitam yang besar, pedang dari tangannya muncul kembali. Dia perlahan menghampiriku, sengaja datang dengan perlahan, kurasa dia senang melihat wajahku yang terdesak. Di sekeliling pedang itu mulai muncul percikan-percikan api. Pedang dengan kekuatannya.

Dalam hitungan kedipan mataku, Bael sudah berada di hadapanku dan siap untuk menebas leherku. Tubuhku masih tidak bisa aku perintah dengan sesuka hati karena luka yang disebabkan oleh Merli.

Aku tidak mau mati seperti ini, aku tidak ingin seperti ini!

SRAAK!!!

"Akbar! Maaf aku menjauh darimu, tapi kamu masih kuat dan baik-baik saja kan?"

Rendra muncul dari pepohonan dan segera mendekatiku. Posisi siaga dengan kuda-kuda dan di tangannya menggenggam sebuah pedang berwarna merah. Dia berbicara padaku, tetapi tidak melihatku, dia melihat ke arah Merli yang perlahan muncul dari balik pepohonan.

"Ya,"jawabku singkat.

Bael menjauh dariku dan menghampiri Merli. Merli diam begitu saja ketika Bael memintanya untuk berhenti.

Lagi-lagi wajahnya dia dekatkan pada Merli. Di saat serangan terhenti saat ini, aku mulai memulihkan luka di seluruh tubuhku ini.

"Apa yang akan kamu lakukan?!"

Rendra berteriak sekencang mungkin, dan saat aku dapati itu. Bael hendak mencium bibir Merli di depan kami. Sambil berucap "Mungkin akan aku nikmati dulu tubuhnya, baru aku lenyapkan," lalu lidah dia julurkan, begitu panjang.

Dalam-dalam aku menarik napas, melirik Rendra sesaat yang matanya melotot kepada Bael. Satu senti Bael nyaris berhasil mengecup bibir Merli dan saat itu pula...

CTPLAK!

Cahaya bercampur api milikku aku arahkan dengan cepat kepada Bael, dan sangat di sayangkan serangan ini bisa dia hindari, hanya mata kirinya yang terluka saat ini.

"Kekuatan besar ini! Sial! Ck!" dia berdecak setelah menjauh dari Merli karena seranganku.

Dia mulai merasakan kesakitan di depan mataku setelah setiap aku melihat matanya, dia selalu tersenyum sengit. Mulai keluar darah dari dalam perut melalui mulut dan hidungnya. Beberapa kali dia mengusapnya, darah itu tetap mengalir.

Dengan segera Rendra meraih kotak kristal yang aku sangkutkan pada tali tempat pedang di punggungku. Dia mengambilnya dengan cepat! membukanya dengan segera, mengambil isinya, membuang kotak itu! Berlari ke arah Merli, dari sini kecepatan Rendra telah meningkat.

ZLAATS!!

"RETOUR!" Sembari menyodorkan kristal pada Merli, Rendra mengucapkan mantra yang telah tertulis pada lembar dalam buku.

Dia berhasil menanamkan kristal itu ke dalam tubuh Merli melalui dadanya. Rendra menggendong Merli dan membawanya berada di sampingku. Kini aku yang berjalan mendekati Rafa, aku tahu dia sedang ketakutan disetiap langkahku menghampirinya. Salah satu matanya yang baik-baik saja dapat melihatku dengan jelas, begitu aku yang dapat melihat matanya melotot ke arahku dengan pupil yang bergerak tidak teratur.

"Bagaimana jika aku hanya berpura-pura kalah? Aku bisa saja membunuhmu kapan saja,"

Ucapku padanya, sedikit aku membungkukkan badan agar aku bisa melihat raut wajahnya dengan jelas ketika dia saat itu sedang dalam posisi salah satu kakinya naik untuk menahan tubuhnya. Aku menatap matanya tajam! aku balas dengan senyum seringai yang sebelumnya dia berikan padaku ketika dia menindasku.

"CK! SIAL!"

Lagi-lagi dia kabur, menghilang bersama semua sandera yang dia permainkan di sini sebelumnya. Aku membalikkan badanku untuk segera melihat keadaan Merli.

Rendra menungguku dengan posisi yang sama, berdiri menggendong Merli. Rendra masih terperangah ketika melihatku dapat membuat Bael kabur. Nyatanya, Bael hanya banyak omong dan menggertak, tidak aku sangka pula, dia melakukan semuanya hanya untuk membunuhku.

Meong!

Kucing berwarna abu abu garis toska, mata merah. Dia datang dari balik semak-semak, Menghampiri kami dengan sapa kecilnya. Sempat aku saling berpandang dengan Rendra. Kucing itu datang mendekat dan bertingkah manja di bawahku.

"Akbar!"

Karena terlalu fokus dengan kucing yang datang dengan tiba-tiba. Aku mendengar Rendra memanggilku. Ya! satu hal yang membuatnya seperti itu karena saat ini, tubuhku terjatuh, aku dapat melihat Rendra menatapku khawatir. Mataku berat untuk aku pertahankan membuka. Rendra terus saja memanggil namaku.

"Mengapa aku seperti ini?"

Semua menjadi sangat gelap.


WILAYAH TAK TENTUWhere stories live. Discover now