11. INGATAN

26 13 0
                                    

"Eh! Itu dia!!" seru Setyo.

"Apa?" tanya Riski melongok dari balik pohon.

"Rendra! Itu dia di sana!" seru Setyo lalu berlari.

Aku perlahan melihat apa yang ditunjuk oleh Setyo. Saat aku hendak mendapati wajah orang yang bernama Rendra, Rani dan yang lainnya berlari melaluiku. Aku tidak bisa melihat wajah orang itu dari bawah sini.

Ya! Mereka berada di atas bukit kecil, sedang berjalan turun. Aku ingin tahu apakah benar sebelumnya aku pernah mengenalnya.

"Apa?! kamu tidak ingat Merli? Kamu tanya Merli itu siapa?! Otak kalian berdua di mana sih!" ujar Riski dari atas sana terdengar.

Dia menyebut namaku. Membuatku tergopoh untuk segera naik menghampiri mereka semua. Kurasa ada yang aneh di sini. Tiba-tiba aku mengingat mereka, dan mereka menatapku. Apa ada yang salah dariku?

"Hei Merli! Masih saja lupa sama nih anak?" ujar Riski kepadaku sembari menyeret lengan orang yang dia panggil Rendra hingga orang itu terdorong.

'Tunggu! Dia Rendra!' batinku.

Melihat wajahnya, Aku mengingat apa yang terjadi sebelumnya, jelas sebelum aku berada di kelas. Tetes air mataku tidak hentinya untuk mengalir di setiap keadaan. Dari sini lah terkadang sisi cengengku terlihat.

"Kamu belum dengar penjelasanku tiba-tiba mendorongku di hadapan Merli, Ris! aku sebelumnya lupa, tetapi dalam satu keadaan aku mengingatnya, hanya saja samar tidak sejelas ini!" kudengar Rendra membalas kalimat Riski setelah dia berhadapan denganku.

Bleer!! Bleer!!

Goncangan tiba-tiba terasa. Gempa bumi? Bukan! Aku berpegangan pada lengan Rendra, dan yang lain segera mendekat untuk melindungi satu sama lain.

"Apa lagi ini?!" ujar Setyo.

"Seperti ada sesuatu di bawah tanah, kurasa!" sahut Akbar.

"Kalian benar! Apa itu yang muncul di bukit sana?!!" sergah Rani menunjuk bukit yang perlahan ujungnya membelah.

"Bukankah sebaiknya kita berlari? Rendra? Teman-teman?" ajakku dengan posisi kaki siap untuk berlari sembari pandanganku waspada dengan apa yang terjadi di atas sana.

"Lari!!" teriak Rendra.

Sesuatu yang muncul dari atas bukit itu adalah sesuatu yang lebih mengerikan! tidak pernah aku temui sekali pun aku hidup di duniaku. Di kejar oleh monster--bayangan-- bukan! Wujudnya seperti api, namun juga terlihat seperti asap, tetapi langkah kakinya terasa berat hingga dapat mengguncangkan seluruh bukit ini! Ada dua bola mata yang benar-benar besar berwarna kuning. Mahluk apa itu!

"Merli! kamu baik-baik saja?!" tanya Rendra tiba-tiba berada di sampingku.

"Kamu masih tanya sekarang aku baik-baik saja? Hah? Yang benar saja... Aku tidak baik-baik saja!!" jawabku dengan teriak dan terus berlari.

"Bukaan! Maksudku setelah kita keluar dari tempat putih itu!!" tanya Rendra lagi.

"Ya! Aku baik-baik saja..! kamu juga baik-baik saja kan?! Aku kira kamu menghilang di tempat itu," jawabku sembari masih berlari sembari teriak-teriak.

"Tempat apa yang kalian maksud?!" tanya Riski yang berlari di depan kami.

Sempat lupa bahwa mereka tidak mengerti apa yang telah aku alami sebelum terjadi hal seperti ini. Hanya aku dan Rendra yang mengetahuinya. Sempat aku saling berpandangan dengan Rendra kemudian dia mengangguk.

"Nanti saja kita jelaskan! Yang terpenting kita selamatkan diri dari monster apalah itu!!" teriak Rendra.

Cukup jauh kami berlari hingga aku lihat dari kejauhan seperti ruangan kecil dengan satu pintu. Aku tidak tahu bagaimana bisa ruangan itu berdiri sendiri di atas bukit ini tanpa penerangan. Apakah itu ruang bersembunyi? bukan bagi kami, tetapi sebelumnya. Aku melihat teman-temanku, kurasa mereka berpikiran sama denganku. Tanpa kode apapun Kami mempercepat berlari kami hingga sampai pada pintu itu yang aku rasa cukup untuk kami masuk namun tidak cukup untuk monster itu masuk.

