S i x t e e n

29.5K 2.5K 828
                                    

"Satu kehidupan bagai sekumpulan benang merah yang berkesinambungan dengan kehidupan lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Satu kehidupan bagai sekumpulan benang merah yang berkesinambungan dengan kehidupan lain. Tiap seutas benang berupa koneksi, ikatan, ataupun takdir. Mau tidak mau. Disadari atau tidak. Kita selalu terbelit dengannya. Menyatu bersama takdir atau takdir menyatu bersama kita."

Suara Maria menyeruak, mengisi seisi kamarku. Sejak aku memasuki kamar mandi untuk merias wajah, dia terus menerus berkicau. Entah melakukan apa.

Kuulas lipstik berwarna nude, kembali berkonsentrasi pada cermin sementara Maria tak hentinya berorasi. "Bayangkan jika tubuh kita terlilit benang-benang yang saling berhubungan dengan semua orang. Tiap benangnya dapat meregang atau mengikat."

Gerakanku terhenti. Merasakan sesuatu di dalam sana.

Hatiku berdenyut saat mendengar kelanjutannya. "Jika meregangkannya terlalu kuat, itu akan melukai kita karena jalinannya mudah terputus. Jika mengikatnya terlalu kuat, itu akan sama sakitnya karena kita seolah tercekik sampai kehabisan napas. Tapi lemah pun tak bagus. Terlalu lemah meregangkan atau mengikatnya, benang-benang itu malah akan mengusut. Membelit tubuh kita dari ujung kepala sampai ujung kaki."

Kusimpan lipstik di atas konter bersamaan Linc yang menggeram pada Maria. "Apa yang sebenarnya kau baca?"

Setelah memastikan penampilan di depan cermin, aku melongok dari balik pintu yang terbuka. Melihat Maria menunjukkan layar ponsel kepada Linc. "Aku selalu menyimpan semua orasinya."

Linc menyipitkan mata, membacanya sebelum berdecak geli. "Astaga! Banyak sekali. Kau benar-benar fans berat Mattio."

Sudah kuduga. Semua itu rangkaian perkataan Mattio.

"Itu orasi terakhirnya dalam sebuah seminar saat dirinya belum menjadi Senator," jelas Maria sembari merebahkan tubuh ke ranjang. Kakinya berselonjor ke pangkuan Linc yang duduk di tepian, masih memilah high heels untukku.

"Jika berada disana, aku akan mengajukan pertanyaan." Linc menyentakkan kaki Maria. "Bisa kupastikan dia takkan mudah menjawab."

"Apa pertanyaanmu?" tanya Maria. Tak menyerah menyentuh Linc, dia menggerakkan kakinya ke pangkal paha sahabatku yang gay itu.

Menggeram kesal, Linc kembali menyentakkan kaki Maria ke udara. "Apakah ada kata di antara kata kuat dan kata lemah? Harus seberapa lemah kita mengikat dan harus seberapa kuat kita meregangkannya?"

Maria mengangguk-angguk. Menggoda Linc lagi dengan menyentuh dadanya menggunakan jemari kaki. "Aku tidak percaya takdir."

Linc melirik sinis Maria, mencengkram pergelangan kakinya sementara perbincangan mereka tetap serius. "Apakah ada hal yang lebih kuat dari sebuah ikatan di kala ingin mengikat seseorang? Apakah ada hal yang lebih lemah dari sebuah rasa sakit di kala ingin melepaskan seseorang?"

Maria menghembus napas panjang, menarik kakinya sebelum berbisik pahit. "Kata takdir selalu mengusikku."

"Takdir memang tak cocok untuk orang seperti kita," jawab Linc. Akhirnya menyetujui Maria.

William Hilton - Hot Player [Complete]Where stories live. Discover now