2 | A New Memory

12.3K 759 5
                                    

Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya lalu mendekatkan benda itu ke mulutnya dan cepat-cepat memasukkannya lagi ke dalam tas. Tapi dia tahu bahwa itu adalah inhaler.

"Kamu asma?" tanyanya menegaskan apa yang ada di pikirannya.

"Iya."

"Jadi itu penyebab kamu pingsan waktu itu?"

"Pingsan? Maksud kamu?"

Tentu saja Jena terlihat bingung, dia kan tidak mengenali Dika sebagai kakak tingkat yang dulu membawanya ke klinik kampus.

"Dulu kamu pernah pingsan di depan base camp pecinta alam waktu kita kuliah, terus saya bawa kamu ke klinik kampus sampai akhirnya saya ditinggal teman-teman saya ke Bromo."

Jena terlihat merenung sebentar, mencoba menggali ingatannya, kemudian berseru, "Ooh kamu kakak tingkat gondrong yang gendong saya ke klinik terus mondar-mandir sambil bawa ransel besar itu kan? Ya, saya ingat kamu sekarang. Wah, saya nggak nyangka loh. Kamu beda banget sama waktu kuliah dulu. Dulu kamu gondrong dan jenggotan kan. Eh, tapi ko rasanya saya nggak pernah lihat kamu lagi di kampus?"

"Jadi waktu itu kamu pingsan gara-gara asma kamu kambuh?" tanya Dika mengabaikan pertanyaan Jena.

"Bukan, kalau asma saya kambuh sampai saya pingsan dan kamu cuma bawa saya ke klinik kampus saya bisa mati waktu itu. Waktu itu saya cuma lagi datang bulan dan perut saya kram," jawab Jena sambil setengah tertawa.

"It's not really funny, you know? Gimana kalau waktu itu kamu benar-benar pingsan karena asma dan saya ga tau kalau saya harus bawa kamu ke rumah sakit?"

"Mmm..."

"Kamu pernah pingsan gara-gara asma dan masuk rumah sakit?"

"Sekali. Waktu saya begadang bermalam-malam buat ngerjain skripsi. Asma saya kambuh yang keempat kalinya hari itu, inhaler nggak membantu, ibu saya bawa saya ke rumah sakit, saya pingsan di pintu UGD dan bangun di ruang ICU dua hari kemudian. Penderita asma memang harusnya nggak boleh terlalu capek dan stress, tapi ya kamu tahu sendirilah gimana repotnya ngerjain skripsi"

Dika bisa merasakan mukanya berubah semakin pucat mendengar kata demi kata yang diucapkan Jena. Ya Tuhan, perempuan ini benar-benar rapuh, pikirnya. Dia merasakan keinginan untuk melindungi Jena tumbuh makin besar. Dia tidak menyangka bisa jatuh cinta secepat itu. Ya tidak secepat itu, dia sudah jatuh cinta pada Jena semenjak mereka bertemu di kampus kan, hanya takdir memisahkan mereka saat itu.

Tak terasa mereka pun sampai di Winter Wonderland. Hidung Jena sudah memerah dan mukanya pucat kedinginan. Tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan atau sesak napas lagi.

"Enough about me. Sekarang ceritakan tentang kamu. Kenapa saya nggak pernah lihat kamu lagi di kampus?"

Dika ragu-ragu, dia sebenarnya tidak ingin menceritakan masa kelamnya saat itu. Tapi dia tidak ingin Jena merasa dia tidak mempercayainya, maka diapun memutuskan untuk menceritakan semuanya.

"Naik itu yuk, mungkin agak hangat di dalamnya. Nanti saya cerita di sana," katanya sambil menunjuk The Giant Wheel, bianglala raksasa setinggi 60 meter yang akan menyuguhkan pemandangan Hyde Park saat kita ada di puncaknya.

TROUVAILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang