24. KEMBALILAH

17 9 0
                                    


Aku tidak bisa memungkiri bahwa sekarang aku harus melawan seseorang yang aku cintai selama ini.

Harus aku apakan dia agar batu yang aku bawa dapat berada di dadanya. Aku masih mewaspadai setiap gerakan Merli. Dia menatapku dengan mata kosong, dengan pedang yang hendak dia ayunkan untuk membelah tubuhku. Wajah datar tanpa menunjukkan ekspresi apapun.

"Merli, kamu serius akan membunuhku dengan cara seperti ini?!" gumamku melihat pedangnya mengayun ke padaku.

Mau bagaimana pun aku berkata, dia tidak akan mendengarkannya. Tubuhku terasa ringan ketika berhasil menghindari serangannya. Dengan hal ini, aku terus menghindari serangannya.

KLANGG!

KLANGG!

KLANGG!

Pedang runcing tipis panjang itu telah aku tangkis dengan api yang aku arahkan kepadanya. Aku terus saja berteriak untuk memanggil namanya. Bertujuan agar dia bisa sadar dengan sendirinya.

Sesaat aku melihat Akbar tersungkur di hadapan Rafa -- Tidak!-- dia Bael, kakak tertua Akbar. Entah apa yang mereka bicarakan, aku harus fokus kepada Merli. Meskipun dia berusaha membunuhku, aku akan berusaha untuk tidak melukai tubuhnya.

Sudah cukup aku membenci diriku sendiri karena penyesalan, aku harus segera menghidupkan Merli dengan batu kristal itu. Harus aku cari kelemahan dari kekuatan Bael untuk mengendalikan orang mati.

"Bagaimana bisa kamu berdiri di sini sedangkan aku telah menangisimu berhari-hari saat kamu meninggalkanku, Mer!"

Dia masih terus mendekatiku dengan serangan yang sama. Tentu, aku menangkisnya dengan api-apiku.

"Sadar, Merli! Aku tidak ingin kamu kalah dari tanganku! dan aku tidak ingin kita saling melukai seperti ini!"

Aku tidak telaten. kujadikan api ini menjadi pedang yang wujudnya sama seperti milik Merli. Hanya warna biru yang membedakan dari miliknya. Sekarang aku terpisah dengan Akbar, dia tidak lagi terlihat oleh mataku.

SRANG!

KLANG!

SRANG!

Cepat sekali dia mengayunkan pedang itu dengan satu tangan. Jubahnya berkibar karena kecepatannya menyerangku.

Kini, Pedang kami berdua bertautan saling menahan. Dia masih menatapku dengan tatapan yang sama.

"Hiduplah kembali, aku merindukanmu!" ujarku menatap matanya dalam-dalam.

Seharusnya Bael yang harus aku bunuh, mungkin dengan itu Merli dapat tersadar. Jika memang akhirnya Merli akan menjadi salah satu budak Bael, lebih baik dia mati dan aku tidak pernah bertemu dengannya daripada harus menjadi lawannya seperti ini.

Angin mulai kembali untuk hadir menerpa. Saat itu juga mengalir air mata di wajah Merli. Satu titik terang yang tidak akan membuatku berpikir panjang. Sudah pasti dia tidak menginginkan hal ini terjadi. Aku sadar akan kondisinya, mau bagaimana pun dia menolak, Bael lah yang mengendalikannya. Memberontak pun percuma jika sihir yang membuat Merli menyerangku tidak menghilang.

"R-endra,"

Terdengar pelan, bibirnya membuka untuk mengucapkan namaku meski dengan terbata. Jiwanya masih ada dari dalam kesadarannya. Aku harus segera menghampiri Akbar untuk mengambil batu itu. Akan aku jadikan Merli mengikutiku dan 2 lawan 2 akan di mulai malam ini juga.

Demi dirimu, Merli. Bahkan mati ditanganmu akan aku lakukan jika itu dapat membuatmu hidup kembali.


WILAYAH TAK TENTUWhere stories live. Discover now