LT 35 : Never Enough

3.3K 250 23
                                    

***

Cinta adalah bagaimana ketidakcukupan terasa cukup, ketidaksempurnaan menjadi sangat sempurna, kesepian menjadi kebisingan. Cinta ialah pondasi kuat untuk tetap bersama.

"Miles." Justine memanggil Miles sembari memandangi daun yang menggantung di atas mereka, daun hijau yang menyihir mata lewat warna hijaunya. "Apa?" Miles bertanya seiring menoleh tepat di depan wajah polos Justine.

"Apa alasan kau mencintaiku?" Justine ikut menoleh ke Miles. Ia lebih kritis untuk beberapa saat. Umumnya orang berpikir jika cinta remaja hanyalah mainan tetapi Justine tidak pernah main-main dalam hidupnya. Segalanya jelas dan serius.

"Alasan mencintai? Mungkin karena kau adalah Justine. Selamanya kau adalah Justine yang kukenal. Kau selalu menjadi dirimu dan aku menyukainya." Miles tersenyum. Senyuman yang membuat Justine terpesona dan ingin hidup lebih lama setiap waktu. Bahkan setiap detik dalam hidupnya.

Justine tercenung sesaat lalu berkata, "Kita sudah melakukan hubungan seks waktu pesta ulang tahun Aïden tanpa diketahui orang. Kita merahasiakannya. Dan-" Justine diam ketika melihat raut wajah Miles mengerut seolah tak menyukai pembahasannya. "Dan kupikir semua cowok akan melupakan cewek yang pernah ditidurinya. Aku sama saja dengan mantan pacarmu yang lain. Aku murahan."

Miles menggeleng keras. Ia membelai rambut halus Justine. "Aku bukan cowok seperti itu. Kau juga tidak murahan. Semua yang kita lakukan murni karena cinta. Kau berbeda dari Aurel, Scarlette, atau siapa pun." bisik Miles. Justine menyukai elusan lembut Miles. Ia memegang tangan Miles ketika ia mendengar pria itu berkata, "Jangan bicara sesuatu yang tidak kusukai. Jangan melakukan hal itu atau kucium kau."

Justine hanya tersenyum. "Ciuman tidak menyenangkanku, juga tak membosanku. Aku telah terjebak dalam cinta sampai aku tidak bisa melepaskannya. Aku rasa aku tidak bisa melanjutkan sekolah di Eropa. Aku mau terus denganmu." Ini mungkin kabar menyenangkan bagi Miles. Namun, ia tidak akan membiarkan Justine melewatkan karirnya hanya karena cinta. "Jangan bilang begitu karena aku bisa saja terpengaruh dan menahanmu pergi. Ketahuilah, kau patut mewujudkan cita-citamu. Aku sudah melepaskan egoku sejauh ini."

Justine bisa saja lebih emosional mengungkapkan perasaannya kalau saja Miley tidak datang mengganggu kencan mereka. Miley membawa sepiring kue kacang sambil tersenyum bahagia. "Kalian bahas apa?" tanyanya sembari mengulurkan piring kue. "Kau menganggu kencanku lagi. Ian sudah pergi?" Miles melepas kaosnya. Itu membuat Miley memutar bola matanya.

"Astaga kau bisa saja melepas bajumu di dalam rumah. Jorok sekali. Kau pikir badanmu seseksi Leonardo Dicaprio, Eww?" gerutu Miley kesal. "Memangnya Leonardo seksi? Dia bukannya punya lemak dimana-mana. Dia sudah tua karena pekerjaannya di National Geographic." Miles menyeringai.

Miley memukulinya sehingga Miles memilih meninggalkan Justine bersama adiknya. Kesempatan untuk para gadis berbicara. Dia menyadari kalau pacarnya juga butuh teman berbagi cerita. Miles menghilang dalam sekejap. "Kenapa kalian selalu bertengkar padahal kalian saudara?" Justine memulai obrolan sambil mengunyah kue kacang di hadapannya. Miley bilang kalau sejak awal Miles selalu seperti itu. Miley tampak murung saat mengatakannya, Justine merasa bersalah. Jadi ia pun bertanya. "Hei, di mana Ian?" Ian adalah sumber kebahagiaannya Miley.

"Ian sudah pulang. Ian janji akan membelikan kucing untukku. Bukankah dia romantis? Astaga, dia satu-satunya cowok yang mengerti aku. Kau tahu, Ian adalah segalanya." Miley antusias. Benar, Miley akan langsung bahagia jika membicarakan Ian. Justine berharap mereka tidak pernah putus selamanya. "Ian adalah segala yang diinginkan cewek." Justine hanya ingin membuat suasana hati Miley lebih baik. Walau sebenarnya Ian memang keren sebagai cowok.

