Part 22

12.8K 468 13
                                    

"Bagaimana? Kau sudah menemukan keberadaan Kathrine?" Tanya Ronald pada lelaki yang duduk bersebrangan dengannya saat ini.

Lelaki itu menggeleng. "Belum pak."

"Kenapa belum? Bukankan mencari keberadaan seseorang adalah hal mudah bagimu Romi? Bagaimana bisa untuk mencari keberadaan Kathrine saja kau tidak bisa?"

Lelaki yang bernama Romi itu menghembuskan napasnya pelan, kemudian menjawab. "Iya pak, mencari keberadaan seseorang sangat mudah bagiku. Tapi, berbeda jika orang itu mengubah identitasnya."

Ronald terdiam, mencoba mencerna maksud dari perkataan Romi barusan. "Apa maksudmu?"

"Kathrine, wanita yang bapak cari keberadaannya itu merubah identitas aslinya. Itulah alasan mengapa saya tidak bisa menemukan keberadaannya sampai sekarang. Butuh waktu untuk menemukan seseorang dengan identitas yang sudah berubah."

Ronald menjadi geram. "Sial!" Kini rahangnya mulai mengeras mengetahui fakta tentang Kathrine yang dengan sengaja merubah identitasnya.

Kathrine, wanita licik itu! Ia sudah memperhitungkan segalamya dengan baik, ia bahkan merubah identitas aslinya agar tidak mudah ditemukan. Sudah bisa ditebak, ia pasti berniat membalas dendam karena Ronald telah mencebloskan suaminya ke dalam penjara.

"Sejak kapan ia merubah identitasnya?" Ronald bertanya sambil mencoba menekankan amarahnya agar tidak meledak.

Ronald takut jika ia tidak bisa menahan amarahnya, bisa-bisa Romi yang akan kena imbasnya. Oleh sebab itu, ia berusaha untuk meredakan amarahnya. Tapi, usahanya gagal setelah mendengar jawaban dari Romi.

"Terakhir kali ia menggunakan identitas dengan nama Kathrine Eitan adalah 10 tahun yang lalu Pak."

Ronald tiba-tiba melemparkan vas bunga yang ada di hadapannya hingga pecah, membuat Romi terkesiap. Ronald sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kathrine wanita sialan! Ia sudah merubah identitasnya dari 10 tahun yang lalu? Itu bertepatan dengan tahun di mana Ronald dan Steve memasukkan Jordan ke dalam penjara, dan juga tahun di mana kedua orang tua Rennaline tewas dalam sebuah kecelakaan.

***

Kathrine sekarang sedang mengunjungi suaminya berada di sel tahanan.

Kini Jordan sudah duduk di hadapannya. "Ada apa?"

Kathrine menyunggingkan senyum. "Kau akan keluar dari sini 2 minggu lagi sayang!" Ia berucap antusias.

"Yah, sebentar lagi aku akan bebas! Aku sudah muak berada di penjara sialan ini selama bertahun-tahun!"

"Apa aku sudah memberi tahumu tentang putra Ronald yang sudah bertunangan?"

Jordan menggeleng. "Kau belum memberitahuku tentang itu. Apa kau tahu siapa tunangannya?"

Kathrine mengangguk. "Iya, namanya Rennaline. Tapi, gadis itu tidak cantik bahkan ia miskin. Apa yang ada dipikiran Ronald saat itu? Hingga ia memilih calon menantu dari kalangan rendahan."

"Entahlah." Jordan mengedikkan bahunya.

"Ngomong-ngomong, aku akan melakukan balas dendam. Aku sudah menyusun semua rencanaya." Kathrine menyeringai.

"Kau akan melakukan itu setelah aku bebas bukan? Dan kita akan melakukan balas dendam bersama."

Kathrine menggeleng sebagai jawab. "Tentu saja tidak! Kau tahu? Satu bulan menunggumu untuk keluar itu adalah waktu yang lama, bisa-bisa sebelum balas dendam, mereka sudah lebih dulu menemukan keberadaan ku!"

"Apa kau sudah gila?! Bisa-bisa setelah aku keluar, malah kau yang masuk ke dalam penjara ini!" Jordan memprotes tidak setuju.

Kathrine berdiri dari duduknya. "Aku tidak peduli! Pokoknya aku akan melakukannya sendirian. Jika aku tidak melakukannya sekarang dan menunggumu keluar, kemungkinan kita tidak akan pernah bisa balas dendam!"

Kathrine sudah naik darah, ia bahkan langsung pergi meninggalkan Jordan sendirian di sana.

***

Wjaha Rennaline tampak segar usai mandi barusan, ia duduk di kasurnya sambil memainkan ponselnya. Lantas, ia teringat tentang Dhiran yang diam-diam menghapus pesan dari Arsen.

Ia berjalan menuju kamar sebelah, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu kamar itu terlebih dahulu. Dan secara tidak sengaja, matanya melihat Dhiran yang bertelanjang dada. Lelaki itu jelas sekali baru selesai mandi. Rambutnya basah, serta handuk yang terbalut di pinggangnya, menampilkan badannya yang sangat atletis.

 Rambutnya basah, serta handuk yang terbalut di pinggangnya, menampilkan badannya yang sangat atletis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Refleks, Rennaline berteriak sambil menutup matanya. "Oh My God! Mata gue ternodai!"

Dhiran mengernyit, kemudian tersadar bahwa dirinya belum mamakai baju. "Lebay banget lo pake teriak segala, harusnya lo bersyukur bisa liat badan gue yang super sexy ini."

Rennaline masih menutup matanya dengan kedua tangan. "Bodo amat! Pake baju lo cepetan.:"

Dhiran lantas berjalan menuju di mana lemarinya berada, ia mengambil kaosnya yang berwarna hitam dan memakainya.

Kemudian, Dhiran melangakahkan kakinya mendekati Rennaline. Tangannya memegang kedua tangan Rennaline yang digunakannya untuk menutup mata. Dhiran lalu menurunkan kedua tangan Rennaline yang kemudian memperlihtakn mata Rennaline yang tertutup sangat rapat.

"Buka aja, gue udah make baju."

Rennaline secara perlahan-lahan membuka matanya. Dan, di hadapannya ada Dhiran yang sudah mengenakan baju.

"Gila aja lo, gak make baju tadi." Rennaline memutar bola matanya, ia berjalan menuju kasur Dhiran lalu duduk di sana.

Dhiran menarik sebuah kursi, meletakkan kursi itu tepat di hadapan Rennaline, kemudian duduk di kursri itu. "Suka-suka gue dong. Kan gue gamake baju di kamar gue sendiri, lagian salah lo sendiri masuk kamar gue gak ngetuk pintuk dulu."

Rennaline tersadar bahwa ini adalah salahnya sendiri, karena masuk ke kamar Dhiran tanpa mengtuk pintu lebih dulu. Alhasil matanya menjadi ternodai dengan melihat tubuh atletis milik Dhiran.

Sambil duduk, ia memperhatikan sekeliling kamar. Ini pertama kalinya ia msuk ke dalam kamar Dhiran. Kamarnya didominasi oleh warha hitam, yang membuat kamarnya terkesan manly.

Berbeda sekali dengan kamar Rennaline yang lebih didominasi oleh warna soft pink.

"By the way, lo ngapain kesini? Ada hal penting apa sampai-sampai lo langsung masuk kamar gue."

"Lo diam-diam ngehapus pesan dari Kak Arsen kan?!"

Dhiran mengangguk santai, Rennaline membulatkan matanya. "Kok gitu sih? Lo mana bisa hapus pesan masuk di handphone gue sembarangan!"

"Suka-suka gue lah, lagian siapa suruh dia ngirim pesan ke tunangan gue. Gak sopan sama sekali."

Entah kenapa alasan Dhiran menghapus pesan dari Arsen membuat Rennaline menjadi malu sekaligus senang. Sekarang bahkan pipinya sudah merona dibuatnya.

Melihat Rennaline yang terlihat malu, Dhiran lantas meralat ucapannya. "Bukan, bukan itu. Alasan gue ngehapus pesan dari Arsen sih karena gue kasian aja sama dia. Kan kasin tuh kalau kalian berdua jalan-jalan, yang satu ganteng, dan satunya lagi jelek. Malu-maluin lah itu."

Rennaline ternganga, ia tidak percaya Dhiran akan menjadikan itu alasannya, padahal sebelumnya ia mengatakan alasan menghapus pesan dari Arsen karena Rennaline adalah tunangannya, dan bodohnya lagi Rennaline malah mendengar alasan itu.

Tapi, sekarang tidak.Ia sudah sebal terhadap Dhiran. Ia lantas berdiri, kemudian keluar tanpamengucapkan satu kata pun. Dhiran yang melihatnnya pun hanya terkekeh.

***
TBC

I Fall In Love With Playboy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang