S e v e n

41.3K 2.5K 660
                                    

Kembali ke Vegas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kembali ke Vegas. — Dante Maxwell.

Bersama Claude dan Candice?  — Nancy Maxwell.

Ya. Makan sianglah bersama kami.   — Dante Maxwell.

Ok.  — Nancy Maxwell.

Angin pagi mengepulkan asap yang keluar dari mulutku. Duduk di balkon apartemen, aku menikmati sinar matahari sembari mengirimkan pesan. Sesekali mempelajari email-email dari perusahaan meski otakku menerawang ke berbagai hal. Mungkin itu efek dari apa yang kukonsumsi.

Ketika akan menghisapnya lagi, seseorang merebutnya lalu dia menghardikku. "Astaga! Aku memberimu ganja untuk dinikmati selagi bersenang-senang dan tidak berniat membuatmu menjadi seorang pecandu."

Aku bukan pecandu ganja, justru kecanduan hal lain..

Kulirik Linc yang mematikan puntung ganja sebelum membuangnya keluar balkon.

"Aku sedang bersenang-senang," jawabku datar.

Menyimpan segelas kopi di atas meja, dia mendengkus kesal. "Terlalu pagi untuk bersenang-senang, dan kita harus pergi bekerja."

Tak ingin mendebatnya, aku mengambil segelas kopi. Meneguknya sedikit demi sedikit lalu mengerang pelan. Kopi buatan Linc salah satu favoritku.

Begitu duduk di sebelahku, Linc mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakan sebatang. Asap terkepul dari mulutnya tapi dia belum berkata apa-apa. Hanya mengamatiku dengan seksama.

Aku balik mengamatinya.

Linc sudah bersetelan formal. Kemeja abunya dipadukan celana chino dan jaket bomber hitam. Bisa kutebak, pentopelnya paling mahal dari seluruh yang digunakannya sebab dia penggemar alas kaki dalam bentuk apa pun.

Linc tampan pagi ini, dan dia selalu tampan ketika berpakaian. Untung saja, tidak ada naked show karena aku terbangun lebih dulu.

Kebiasaanku kembali. Aku bangun tepat saat matahari Las Vegas terbit. Langsung bersiap-siap, memakai setelan rok peplum di atas lutut yang Maria kirimkan kemarin sebelum sarapan dan berdiam diri entah berapa lama di balkon.

Aku tidak tahu kenapa tetap memakainya padahal Maria tidak akan memeriksa pakaianku. Setelannya berwarna biru. Warna yang kini kubenci lantaran mengingatkanku akan seseorang.

"Kau berhutang cerita," kata Linc. Membuyarkan lamunanku.

Mengerjap beberapa kali, aku menyimpan gelas di meja sebelum mengambil sebatang dari bungkusan rokok Linc. Tahu yang dimaksudnya, kunikmati efek nikotin selagi menceritakan seseorang yang akan selalu membuat Linc penasaran jika aku tidak buka mulut. Yaitu tentang William Hilton.

Kuceritakan dari awal pertemuan kami sampai apa yang terjadi kemarin. Tidak mendetail, yang pentingnya saja. Tiap kali namanya terucap, rasanya aku tersengat sesuatu. Menjalar dari pangkal pahaku hingga ke tiap jengkal tubuhku.

William Hilton - Hot Player [Complete]Where stories live. Discover now