5 | Dusun Bambu

8.8K 611 1
                                    

Jena tidak berkomentar apa-apa terhadap ucapan Dika dan mereka pun larut dalam pikiran masing-masing. Jena sadar bahwa selama ini Dika memang mencintainya, tapi apakah dia bisa membalas perasaan Dika?

Dika tahu kata-katanya barusan akan membuat Jena memikirkan akan dibawa kemana hubungan mereka. Memang sudah jelas Jena hanya menganggapnya sebagai teman atau sahabat atau apalah, tapi dia tahu Jena sendiri belum bisa memastikan perasaannya pada Dika. Dan dia ingin lebih, dia ingin mencintai Jena seutuhnya jadi dia tidak akan berhenti.

Kebisuan di antara mereka dipecahkan oleh suara ponsel Dika. Dika sudah akan mengambil ponselnya dan menjawab telepon saat Jena berkata lirih, "Stop. Please. Kalau kamu mau angkat telepon itu tolong berhenti dulu."

Maka Dika pun menepikan mobilnya dan menjawab teleponnya.

"Halo Mbak Anggi."

"Iya saya lagi di Bandung nih, Mbak. Kenapa?"

"Hmm, boleh deh. Saya lagi mau ke Dusun Bambu, Mbak. Kita ketemu di sana gimana?"

"Bye."

Dika menutup teleponnya dan melanjutkan menyetir. Dia menengok ke arah Jena dan melihat Jena sedang memandanginya.

¤¤¤¤

Jena melihat Dika mengangkat teleponnya dan berbicara dengan seseorang yang dipanggilnya Mbak Anggi. Entah siapa Mbak Anggi itu, dia bisa tanyakan nanti. Astaga, Dika benar-benar enak untuk dipandang. Dahinya yang lebar, matanya yang dalam, hidungnya yang mancung, bibirnya yang melekuk sempurna, garis rahangnya yang tegas, sepertinya Tuhan meluangkan sedikit lebih banyak waktu saat menciptakannya.

Dia membayangkan bagaimana seandainya dia menyapukan bibirnya di bibir seksi itu. Lalu menelusuri leher dan tulang selangka dari pemilik bibir itu. Astaga, Jena, kamu mikir apa?!

Lalu tiba-tiba objek yang sedang diamatinya menoleh ke arahnya dan berkata, "Kenapa?", membuyarkan lamunannya.

"Sebegitu tampannyakah saya sampai kamu terpana gitu lihat saya?"

Jena yang tertangkap basah sedang mengamati Dika jadi luar biasa malu. Dia bisa tahu pipinya pasti semerah tomat sekarang. Dia pun kembali melihat ke arah jalan.

Dia tahu Dika pasti bisa tertawa terbahak-bahak melihat tingkahnya, tapi tidak, Dika hanya nyengir lebar sambil tetap memperhatikan jalan.

"Geer kamu. Siapa Mbak Anggi?"

"Kamu tahu produser film yang namanya Anggia Tanusastra? Dia yang memproduseri banyak film berkualitas bareng kakaknya Anggara Tanusastra."

"Oh iya saya tahu. Mereka juga yang memproduseri film kamu yang paling fenomenal itu kan?"

"Iya. Kebanyakan film yang saya mainkan diproduseri sama mereka."

"Terus sekarang mereka mau kamu main film lagi?"

"Iya, saya memang lagi punya proyek film baru sama mereka. Dan kebetulan mereka lagi di Lembang juga. Jadi saya ajak ketemuan di Dusun Bambu, nggak apa-apa, kan?"

Jena sebenarnya sedikit kecewa karena waktunya bersama Dika akan berkurang jika Dika harus bertemu orang lain. Tapi kenapa juga dia harus mempermasalahkan hal itu? Apa dia juga merasa sangat rindu pada Dika sehingga tidak mau orang lain mengganggu waktunya dengan Dika? Ya Tuhan, apa dia juga jatuh cinta pada Dika?

TROUVAILLEWhere stories live. Discover now