26 | Menghilang

4.8K 336 8
                                    

Beberapa hari kemudian Jena diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dika sebenarnya ingin Jena tinggal di apartemennya tapi dia sendiri sedang sibuk dengan jadwal promo filmnya yang padat dan membuatnya jarang berada di rumah. Akhirnya dia merelakan Jena pulang ke rumah ibunya di Bandung.

Sore itu mereka sampai di Bandung. Jena sudah tidak sabar untuk segera kembali bekerja tapi Dika membuatnya berjanji untuk lebih memperhatikan kondisi tubuhnya. Dika kembali ke Jakarta hari itu juga karena besoknya dia harus berangkat ke Makassar untuk promosi filmnya.

"Kamu pasti kesini setiap ada waktu luang kan?" kata Jena pada Dika. Dia lagi-lagi sudah merindukan pria itu bahkan sebelum mereka berpisah.

"Pasti. Tapi saya nggak janji bisa ajak kamu liburan lagi dalam waktu dekat."

"Asal bisa ketemu kamu juga cukup kok. Kamu hati-hati ya."

"Okay. I love you." Dika mencium dahi Jena kemudian masuk ke mobilnya.

"Telepon kalau udah sampai ya."

"Take care, Jena." Dan Dika pun pergi.

¤¤¤¤

Beberapa bulan berikutnya, Jena dan Dika sangat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dika masih sibuk dengan promo filmnya dan beberapa pekerjaan lainnya. Jena sibuk dengan clothing line-nya yang semakin terkenal karena namanya muncul di kredit film. Celia dan Yoga bahkan akhirnya menyerah dan memutuskan untuk menyewa wedding organizer untuk mempersiapkan pernikahan mereka karena mereka juga sangat sibuk.

Clothing line-nya mulai mendapat tawaran untuk bekerja sama dengan media cetak maupun media televisi. Jena pun akhirnya mempekerjakan seorang asisten pribadi untuk membantunya.
Jena sangat merindukan Dika. Saking sibuknya, mereka bahkan pernah tidak bertemu selama hampir sebulan. Biarpun komunikasi di antara mereka tetap berjalan lewat telepon dan pesan-pesan singkat.

Hari ini sudah hari ke empat belas sejak Jena terakhir kali bertemu Dika di pernikahan Yoga dan Celia. Dua pengantin baru itu bahkan sudah pulang dari bulan madu singkat mereka, tapi Jena masih belum sempat bertemu Dika.

Beberapa hari belakangan Jena merasa sikap Dika agak aneh karena setiap kali Jena meneleponnya, Dika selalu melontarkan alasan untuk buru-buru menutup teleponnya. Pesan-pesan singkatnya juga hanya sesekali dibalas oleh pria itu. Tapi Jena tidak mau terlalu memikirkannya, mungkin Dika benar-benar sibuk sehingga terkesan mengacuhkannya.

Saat sedang makan siang di kantornya hari itu, Jena sudah menekan nomor kontak Dika saat ponselnya berdering. Ternyata Dika meneleponnya.

"Halo, Dika."

"Jena. Besok kamu sibuk nggak?"

"Kenapa memangnya?"

"Kalau boleh besok saya mau ke Bandung."

"Sejak kapan kamu minta ijin mau ke Bandung?"

Ini aneh, pikir Jena. Dika biasanya tiba-tiba muncul di salah satu butiknya atau di rumahnya jika dia datang ke Bandung.

"Erm, nggak apa-apa. Takut kamu sibuk aja. Ada yang harus saya omongin sama kamu."

"Tentang?"

"Besok saja kita ngobrol ya."

"Kamu nggak lagi bikin rencana surprise kan? You know that I don't like surprise."

TROUVAILLEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora