Bab 3 - Mawar Maximus (bagian 1)

249 21 0
                                    

Bali- Indonesia, Toko Brown Sugar, kawasan Kerobokan-Denpasar, pukul tiga sore.

"Irasshaimasu... Welcome to The Brown Sugar." Erika Valerie menyapa dua turis Jepang yang baru sampai di toko. Dengan ramah, Eri menunjukkan pakaian batik terbaru. Dia juga menjelaskan sejarah dan makna motif tersebut.

Mendengar Bahasa Jepang Eri yang cukup fasih, turis-turis itu tampak puas. Mereka pun segera berdiskusi lalu membeli dua terusan dengan warna berbeda.

Eri membungkuk lalu mengucap terima kasih. Saat ini, sungguh sulit memunculkan seulas senyum tulus. Eri merasa hatinya gamang, teringat pada senyum Bunda Yudiasari-nya.

Sudah sebulan, Bunda Yudiasari berpulang. Kenyataan ini masih menyakitkan. Bagi Eri, Bunda Yudia adalah seorang penolong, pelindung, juga seorang ibu yang amat baik. Kasih sayang Yudiasari bahkan melebihi kasih ibu biologis yang tidak pernah dikenal Eri.

Mengingat kalau kelahirannya tidak diinginkan sudah cukup membuat Eri merasa terluka. Tidak ada seorang manusia pun minta dilahirkan. Lalu bagaimana seorang bayi merah dapat menanggung kesalahan yang tidak dia perbuat? Luka lama itu kembali menganga. Dada Eri sesak mengingat desas-desus kalau dirinya dipungut dari jalan, dan dia ditempatkan dalam kardus bekas.

Bunda Yudia-nya sendiri menutup mulut rapat-rapat mengenai rahasia itu. Baik Bunda Yudia maupun Suster Judith tak pernah segan memarahi anak-anak sekitar kalau memanggil Eri dengan sebutan 'anak kardus'.

Bunda Yudia adalah segalanya bagi Eri. Berita kematian Yudiasari terlalu cepat dia terima. Tepat saat pengumuman kelulusan Jade dan Eri dari universitas, Bunda Yudia mengembuskan napas terakhir. Hingga kini, robekan kalender harian itu masih disimpan Suster Judith, lengkap dengan perkiraan waktu meninggal yang dibuat oleh dokter rumah sakit.

Bunda Yudia terlalu pandai menyembunyikan penyakitnya. Ini begitu ironis. Senyum dan semua keramahan itu ternyata menyimpan penderitaan. Hingga saat Bunda Yudia berpamitan untuk keluar kota, tidak ada seorang pun tahu tentang penyakitnya.

Yudiasari adalah seorang wanita cantik dan anggun. Bakatnya merancang diturunkan dari keluarga besarnya yang merupakan seniman batik. Dengan keterampilannya, Yudiasari berhasil menyulap sebuah rumah kecil berlantai dua yang mereka tempati sekarang. Selain menjadi workshop dan showroom, rumah itu bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi mereka bertiga.

Sebelum pusat oleh-oleh booming di Bali, Yudiasari sudah memulai usaha. Dia berdagang suvenir khas Bali yang dia beli langsung dari pengrajin. Dia pun kemudian mengembangkan usaha dengan menjual produk-produk batik tulis. Dia memberdayakan beberapa ibu-ibu tetangga untuk mengerjakan batik dan menjahit. Saat itulah Yudiasari membuat brand Brown Sugar, mengharap kalau merk ini akan berbuah manis.

Eri ingat, dulu usaha ini bukannya tanpa hambatan. Orang-orang mencibir dan mengatakan kalau Yudiasari terlalu idealis, bahkan kuno. Di zaman serba modern, di mana orang-orang lebih suka mengenakan pakaian rancangan luar, masa iya ada yang mau mengenakan batik? Belum lagi, karena ini batik tulis, maka harganya pun lumayan mahal.

Tapi Yudiasari sendiri percaya, Tuhan menaruh talenta kepadanya dengan satu tujuan. Dalam setiap doanya, Yudiasari berseru. Dalam setiap kesulitannya, Yudiasari percaya, impian ini tidak sia-sia.

Dan akhirnya memang, Brown Sugar pun bertahan, bahkan berkembang.

Satu hal yang Eri pegang dari Yudiasari adalah, Yudiasari tidak pernah memedulikan semua cemooh. Menghadapi ejekan orang agaknya sudah menjadi hal yang biasa bagi Yudiasari. Sementara orang-orang sudah terlalu terbiasa tidak diacuhkan. Bagi orang-orang, Yudiasari terlalu nyeleneh. Datang dalam keadaan hamil besar dan tanpa suami. Lalu akhirnya merintis panti asuhan bersama seorang biarawati.

[ FULL ] My Lovely GangsterWhere stories live. Discover now