Akbar yang dahulu membuka pintu dan menyuruh kami semua untuk masuk secara bergantian dan Akbar yang terakhir menutup pintu.

"Lorong? bukannya tadi dari luar terlihat hanya tempat yang kecil?" tanya Rani sembari melihat langit-langit.

Blar!!

Pintu yang tadinya tertutup kini berantakan! Makhluk itu telah menghancurkan pintunya. Teriakan kami sangat menjadi dan berusaha menjauh dari pintu itu. Tangan makhluk itu sempat masuk ke dalam untuk merogoh salah satu dari kami. Aku sedang berada di pelukan Rendra, kurasakan Akbar melihatku dengan tatapan sayu. Ada apa dengannya?

"Tutup mata kalian!" setelah menatap mataku, Akbar lalu berdiri dan mendekati pintu.

Aku ingin melarangnya untuk mendekat, tetapi Setyo memberhentikanku dengan memberiku tanda untuk diam saja. Meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya. Sepertinya dia tahu sesuatu.

Tiba-tiba saja hempasan angin sangat besar mengenai kami. Semakin dalam aku berada di dekapan Rendra, membuatku teringat kejadian saat kami hanya berdua diantara dua gedung. Kini aku mulai salah tingkah dan segera melepaskan dekapan Rendra dariku. Lalu aku melihat Akbar yang berdiri di sana. Guncangannya hilang.

"Apa yang terjadi?" tanyaku.

Akbar hanya menggelengkan kepala lalu mendekati kami. Dia duduk di sebelah Riski dan Rani. Sedikit menghela napas kemudian mengangkat tangan kanannya dengan jemarinya yang bergetar lalu menggenggam.

"Yang kalian maksud tadi tempat apa?" tanya Akbar dengan suaranya menggema.

Ruang kecil ini menjadi lorong yang panjang. Penerangan dari senter yang di bawa Rendra dan Akbar menjadi sumber cahaya saat ini.

"Entah aku tidak tahu tempat apa, yang jelas kami berdua berada di tempat..." ujarku terhenti dan melirik Rendra.

"Serba putih," timpal Rendra yang menyadari tatapanku.

"Espace Blanc?" aku mendengar Akbar mengumam dengan nada kecil.

"Lalu?" sahut Setyo.

"Kami terjatuh dan... tiba-tiba aku berada di bukit ini," jelas Rendra.

"Aku juga tiba-tiba berada di kelas dan tidak ingat apa-apa, bahkan aku tidak mengingatmu," timpalku.

"Oh iya Merli, aku baru sadar," ujar Rendra.

"Apa?"

"Mereka ini yang melihat kita... kamu ingat mengapa kita bisa berada di tempat putih itu?" ujar Rendra sembari menatap satu persatu wajah teman-teman.

"I-iya aku ingat," jawabku singkat lantas menundukkan kepala.

Aku juga baru sadar. Sebelumnya Rendra melihatku yang terbunuh. Aku juga melihatnya yang terbunuh. Itu berarti, dari sana lah ingatan kami mulai di manipulasi!

"Sekarang aku tanya pada kalian semua," ujar Rendra.

"Apa?" jawab Riski, Setyo, Akbar, Rani, Mila dan Dewi secara bersamaan.

"Kalian ingat bahwa aku dan Merli sebelumnya...sebelumnya sudah mati?" tanya Rendra ragu-ragu.

"Hah?! Mati? Yang benar kalian hilang dari kami," jawab Riski.

Pada akhirnya Riski menceritakan semua yang terjadi ketika kami hilang di lahap oleh cahaya. Benar-benar tidak percaya. Ingatan kami telah dibolak-balik. Lalu sekarang aku ingat mengapa aku berada di sini, mengapa kami terjerat pada dunia terbelit ini. Berawal dari taman rindang itu, kehilangan Rafa, dan kini kami terjebak di sini.

Semuanya seperti di alihkan hingga tujuan awal kami sampai di sini adalah untuk menyelamatkan Rafa yang aku rasa sudah menghilang cukup lama dan malam di sini terasa begitu panjang tanpa adanya tanda pagi.

"Akbar, apa kau tahu sesuatu? siapa kamu sebenarnya? bisakah kamu jangan menyembunyikannya lagi? kita sudah lelah dengan semua ini," pertanyaan Mila membuatku menatap perlahan mata Akbar.

Apa yang baru saja Mila katakan telah membuatku bergetar dan apa yang aku pikirkan kepada Akbar menjadi tidak karuan.

WILAYAH TAK TENTUUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum