11 | Marsha Wibisana

5.9K 443 5
                                    


Keesokan harinya Jena terbangun dan merasa kehilangan arah. Dia tidak ingat masuk ke kamar untuk tidur. Lalu bagaimana dia bisa bangun di atas tempat tidurnya? Kemudian dia ingat dia berbaring di pangkuan Dika dan tertidur saat Dika mengatakan bahwa dia cantik, pintar, dan sebagainya. Apa Dika yang menggendongnya ke tempat tidur? Dia keluar dari kamar dan tidak melihat Dika di ruang tv atau di dapur, mungkin dia masih tidur, pikir Jena. Dia memutuskan untuk mandi dulu baru membuat sarapan.

Saat keluar dari kamar mandi, Jena mendapati Dika sedang membuat sesuatu di dapur. Wanginya seperti keju yang digoreng. Jena pun duduk di kursi di meja dapur.

"Morning. Kamu bikin apa?"

"Morning. Cuma omelet. Nggak apa-apa kan cuma sarapan omelet?"

"Bukannya kemarin kamu bilang tugas saya buat masak di sini?"

"Saya bilang kalau memungkinkan. Nah, sekarang saya sudah lapar tapi kamu masih di kamar mandi jadi saya bikin sarapan sendiri." kata Dika sambil meletakkan dua piring di atas meja lalu duduk di sebelah Jena. Mereka makan dalam diam lalu bersiap-siap untuk berangkat.

"Hmmm, nanti habis meeting sama wardrobe saya masih lanjut script reading. Mendingan kamu bawa Mazda saya supaya nanti kamu nggak perlu nunggu saya sampai selesai."

"Bilang aja kamu mau saya pulang duluan supaya bisa masakin makan malam buat kamu."

"Ya, salah satunya itu," tawa Dika.

Mereka pun berangkat dengan mobil masing-masing. Sepanjang jalan Jena merasa gugup karena akan bertemu dengan artis-artis terkenal pemain film ini. Tapi ternyata mereka semua baik dan sangat membantu. Meeting pun berjalan dengan lancar dan Jena sudah bisa pulang selepas tengah hari. Sedangkan Dika, seperti rencana awal, akan melanjutkan script reading.

Setelah sampai di apartemen Dika, Jena segera menggelar sketch book-nya dan mulai merancang kostum untuk kebutuhan film sesuai dengan arahan Mas Beni. Sekitar jam empat sore ternyata Dika sudah pulang, lebih cepat dari biasanya. Dia duduk di sebelah Jena di karpet dan menonton tv.

Berada begitu dekat dengan Dika membuat hati Jena merasa tenang, tapi tidak dengan otaknya. Mendadak dia merasa buntu dan tidak bisa melanjutkan pekerjaannya. Maka dia menutup bukunya dan mengeluarkan ponselnya untuk membuka instagram. Dia tidak memiliki instagtam pribadi, hanya instagram butiknya yang dikelola oleh salah satu karyawannya. Dia melihat tidak ada masalah dalam jual beli online butiknya, kemudian dia membuka profil instagram Dika. Dika sudah menambahkan beberapa foto dari terakhir kali dia mampir di profil Dika. Dia menelusuri foto itu satu persatu dan mengenali bahwa itu adalah foto-foto yang diambil Dika selama di Bandung. Sebagian besar pemandangan di Dusun Bambu, tapi ada juga foto yang dia ambil di PVJ, bahkan salah satu sudut butik Jena yang dia desain senyaman mungkin untuk para pelanggan bisa duduk dan meluruskan kaki mereka.

Kemudian dia melihat fotonya, foto candid dirinya yang sedang berdiri di tengah-tengah taman bunga Arimbi dengan rambut yang berkibar tertiup angin menutupi sebagian wajahnya. Dia melihat caption foto itu berbunyi 'Most beautiful flower'. Harus dia akui kemampuan Dika memotret sungguh luar biasa, Jena bahkan terlihat cantik di foto itu. Kemudian dia melihat komentar orang-orang tentang foto itu. Kebanyakan bernada positif, ada yang menulis 'Hore, akhirnya Mas Dika punya pacar', ada juga 'Mbaknya cantik, go public dong', bahkan ada yang bertanya 'Kapan nikahnya?'.

"Kamu post muka orang juga akhirnya," kata Jena sambil menunjukkan foto itu pada Dika.

"I told you, there's always the first time for everything."

"Follower kamu jadi berspekulasi tuh."

"Spekulasi kalau kamu itu pacar saya? Saya juga maunya gitu."

TROUVAILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang