L. T 20 : Another day, another act (2)

8.8K 565 28
                                    

***

Jika Miles, Justine, Yoana, Scarlette, Michael, Aïden, Zhou, Tedd, dan siswa James Madison lainnya tengah disibukkan dengan lomba malam sekolah. Miley Sean Smith justru menghabiskan malam ini bersama Ian Aguires. Walau Miley tak bisa melupakan kejadian tragis yang menimpanya waktu itu. Ia berusaha terlihat baik-baik saja di depan Ian.

"Aku pantas dipenjara. Kenapa kau membebaskan aku? Kau tidak takut aku melukaimu lagi?" Ian mengucapkannya tanpa melihat Miley. Matanya lebih fokus pada kaleng bir yang ada di tangannya. Bir memabukkan, bir bisa menjadi solusi untuk meluapkan rasa sesak.

Miley menggeser duduknya sehingga menimbulkan bunyi. "Aku tahu kau pria yang baik Ian! Apa yang kaulakukan, aku akan melupakannya." Miley tidak kuat mengucapkannya sehingga suaranya terdengar seperti sebuah keterpaksaan. Ian meneguk kaleng bir di tangannya. Memandangi nisan Ivanna di hadapannya.

"Ivanna pasti kedinginan di bawah sana. Aku tidak tahu apakah dia senang kakaknya menjadi bajingan atau tidak. Dia pasti kecewa. Dia datang dalam mimpiku beberapa malam belakangan ini. Dia memarahiku." Ian begitu menyesal. Dia menjadi jahat karena sebuah dendam namun menyesal karena pada akhirnya ia tahu yang ia lakukan hanyalah sebuah kesia-siaan.

Miley menepuk bahu Ian. "Kau tidak sejahat yang kaupikirkan. Kau hanya berusaha menjadi kakak yang baik. Ivanna kedinginan di bawah sana. Sementara aku berbahagia selama dia meninggal. Aku tidur di kasur yang empuk, menjadi gadis populer di sekolah. Setidaknya kau membuat aku merasakan sebagian kecil dari rasa sakit Ivanna." Ian tidak menoleh sedikit pun. Matanya tetap pada nisan yang menuliskan nama Ivanna. Foto Ivanna tersenyum memandanginya.

Miley melanjutkan perkataannya. "Saat itu aku tertekan, aku malu, aku jijik pada diriku sendiri. Namun setelah beberapa hari semuanya mulai membaik. Dan kukira traumaku bisa hilang suatu hari. Ivanna masih lebih menderita dariku. Kau kakak yang baik. Kau rela berbuat buruk demi keadilan adikmu. Ivanna mungkin kecewa tapi di sisi lain dia pun merasa lega. Aku sudah mendapat ganjaran dari perbuatanku." Berada di pemakaman dalam keadaan malam sama sekali tak membuat Miley takut. Paling tidak, malam ini ada kunjungan untuk Ivanna.

Ian menghela napas. "Aku tahu kau tidak baik-baik saja, Miley. Kau berusaha mengaggap aku orang baik walau kau tahu aku bajingan. Aku akan menjamin hidupmu tenang tanpa aku. Besok aku berencana meninggalkan New York." Ian mengumumkan setelah berhasil bertatapan muka dengan Miley. Udara malam menjadi dingin, angin sepoi-sepoi menyambar wajah dua insan itu. Rambut Miley terbang di udara.

"Kau tidak harus pergi karenaku. Aku baik-baik saja, Ian! Lakukan apapun seperti biasanya. Jangan pedulikan aku." Miley tidak mau menjadi subjek dari masalah. Tidak mau menjadi alasan kepergian Ian. Semua orang berhak hidup. Itu teori dasarnya. "Hidupku ada di tempat lain. Maafkan aku, Miley. Kehadiranku hanya akan membuat hidupmu berantakan." Untuk beberapa alasan Ian menggenggam tangan Miley sampai gadis itu membeku.

"Kau harus pulang. Orang tuamu akan cemas." Ian Aguires bangkit berdiri. Melangkah pelan, ia meninggalkan Miley. "Ian Aguires!" panggil Miley. Hatinya mendorongnya untuk memanggil lelaki itu. Ian berhenti melangkah. Menoleh sampai ia menyaksikan Miley berlari ke arahnya dan merengkuh tubuhnya. Miley melingkarkan tangan di pinggangnya.

"Aku bingung. Aku hanya ingin melakukan ini. Hanya sebentar, Ian." Miley berbisik lemah. Ian merasakan kehadirannya benar-benar dibutuhkan. Pikiran pria itu mulai melayang. Ia membiarkan Miley memeluknya begitu lama. Ian mendongak ke langit, melihat ada kembang api menghiasi langit Amerika. Ian tidak pernah berpikir jika Miley akan sebaik ini padanya. Jika langit akan menampakkan pemandangan indah tanpa ia duga. Siapa pun yang menembakkan kembang api itu di langit, Ian akan bersyukur padanya. Orang itulah yang membuat Ian merasa tidak terlalu buruk. Masih banyak orang yang lebih kejam dari dirinya.

"Aku pergi." Miley melepas pelukannya. Berlari meninggalkan Ian dengan beberapa tetes tangis haru. Ia memasuki Bentley miliknya kemudian melajukannya pulang ke rumah. Miley sungguh tidak mengerti apa yang harus ia lakukan. Bahkan untuk sesaat ia mencurigai hatinya. Apakah Ian berhasil memenangkan hatinya ataukah masih ada Aïden yang tersisa di dalam hati itu.

Miley sampai di rumah pukul sepuluh malam. Michael menunggunya di depan rumah. Pria itu melipat tangan di dada. "Apa yang terjadi, Miley? Kenapa kau menangis? Apa ada masalah yang besar terjadi? Kau tidak ada di sekolah? Dari mana saja kau? Aku mengkhawatirkan kau? Katakan, Miley! Jangan buat aku berpimir buruk." Michael seperti detektif yang menyerang Miley dengan banyak pertanyaan.

"Aku baik-baik saja, Mike! Kau tidak perlu berlebihan begini. Aku menjadi tidak nyaman. Ketahuilah." Miley mengerang. Michael menghela napas. "Masuklah. Aku akan membuatkan air untukmu. Kau terlihat pucat." Michael menawarkan.

"Oke. Masuklah duluan. Aku masih mau di sini." tukas Miley. Michael mengangguk dan melangkah masuk ke dalam rumah. Sementara Miley mengempaskan pantatnya di kursi depan rumah. Ia menunduk dengan helaan napas panjang. Malam ini sungguh menjadi malam paling membingungkan buatnya. Ia butuh seseorang untuk berbagi cerita tetapi tidak ada. Yoana pasti masih sibuk di sekolah, Scarlette akan sibuk menonton drama Korea, Justine masih sibuk kencan dengan Miles, Michael bukan tempat curhat yang baik, dan Aurel? Apakah Aurel bisa dikatakan teman? Dia bahkan sudah merusak sebagian hidup Miley.

"Aku menunggumu di sekolah, Miley! Kenapa kau tidak datang?" Suara berat Aïden mengagetkan Miley. Gadis itu mendongaki Aïden sambil melototi lelaki itu. "Mau apa kau ke sini? Kau masih berani muncul di sini?" Miley marah tetapi melihat wajah memelas Aïden ia melemah. Fakta bahwa mereka pernah saling menyukai tak akan pernah terhapuskan. Betapa Miley begitu terobsesi dengan Aïden dulu. Dan mungkin obsesi itu masih ada.

"Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, Miley! Kau tidak ada di mana-mana. Kau menjauhiku. Dan itu sungguh menyakitiku." Aïden mengambil duduk di samping Miley. Aïden terlihat frustasi. "Kurasa Tedd jauh lebih menarik dariku. Ya, aku tidak lebih baik darinya di matamu. Kau tidak peduli padaku. Kau memanfaatkan aku untuk menyembunyikan rasamu terhadap beberapa pria." Aïden menggeleng sekeras-kerasnya.

"Aku mencintaimu, Miley! Aku menjamin mereka hanyalah masa laluku. Ini semua karena Yoana. Dialah yang membuat aku menjadi gay. Kau harusnya menyalahkan dia." tegas Aïden putus asa. Tidak ada yang bisa disalahkan. Aïden butuh orang untuk disalahkan. "Kau tidak harus bersembunyi di balik orang lain untuk menutupi kesalahanmu. Faktanya semua manusia pernah bersalah. Kesalahan Yoana seharusnya tidak membuatmu menjadi gay. Hidup adalah pilihan. Kau yang memilihnya bukan Yoana yang memilihkan untukmu. Bukan pula aku." Miley menghela napas.

"Pergilah, Aïden! Hidupku akan baik-baik saja tanpamu. Aku yakin." Miley masuk ke dalam rumah tak peduli Aïden berteriak memanggil-manggil namanya. Miley mengunci pintu dan bersandar di balik pintu itu. Semua semakin membingungkan. Dua laki-laki bajingan telah masuk ke dalam hidupnya. Ian Aguires bajingan yang merusak setengah hidupnya memilih untuk pergi demi kebahagiaannya. Sementara Aïden Parker bajingan yang mematahkan hati dan kepercayaannya datang padanya untuk memperbaiki kesalahannya. Ian atau Aïden. Jika harus memilih, Miley condong pada Ian tapi pria itu tidak akan datang padanya. Aïden bersedia ketika hati Miley untuk Aïden telah patah. Sungguh pilihan yang sulit.

See u next time!

Follow me

Instagram

Sastrabisu dan erwingg__

Despacito (Ayana And The Bastard Billionaire)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt