33 | Let's Get Married, Again

8.7K 405 10
                                    

Dika keluar dari mobilnya dan segera berlari ke gedung apartemennya karena hujan mulai turun. Saat akan membuka kunci pintu apartemennya, dia sadar bahwa pintu itu tidak terkunci. Dia ingat betul dia sudah mengunci pintunya sebelum berangkat tadi. Jadi siapa yang masuk ke apartemennya? Apa ada pencuri?

Dia membuka pintu pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara. Ada yang sudah menyalakan lampu-lampu di apartemennya. Dika lalu mengendap-endap mengambil sapu di sebelah mesin cucinya. Dia melihat sekeliling dan merasa tidak ada benda yang hilang. Semua barangnya masih berada di tempatnya.

Masih mengendap-endap, Dika berjalan ke kamarnya. Begitu masuk ke kamar dia menyadari bahwa pintu balkonnya terbuka dan ada siluet seseorang di balik tirai tipis yang menutupi jendela balkon. Dia berjalan mendekat dan sudah bersiap untuk menyerang penyusup yang masuk ke rumahnya itu saat menyadari dia mengenal siluet itu, sangat mengenalnya.

Ya Tuhan, Jena ada disini. Jena yang sangat dia rindukan ada di sini. Tapi apa yang dilakukan wanita itu di balkonnya sementara hujan sedang turun? Dasar Jena!

Dika meletakkan sapu yang dia pegang di lantai lalu berjalan menghampiri Jena dan membawa wanita itu masuk ke kamarnya. Dia lalu menarik selimut di tempat tidurnya dan menyampirkan selimut itu di tubuh Jena yang sudah setengah basah.

"Kamu ngapain hujan-hujanan di balkon?! Kalau kamu sakit atau asma kamu kambuh gimana?! Kalau saya nggak datang saat ini dan kamu sendirian pas asma kamu kambuh gimana?! Mau sampai kapan kamu nggak peduli sama kesehatan kamu?! Mana pintu nggak kamu kunci! Kalau ada orang jahat masuk dan nyelakain kamu gimana?!" Dika setengah berteriak pada Jena.

Dia tidak peduli pada jantungnya yang bertalu-talu menyakitkan di balik tulang rusuknya, atau pada kenyataan bahwa raut wajah Jena seperti orang yang baru saja didatangi pocong. Dia luar biasa khawatir melihat Jena. Ingin sekali rasanya dia memeluk dan mencium wanita di depannya ini. Tapi dia menahan dirinya. Mereka sudah selesai, mereka tidak bersama lagi.

Jena hanya memandanginya tanpa berkata apa-apa. Selama beberapa detik mereka saling menatap mata satu sama lain. Lalu tiba-tiba setetes air mata jatuh ke pipi Jena.

"Jena..."

"Saya kangen kamu juga, Dika." Wanita itu berkata dengan suara tercekat menahan tangis.

"Oh, Jena."

Kata-kata Jena meruntuhkan tembok pertahanan yang Dika bangun dengan susah payah beberapa hari ini. Dia tidak bisa menahan dirinya lagi. Dengan tergesa-gesa ia meraih Jena ke dalam pelukannya dan memeluk wanita itu dengan sangat erat seolah-olah dia akan mati jika pelukannya terlepas. Dia tidak peduli jika Jena tidak bisa bernapas karena pelukannya. Dia hanya ingin Jena tahu bahwa dia masih mencintainya, selalu mencintainya.

¤¤¤¤

Dika memeluknya, pelukan yang sangat dia rindukan. Ya Tuhan, dia sangat mencintai pria ini. Tanpa sadar Jena mulai sesenggukan di dada Dika. Dia juga bisa merasakan tubuh Dika bergetar karena isakan tertahan yang keluar dari mulut pria di pelukannya ini.

Mereka berpelukan dan menangis bersama. Meluapkan semua rasa yang terpendam dan mengendap sejak mereka berpisah. Semua kerinduan, semua keputusasaan, semua kekecewaan, semua sakit hati, semua kemarahan, dan semua cinta yang mereka kubur, meledak secara bersamaan.

Rasanya luar biasa, seperti tiba-tiba mendarat di trampolin setelah jatuh dari ketinggian, seperti menemukan saklar lampu di kegelapan, seperti meraih orang yang paling dicintai ke dalam pelukan.

Dika tak henti-hentinya membisikkan 'forgive me' ke telinga Jena di sela-sela isakannya . Laki-laki itu benar-benar menyesal telah meninggalkan Jena. Dia menyesal telah menorehkan luka yang begitu dalam di hati Jena.

TROUVAILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang