Part 5

17.3K 672 4
                                    

Air hujan terus berjatuhan dengan derasnya. Seperti ia sedang menangis meluapkan rasa sedihnya. Sama seperti halnya hati wanita, yang lebih memilih menangis untuk mengurangi rasa sedih yang tiada habisnya.

Sesaat setelah meninggalkan ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam buku. Rennaline berdiri di koridor sambil menatap kearah langit yang sedang menurunkan hujan dengan begitu deras.

Dirinya lupa membawa payung hari ini, mau tidak mau ia harus menunggu hujan reda untuk bisa pergi ketempat ia bekerja. Sambil menunggu hujan reda, Rennaline meluruskan tangannya kedepan, membiarkan air hujan yang turun menyentuh telapak tangannya. Dingin, itulah yang tangannya rasakan sekarang.

"Kayaknya, hari ini langit lagi sedih ya?' Suara lembut milik seseorang mengagetkan Rennaline, refleks gadis itu menurunkan tangannya dan menoleh ke asal suara.

Rennaline hanya diam, bingung menyahut apa. Ia memperhatikan wajah Arsen yang sibuk menatap kearah langit. Cowok itu memiliki wajah yang tampan, ia akan terlihat sangat manis jika sudah tersenyum. Dan lagi, ia memiliki hidung yang sangat mancung, apalagi dilihat dari samping seperti ini.

Sibuk memperhatikan wajah Arsen, cowok itu tba-tiba saja menoleh kearah dirinya. Rennaline gelagapan dan salah tingkah. Ia tidak mengira jika Arsen akan menoleh kearahnya secara tiba-tibe seperti ini. Ia pun langsung membuang muka, dan pura-pura sedang memperhatikan hujan yang turun.

"Kok belum pulang?"

"Harinya hujan, terus lupa bawa payung."

Arsen menatap kearah hujan turun. Hujannya begitu deras, kemungkinan akan memakan waktu yang lama untuk menunggu hujan reda. Arsen lantas menawarkan untuk mengantar Rennaline pulang.

"Mau gue anter pulang? Kalo lo nunggu hujannya reda sih, kayaknya masih lama."

Awalnya Rennaline berpikir untuk menolak tawaran Arsen, tapi hujannya terlalu deras. Seperti ucapan Arsen, hujannya akan memakan waktu yang lama untuk reda. Bisa-bisa jika menunggu hujan reda, ia akan telat untuk pergi bekerja. Akhirnya setelah menimang-nimang sebentar, ia menerima tawaran Arsen.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat parkir, setelahnya mereka masuk kedalam mobil putih yang terparkir disana.

Arsen menyalakan mesin mobilnya. "Rumah lo dimana?"

"Anter ke cafe Flannery aja kak."

"Ngapain kesana? Bukannya mau pulang?" Tanyanya sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Kerja Kak."

"Ohh, kerja tohh." Arsen manggut-manggut. "By the way nama lo siapa? Sampai sekarang gue masih belum tau nama lo, walaupun kita sering ketemu di perpus tapi gue selalu lupa buat nanya siapa nama lo."

Wajah Rennaline berubah murung. Ternyata selama ini Arsen belum tau siapa namanya.

"Rennaline, Kak."

"Ohh, jadi Rennaline itu elo ya?"

Rennaline menatap kearah Arsen dengan bingung, "ha? Maksudnya?"

"Lo Rennaline murid kebangaan sekolah itu kan? Yang sering menangin olimpiade." Jelasnya tanpa menoleh, sibuk memperhatikan jalan di depan.

Semburat merah muncul di wajah Rennaline. Ternyata ia lumayan terkenal, yaa walaupun sebelumnya Arsen hanya tahu jika orang yang bernama 'Rennaline' sering memenangkan olimpiade tanpa tahu orangnya yang mana. Akhirnya Arsen tahu, jika dirinya lah orang yang bernama 'Rennaline' tersebut.

Setelah memakan waktu beberapa menit, mereka sampai di depan Café Flannery. Rennaline keluar dari dalam mobil Arsen, tidak lupa juga mengucapkan terima kasih atas tumpangan yang telah diberikan padanya.

I Fall In Love With Playboy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang