3. MEMBUAT KAMI BINGUNG

121 35 47
                                    

"Rafa di mana?"

Setelah kejadian fenomena langit yang tetiba berubah, kini hilangnya teman kami membuat suasana semakin kacau. Sepanik ini kami ketika Rafa tidak ada pada pandangan kami karena dia seorang yang polos, lugu, buta arah. Bisa dikatakan dia terlihat belum mandiri dan selalu mengandalkan Rendra, teman baiknya sedari Rafa telah di selamatkannya dari rundungan dibangku SMA.

"Duh! Ke mana sih dia?!" Rendra masih kebingungan dan mondar mandir di hadapanku.

Wajar saja dia seperti itu, disisi lain keluarga Rafa juga menitipkan tanggung jawab Rafa kepada Rendra karena dia juga sudah menganggap Rafa sebagai adiknya sendiri. Nyaris di dekap emosi, raut wajahnya merengut sembari mencoba berjalan di sekeliling gazebo untuk memastikan apakah Rafa sekadar bersembunyi untuk bercanda.

"Rendra!" Tangan kuayunkan untuk memanggil Rendra menghampiri kami.

"Sini dulu, aku merasa aneh dengan kejadian barusan," sahut Setyo.

"Kalau memang benar dia bersembunyi, Oh! Atau mungkin dia membeli sesuatu, setidaknya sepatu juga dia pakai," sahut Setyo menenangkan Rendra namun memberi pernyataan yang membuat Rendra berhenti panik.

"Sialnya ponselnya juga tergeletak di sana," Lina menunjuk sebuah ponsel milik Rafa tergeletak tepat di sisi tasnya.

"Nah! Harus bagaimana aku menjelaskan pada ibunya ketika kita harus pulang sekarang?" Rendra mengangkat kedua tangannya lalu meletakkan ke kepalanya.

Kami diam tanpa kata. Menunggu Rafa, berharap dia tiba dari sisi mana pun dan menghampiri kami. Tetapi ada yang ganjil di perasaanku tentang Rafa. Aku tidak merasa Rafa pergi untuk membeli sesuatu aku merasa dia...

"Eh! Bukankah setelah Seala tadi datang, kita mengalami hal aneh, langit yang gelap dan hanya kita yang menyadari lalu Rafa yang menghilang," celetukku sembari membenahi rambutku yang terurai.

"Tunggu! Tapi, Mer. Sejak kita berlari menuju gazebo, Kurasa Rafa masih bersama kita,"

"Iya! Aku masih lihat waktu kita duduk di gazebo, dia masih membenahi tasnya lalu memandang langit," Lina berusaha meyakinkan juga kalau dia masih melihat Rafa bergabung dengan kami tadi.

"Sempat aku tadi mendengar bisikan, samar-samar karena aku saat itu sibuk main ponsel, jadi kurang fokus," Jawaban Rani membuat kami terdiam sesaat sambil mengarahkan tatapan kami padanya.

"Kau serius?!" Rendra mendekati Rani lantas memegang kedua lengannya dengan erat.

"Sst! Kalian kenapa? Tunggu saja teman kalian, dia juga sudah dewasa, kenapa panik seperti itu?!" Sepertinya bapak-bapak itu terganggu hingga suaranya sedikit lantang.

"Maafkan kami, pak" sahut Setyo lalu menarik kami menjauh dari gajebo itu dan akhirnya kami perlahan berjalan menuju parkir motor.

Rendra yang meneteng tas dan sepatu milik Rafa, raut wajahnya sangat menandakan dia berpikir ada di mana Rafa.

"Loh?! Kok tiba-tiba tidak ada sinyal?!" Lina memecah kebingungan kami.

Lantas kami semua mengecek ponsel masing-masing. Benar, sinyal hilang juga. Ada apa ini?! Disusul langit menjadi sangat gelap hingga aku tidak bisa melihat tanganku sendiri yang sengaja aku angkat menghadap wajahku. Angin berhembus sangat kencang, tubuhku bergetar ketakutan, aku tidak takut gelap, aku hanya takut kesunyian dalam gelap yang saat ini aku rasakan.

"Rendra?" lirihku.

Dia yang aku panggil pertama, entah ada apa, dia yang selalu ada dalam pikiranku walau sebenarnya aku bukan siapa-siapa untuk dia.

"Ya? Merli kan? Kau di mana?"

Suaranya sangat dekat, sepertinya ini hanya manipulasi pembiasan pada mata namun mengapa segelap ini.

WILAYAH TAK TENTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang