10. PENCARIAN

74 17 26
                                    

Ada yang salah denganku. Aku memang merasa ada yang salah denganku. Ada yang mengganjal dalam hati. Rendra, mereka menyebut namanya berkali-kali.

"Ah! Sudahlah! Kita cari dia sekarang!" ujar Riski kesal.

Aku bingung apa yang sebelumnya terjadi. Apa benar tadinya aku bersama orang yang bernama Rendra? Jika memang iya, kenapa aku tidak bisa mengingatnya?

"Ada yang salah dariku," ujarku pelan.

"Memang! Kamu ini kenapa?! Tiba-tiba menghilang, pas ketemu ada di kelas, di tanya Rendra ke mana malah tanya balik siapa dia! Maksudmu apa?!" geram Riski sembari berjalan cepat memimpin.

"Maaf aku benar-benar tidak tahu apa-apa," ucapku.

Ya, mereka diam. Tidak ada yang melihatku. Kurasa mereka semua memang kesal padaku. Lalu, aku harus bagaimana? kali ini aku hanya menunduk, berjalan di barisan paling belakang. Aku benar-benar merasa bersalah.

"Kamu tahu kenapa kita di sini?"

"Merli! Aku bicara padamu!" lanjut Riski dengan nada bicaranya masih meninggi.

"Aku tidak tahu," jawabku masih penuh rasa bersalah.

"Menyebalkan! Menyebalkan lagi di mana sekarang si Rendra. Menyebalkan! Gara-gara kalian berdua, kita jadi terpisah kan!" geram Riski kembali. Dia terus saja mengoceh tidak karuan.

"Sudahlah Ris, jangan emosi melulu, semua pasti ada jalan keluarnya," sahut Setyo.

"Sepertinya memang lebih efektif berpencar," timpal Rani.

"Hah? Maksudmu apa?!" ujar Riski memberhentikan langkahnya dan menunjukkan wajah marah.

"Buktinya kita tadi terpencar dan menemukan Merli, Siapa tahu yang lain sudah menemukan Rendra, atau bisa saja mereka sudah menemukan Rafa," ujar Rani menjelaskan.

"Rafa? Siapa lagi dia?" tanyaku kepada Rani hingga menghentikan langkahnya dengan menarik lengan bajunya.

"Kamu!" pekik Riski yang hampir saja memukulku.

"Kudah cukup, Ris!" sahut Setyo.

Aku berniat untuk diam tetapi aku melanggar itu, aku tidak bisa membiarkan apa yang jadi pertanyaan tidak segera aku tanyakan, contohnya tentang dua nama yang tidak aku kenali siapa mereka. Aku tahu Riski sangat marah karena ada satu hal yang mungkin... mungkin sangat menghawatirkan.

Riski membalikkan badannya dan kembali melangkah. Kami baru sadar, telah melewati lorong dengan beberapa... bukan---banyak pintu berwarna coklat tua di sisi kanan-kiri. Pintu dengan dua daun pintu. Cukup besar. Membuatku terhenti ketika menyadari entah dari mana kami bisa memasuki lorong ini.

Pikirku, apakah kami berada di sini dengan tujuan Rafa atau Rendra? Kenapa bisa terjadi? Apa kesalahan yang kami buat hingga memasuki dunia tidak masuk akal ini.

Aku masih terhenti dan yang lain tetap dengan langkah mereka. Aku penasaran dengan pintu ini. Perlahan aku genggam gagang pintu yang berwarna hitam. Tidak ada debu yang terasa di kulitku. Memang terlihat bersih namun di sekelilingnya terutama lorong ini sangat kotor, berdebu dan banyak sarang laba-laba. Memang tidak ada lampu. Tetapi ada cahaya di ujung sana yang menyorot menerangi jalan kami.

Ngiik!

"Merli! Apa-apaan kamu!" ujar Riski yang menyadari aku telah membuka pintu ini.

Aku masih berdiri di depan pintu itu dan belum sempat melihat isinya lantas melihat Riski yang tergesah berjalan ke arahku. Aku hanya menatapnya heran. Apa salahnya aku membuka pintu ini? Memang akan ada bahaya apa? Bukankah ini hanya sebuah... sebuah tempat kosong? dunia yang kosong?

WILAYAH TAK TENTUWhere stories live. Discover now