Miley sumringah. "Cerdas. Di mana kau dapatkan kata-kata seperti itu? Ian memang cowok yang idaman. Beruntungnya aku mendapatkannya. Ian sangat pengertian. Bahkan... Oh, kurasa aku tidak harus membahasnya." Miley kelihatan ragu. Justine penasaran sehingga ia mendesak Miley untuk bicara. Miley menggigit bibirnya.

"Aku pernah tidur dengan Aïden. Aku jujur pada Ian kalau waktu malam prom night aku bersama Aïden. Hanya sebagai ucapan selamat tinggal. Ini rahasia. Jangan katakan kepada siapa-siapa. Aku tidak mau dikatakan cewek murahan." Justine terkejut sampai sulit menelan ludah. Normal saja kalau ketika mereka melakukannya saat pacaran. Tapi mereka tidak pacaran, hanya bekas pacar. "Ian menerimanya begitu saja? Kapan kau mengatakannya? Bagaimana ekspresinya?"

Miley mengangkat bahu. "Hei, kenapa kau bereaksi seperti itu? Kau tidak suka Ian memaklumi keadaanku saat itu?" Justine menggeleng. Miley melanjutkan, "Aku baru mengatakannya tadi. Ian memang tampak marah tapi ia menahannya. Ia bahkan tersenyum dan bilang akan memberiku hadiah. Kami telah melalui banyak hal."

Justine menatap serius. "Kau yakin dia tidak marah? Kau yakin kalian baik-baik saja. Aku tak mau kalian bersedih. Kalian pasangan yang menyenangkan." Miley mengangguk. "Ian tadi meyakinkanku. Aku yakin dia pulang bukan karena ia dengar pengakuanku. Dia pulang karena ibunya menelpon. Kau tidak usah cemas, Justine. Ian sudah memaafkanku."

Justine tidak yakin Ian menerima ketidaksetiaan Miley semudah yang dikatakan Miley. Hanya, Justine tak mau terlihat ragu. Ia akan mendukung Miley apapun yang terjadi. "Aku mengerti. Sudah seharusnya Ian memaklumi hal itu, bukan?" Miley mengangguk pasti. Justine mengibas rambutnya. Memandangi kembali ranting pohon yang menari karena semilir angin.

"Tidak lama lagi kita ke Eropa? Bagaimana perasaanmu? Aku malah merasa takut. Apakah cowok-cowok kita akan tetap setia? Aku mendadak ragu karena aku pernah melihat Miles menyimpan foto cinta pertamanya yang bernama Patricia. Dan juga Miles punya riwayat pemain perempuan. Aku takut dia tergoda cewek lain." ujar Justine.

Miley menepuk bahu Justine. "Ini bukan tentang ke Eropa. Ini tentang bagaimana kita percaya cowok kita. Lagipula selama ini Miles tidak lagi melirik cewek lain. Dia dilumpuhkan olehmu. Kau bahkan belum memberikannya tubuhmu. Cowok akan selalu menghormatimu jika kau tidak memberinya. Aku bangga padamu sebagai cewek." Untuk saat ini, Justine memilih untuk percaya. Dia hanya terlalu takut kehilangan Miles karena Miles ialah cinta pertamanya.

"Kau benar." Justine memejamkan matanya. Ia terlalu lama menutup mata sampai seseorang mengusap pipinya lembut. Dia membuka matanya. Dan mata bulat Miles memandanginya penuh hasrat. "Hei. Aku punya sesuatu untuk ditunjukkan. Kau pasti bangga padaku." Justine bangun dari baringnya. "Apa?"

"Ta...da..."

Miles memperlihatkan surat undangan dari Universitas New York. Justine seakan lupa cara untuk menangis. Ia sangat senang Miles lulus di universitas bergengsi. "Kamu keren, Miles." Justine langsung memeluk Miles. Ia ikut senang Miles lulus Universitas bergengsi. "Aku sudah berusaha. Aku pun ingin kau harus mennggapai impianmu sekolah di Eropa." Justine mengangguk sebelum menyadari Miles akan bertemu banyak cewek dari belahan dunia. Miles akan kuliah di tempat yang berbeda dengannya. Mendadak rasa tak percaya itu datang. Kebersamaan mereka selama ini terasa tak cukup.

See u next time!

Erwingg__ dan sastrabisu

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Where stories live. Discover now