19 | Syuting

5.2K 338 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama syuting. Sekitar jam delapan pagi, semua kru dan pemain film sudah ada di lokasi. Mbak Anggi mengumpulkan mereka semua untuk berdoa bersama dan memotong tumpeng tanda dimulainya proses syuting. Setelah doa bersama, kru kembali ke pos masing-masing dan para pemain mulai di rias wajahnya.

Jena, Celia, dan kru wardrobe lainnya mulai mempersiapkan pakaian yang akan dipakai hari itu di ruang ganti. Para aktor dan aktris itu kemudian memakai kostum mereka. Celia bertugas mengambil foto mereka dengan kostum masing-masing supaya tidak ada kesalahan kostum saat mereka syuting dengan kostum yang sama tapi di waktu atau tempat yang berbeda.

Syuting pertama mereka hari itu adalah adegan saat Juna, tokoh yang diperankan Dika akan menemui orang tua dari Siska, tokoh yang diperankan Adelia Zahra. Jena menonton proses syuting yang sedang berlangsung bersama kru lain yang ada di set. Dia memperhatikan bahwa Dika benar-benar total dalam berakting. Dia terlihat sangat gugup saat menghadapi orang tua Siska untuk melamarnya, padahal dia tidak pernah melakukan hal itu.

Tapi tunggu, dia melamar Jena di Pulo Cinta, berarti dia sudah bicara dengan ibunya tentang hal ini. Ya Tuhan, apa yang dikatakan ibunya pada Dika? Dan apa yang dikatakan Dika pada ibunya? Bagaimana dia meyakinkan ibunya untuk merestui mereka? Apa Dika juga gugup seperti Juna saat bicara dengan ibunya? Jena yakin Dika tidak akan segugup Juna saat menghadapi ibunya. Dika bukan Juna. Dika hanya berakting dan aktingnya ini benar-benar natural. Pantas saja gajinya sebagai aktor sangat besar.

Tiga minggu pertama proses syuting berjalan lancar dan tidak terlalu melelahkan. Jena bahkan sangat menikmati waktunya saat menonton Dika berakting di depan kamera. Akting Dika sungguh hebat dan Adel juga bisa mengimbanginya dan menciptakan hubungan luar biasa yang biasa orang sebut chemistry. Yang paling wah dari semua itu, Jena melihat beberapa orang di set ikut menangis saat Dika syuting adegan menangis. Tangisannya asli, Jena tidak tahu bagaimana caranya Dika bisa menangis dengan begitu menyakitkan di depan banyak orang. Jena yakin film ini akan berhasil meluluh lantakkan emosi para penonton nantinya.

Minggu keempat datang dan mereka mulai syuting adegan di malam hari sampai dini hari. Jena mulai kewalahan dengan kondisi tubuhnya. Asmanya mulai sering menyerang, walaupun tidak parah, dan dia mulai terserang flu juga karena sering berada di udara malam. Hal ini tidak luput dari perhatian Dika, dia semakin ketat mengawasi Jena supaya tetap makan sehari tiga kali. Tapi bahkan Dika pun menyerah tentang tidur minimal enam jam sehari.

"Kamu sudah janji untuk tidur minimal enam jam sehari," kata Dika pada suatu hari saat Jena sedang memasang dasi di leher Dika di ruang ganti.

"I tried, tapi kamu tahu sendiri jadwal kita nggak memungkinkan kan."

"Terus kamu mau maksain diri kamu terus? Sampai kapan? Kantong mata kamu sampai punya kantong mata tuh, lihat!" Dika menghadapkan badan Jena ke cermin. "Kamu kan bisa gantian sama Celia buat standby di set," tambahnya.

"Dan melewatkan kesempatan buat melihat kamu berakting? No, thank you," bisik Jena, lalu dia mengecup pipi Dika dengan lembut.

Dika merengkuh wajah Jena dan bibirnya tinggal berjarak dua senti dari bibir Jena saat seseorang masuk dan berteriak, "Mas Dika, on set in five min- Astagfirullah!"

Dika dan Jena segera menjauh satu langkah dari satu sama lain, sedangkan Desi, kru yang tiba-tiba masuk tadi masih terpana melihat mereka.

"Ada apa, Des?" kata Dika.

"Oh, oh, Mas Dika...on set...lima menit. Aku...aku...maaf ya." Desi tergagap.

TROUVAILLEWhere stories live. Discover now