L.T 26 : Happy with u (1)

8.5K 501 31
                                    

***

Makan malam adalah momen paling penting untuk keluarga Smith

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Makan malam adalah momen paling penting untuk keluarga Smith. Ayana membuat menu spesial untuk makan malam mereka. Ada nasi lemak dari Singapura, dan makanan Prancis fois gras yang ia buat berdasarkan panduan dari majalah memasak.

Miley dan Justine sudah cukup kenyang karena kimchi yang sebelumnya mereka makan bersama Ian. Namun tetap saja, mereka tetap menyantap sedikit fois gras yang ada di meja. "Makanan Prancis memang selalu menjadi nomor satu." Ayana berkomentar diiringi wajah murung. Ia merasa sedikit kecewa karena anak-anaknya tidak menyukai nasi lemak buatannya. Hanya Seavey suamimya yang mengambil nasi lemak sebagai santapan utamanya.

"Tidak juga Mom. Semua makanan berada di urutan nomor satu. Kurasa nasi lemak juga enak." Michael menambahkan. Ia tidak suka menyantap nasi karena baginya nasi terlalu berat. Hanya sebagian kecil saja yang bisa ia habiskan, tidak banyak. "Mungkin saja." Ayana membalasnya dengan wajah yang masih saja muram. Hal itulah yang membuat Miles mengambil nasi lemak lalu menyodok nasi itu ke dalam mulutnya.

Miles tidak pernah sekali pun menyukai nasi lemak. Namun, untuk menghibur ibunya dia memaksa dirinya mencomotnya. "Nasi lemak buatan Mommy enak sekali. Aku menyukai masakan Mommy." ujar Miles dan ibunya kelihatan antusias. Ayana langsung menggebu-gebu menjelaskan bumbu apa saja yang ia masukkan ke dalam nasi itu. Miles dan semuanya tersenyum karena keceriaan ibu mereka kembali.

Usaha Miles tidak sia-sia. Justine mengamati cowok itu dengan perasaan kagum. Miles memang menyebalkan tetapi Miles sangat keren setiap waktu. Dia tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat orang lain senang. "Jadi, universitas mana yang kalian inginkan, Justine, Miley?" Seavey memulai obrolan serius. Miley bilang bahwa Paris adalah kota yang mengagumkan. Dan dia tertarik mengambil jurusan fashion di sana. "Universitas Sorbonne terlalu umum. Aku rasa lebih baik memilih sekolah fashion saja yang lebih fokus di bidang fashion. Aku suka sekolah semacam itu." Justine menyimak apa yang diucapkan Miley. Walau Miley sudah baik-baik saja, tetapi tampaknya rencana kuliah di Eropa masih direncanakan sampai saat ini.

"Bagus sekali! Justine, kau mau kuliah di universitas mana?" Pertanyaan itu membuyarkan pikiran Justine yang tengah melayang. "Aku tidak terlalu mempermasalahkan di mana pun Universitasnya. Di Paris semua sekolah memiliki level yang sama. Mereka menganut paham persatuan, persaudaraan, dan kesetaraan. Spesifiknya aku ikut apapun yang Dad rencanakan." kata Justine. Melihat kepasrahan Justine, Seavey menegaskan bahwa Justine punya hak menentukan jurusan apa yang disukai.

"Kalau begitu aku akan mengambil jurusan sastra." Justine memutuskannya. Bidang sastra dianggap sepele oleh semua bidang ilmu lainnya. Walau nyatanya semua ilmu pengetahuan berasal dari sastra. Tulisan fiktif mampu memprediksikan masa depan. Teknologi berkembang karena adanya genre sastra pop seperti fiksi ilmiah. Betapa pentingnya sumbangan pemikiran Jules Verne dalam pembuatan kapal selam, dan masih banyak lagi sastrawan yang berjasa lainnya.

"Sastra memang bidang yang bagus." kata Seavey tak sepenuh hati. Sastra tidak menjamin masa depan. Dan itu membuat Seavey sedikit cemas. "Oh ya Daddy, aku mau ikut kursus mulai besok. Jadi mungkin aku pulang agak larut. Apa aku boleh melakukannnya?" Miley menanyakannya ragu. Ia sudah merencanakan hal itu matang-matang. Bahwa inilah saatnya untuk berduaan dengan Ian.

Seavey mempertimbangkannya. "Kenapa tidak dilakukan di rumah saja? Rumah kita luas." Miley menggeleng keras. Ia menjelaskan kalau yang mau mengajarinya adalah cewek pemalu sehingga Miley harus ke rumah orang itu. Ia harus berbohong agar ayahnya mengizinkannya. "Kau tahu yang terbaik untukmu. Lakukan saja bila itu berguna bagi masa depanmu." Itu kata-kata terakhir ayahnya yang membuat Miley merasa bahagia. Masa depan Miley adalan Ian? Semoga saja.

Makan malam usai beberapa menit kemudian. Justine tidak langsung ke kamarnya tidak seperti saudaranya yang lain. Intuisi-nya membawanya menuju kolam ikan di belakang rumah. Bila hatinya sedang gunda gulana, kolam ikan itu selalu menjadi obat penawarnya. Ada kehangatan tersendiri saat memandangi ikan-ikan di dalam kolam itu.

Justine masih memandangi ikan di kolam ketika Miles datang dengan baju tak berlengan dipadukan celana pendek putih. Miles barusaja ganti pakaian. Kenapa cowok bisa memgganti pakaian secepat itu?

"Kau akan pergi. Kurasa aku akan kesepian tanpamu. Aku suka kata Lonely Together kita." Mereka jarang mengatakan kalimat ajaib itu lagi. Mereka sibuk di dunia masing-masing. Justine meragu, ia ingin mengatakan sesuatu lebih banyak tetapi lidahnya hanya mampu berujar. "Maafkan aku." Terdengar penyesalan di dalam kalimat itu. Rencana sekolah di Eropa membuat mereka harus berpisah. Itu membuat Justine sedih. Diperparah lagi karena mereka bertengkar.

"Kenapa minta maaf? Kau tidak salah. Memang seharusnya pria bajingan sepertiku dibenci 'kan? Aku membuatmu kesal." Miles mengambil duduk di pinggiran kolam ikan. Ia mencelupkan kakinya di kolam itu persis seperti yang dilakukan Justine. "Bukan sepenuhnya salahmu. Aku juga bersalah. Aku terlalu egois, aku keterlaluan karena membatasi duniamu." Berkat ucapan Miley, Justine menyadari betapa dia bersalah karena menginginkan Miles seperti yang ia mau. Faktanya, semua cowok tidak sama.  Owok butuh kebebasan.

Seketika Miles memandanginya, "Kau menyadarinya? Baguslah. Sepertinya kau sudah memaafkan aku juga. Kita berdamai 'kan?" Justine mengangguk semangat. Miles tersenyum, dan dengan bahagianya dia mengacak rambut Justine. "Kau merusak tatanan rambutku, Miles! Apa yang sedang kaulakukan!" Justine kesal sekaligus senang karena Miles membuat hari-harinya kembali berwarna. Membuatnya kesal lewat hal-hal kecil.

"Aku suka membuatmu kesal. Kau kelihatan tujuh kali lebih cantik kalau sedang kesal. Kau seperti .. seperti Cleopatra." Justine tertawa mendengarnya. Pipinya terasa panas, dan itu membuktikan kalau ia sedang merona. Kata-kata sederhana Miles membuatnya melayang. Rasanya menyenangkan dipuja oleh lelaki tampan.

"Dasar cowok... cowok tampan!" Justine memukuli lengan Miles main-main. "Aku memang selalu terlihat tampan. Aku keren ia 'kan?" goda Miles dan Justine membalasnya dengan gelakan. Miles menggelitikinya sampai Justine meneteskan air mata bahagia.

"Aku menyerah. Jangan menggelitiku lagi." kata Justine sambil mengangkat tangannya. Miles menghentikan kegiatannya. Ia memandang fokus ke mata hitam milik Justine. Suasana hening, dan Miles menggunakan kesempatan itu untuk mencium Justine.

Udara malam terasa dingin membuat jantung Justine berdenyut tak karuan. Dia memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut di bibirnya. "Lonely Together!" Miles berbisik di telinga Justine. Kalimat itu adalah kalimat penting dalam kehidupan cinta mereka. Justine memegangi pipi Miles lalu mengucapkan kalimat yang sama.

"Kau cantik malam ini." Miles mengucapkannya kembali seolah ingin Justine tak lupa kalau gadis itu memang cantik. Justine tersenyum bahagia. Itulah yang ia harapkan selama ini. "Terima kasih. Kau berhasil menipuku." Cowok pembohong besar. Tetapi kebohongan mereka terkadang menyenangkan.

"Aku tidak bohong. Sungguh!" kata Miles meyakinkan. Justine mengangguk tak jelas. "Aku tahu kau tidak bohong." balasnya sambil menggenggam tangan Miles. Ia memandangi langit malam, diikuti oleh Miles di sampingnya. Mereka melirik langit dengan perasaan bahagia. Tidak ada kata yang mampu mewakili betapa senangnya mereka. Jadi, mereka hanya bisa diam.

See u next time!

Follow me

Instagram

sastrabisu dan erwingg__

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Where stories live. Discover now