Lima

174K 6.9K 57
                                    

***

Takdir terlalu sering menjebak Ayana. Setelah ia memutuskan meninggalkan rumah Seavey pagi ini, Naomi justru datang ke rumah itu. Membujuk Ayana agar tetap tinggal di rumah itu. "Aku mohon agar kaupikirkan keputusan ini lagi, Ayana." Naomi menatapnya penuh harap. Seandainya Seavey yang memohon, mungkin Ayana akan... mempertimbangkannya.

"Dia memukuli perempuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Dia memukuli perempuan. Dan aku perempuan, Naomi! Aku merasakan sakit saat sesamaku disakiti di depan mataku." tegas Ayana. Alasan feminis itu terdengar jauh lebih logis ketimbang ia mengatakan tak mau melihat sisi buruk seorang Seavey.

"Ini terlalu konyol untuk jadi alasan, Ayana. Bukan itu alasan kau mau pergi." Naomi menyela dengan tajam. Ayana sulit menelan liurnya hanya karena pernyataan itu. "Kau menyukai Seavey, ia 'kan? Kau memutuskan berhenti bekerja karena tidak mau mencintai orang jahat, ia 'kan?" Pertanyaan Naomi sangat menusuk. Pertanyaan itu setidaknya mewakili pemikiran Ayana.

"Tidak. Aku tidak menyukai dia." lirih Ayana. Ada setetes air mata untuk satu kalimat pendek itu. Dan hal itu justru menegaskan kalau apa yang dikatakannya bohong.

"Lalu kenapa kau menangis? Semalam pun kau menangis saat berbicara pada Seavey. Jelaskan maksud dari semua itu Ayana!" Ayana mendongaki Naomi. Benar, kenapa harus ada air mata yang menetes di sudut matanya? Kenapa? Ayana bergeming, walau rasanya ingin menyangkal setiap pernyatan Naomi yang menghakiminya.

"Lihat. Kau tidak bisa menjelaskannya 'kan? Jujurlah, aku sudah membaca hatimu beberapa hari lalu. Kau menyukai Seavey tetapi tak menyadari hal itu." Naomi menghela napas lalu melanjutkan kalimatnya. "Awalnya aku sudah menegaskan agar kau tidak jatuh cinta pada Seavey. Namun tampaknya kau sudah jatuh cukup jauh. Sekarang aku malah berpikir bahwa dengan hadirnya kamu, mungkin Seavey bisa merubah pola hidupnya termasuk hyper sex itu." Ayana menggeleng asal, tidak tahu apa yang sebenarnya ingin ia sangkal.

"Aku... aku tidak bisa." Ayana mengangkat wajahnya ke arah langit-langit sembari menutup matanya. Ini berat, sangat berat untuk ia pelajari. "Aku hanya ingin bahagia. Itu saja." Kalimat itu terlontar begitu saja di mulut Ayana.

"Bahagiamu ada di sini, Ayana. Katakan padaku, apakah kau senang saat bersama Seavey? Apa kau ingin selalu di dekatnya?" Naomi menanyakan hal yang cukup memalukan bagi Ayana. Seperti menanyakan berapa pembalut yang ia pakai saat sedang mengalami menstruasi. Sangat menggelikan di telinga Ayana.

"Ada atau tidaknya Seavey aku senang berada di sini karena aku bekerja bersama keringatku. Aku ingin berada di dekat Seavey karena di sini hanya ada aku dan dia. Aku kesepian jadi aku butuh teman bicara." Ayana mengangkat tangannya tidak jelas. Memegangi rambutnya dengan kedua tangannya yang kecil. Dia kaku...

"Jadi intinya kau masih mau bekerja dengan dia?" Naomi berharap jawaban ia dari Ayana. Hanya saja, Ayana malah mengangkat bahu. "Aku masih ingin di sini. Bersama kedamaian bukan keburukan. Aku mau tenang, hanya itu."

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang