1 | Kamu familiar

22.5K 969 7
                                    

London hari ini terasa berbeda. Setelah hampir seminggu mengurung diri di kamar hotel, hari ini akhirnya Jena bangun dengan bersemangat dan memutuskan untuk berjalan-jalan. Dia segera mandi, berpakaian, lalu keluar dari hotel untuk mencari udara segar.

Bukan hanya udara segar yang didapatnya, tapi juga udara musim dingin London yang langsung menyerang semua bagian kulitnya yang tidak terbungkus pakaian saat ia keluar dari hotel. Dia merapatkan syal yang membungkus lehernya dan mulai berjalan menyusuri Old Park Lane. Saat melihat kafe di ujung jalan dia berhenti dan memutuskan untuk sarapan di sana.

Kafe itu mungil, interiornya didominasi oleh furniture dari kayu berwarna coklat tua dan dinding berwarna merah marun. Agak aneh menurut Jena, karena warna-warna gelap itu membuat kafe yang tidak terlalu luas terlihat semakin sempit. Tapi di sini sangat hangat.

Jena memilih duduk di pojok kafe dan membelakangi jalanan London yang cukup sibuk. Dia tidak ingin orang yang berlalu lalang di jalanan membuatnya pusing, dia ingin mempertahankan moodnya yang sedang bagus hari itu.

Dia memesan English breaksfast tea dan muffin keju kepada pelayan yang menghampirinya lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe setelah pelayan itu pergi. Saat itulah dia menyadari bahwa yang duduk di meja sebelahnya adalah Mahardika Marsh, aktor papan atas Indonesia. Film-filmnya tidak terlalu banyak, tapi semuanya berkualitas, bahkan sering tayang di festival film internasional. Itulah yang membuat Jena selalu pergi ke bioskop setiap ada nama Mahardika Marsh di credit film.

Pria itu sedang asik dengan ponselnya sehingga tidak sadar Jena sedang memandanginya. Rambutnya yang ikal terlihat agak kepanjangan, mungkin sudah waktunya dia cukur rambut. Kulitnya tidak seputih yang Jena lihat di tv, mungkin karena dia habis berjemur di pantai atau menjelajahi gurun pasir di suatu tempat. Mahardika Marsh memang terkenal selain sebagai aktor, juga sebagai traveller.

Wajahnya yang blasteran memang benar-benar enak untuk dipandang, pantas saja dia punya begitu banyak penggemar, terutama perempuan. Tas ransel besar di kursi sebelahnya menunjukkan bahwa dia baru sampai di London dan belum check in di hotel.

Jena dikagetkan oleh kedatangan pelayan yang membawa pesanannya. Saat dia akan menyeruput tehnya, ponselnya berdering memberitahunya bahwa Mama menelepon.

"Halo."

"Iya, Jena baik-baik aja di sini."

"Besok pesawat Jena berangkat jam 2 siang waktu sini."

"Miss you too, bye."

¤¤¤¤

Dika mendengar suara wanita berbahasa Indonesia di sebelahnya. Otomatis kepalanya menengok ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang wanita muda sedang berbicara di telepon. Dika mengamatinya dan entah kenapa dia merasa wanita itu familiar. Sepertinya wanita itu tidak tahu kalau dia adalah seorang aktor terkenal. Dika memutuskan untuk menghampirinya.

“Selamat pagi," sapa Dika.

"Pagi."

"Oh ternyata benar kamu orang Indonesia. Tadi saya rasanya mendengar orang ngomong Bahasa Indonesia."

"Iya saya orang Indonesia."

Dika melihat wanita itu bingung, mungkin dia heran kenapa tiba-tiba Dika mengajaknya mengobrol. Tapi wanita itu mengembangkan senyumnya pada Dika.

"Boleh saya duduk di sini? Rasanya lebih enak kalau bisa ngobrol dengan yang sebangsa dan setanah air."

"Oh iya silakan," jawab wanita itu dengan tawa sopan yang agak dipaksakan.

TROUVAILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang