Bab 22 - Diculik

94 10 0
                                    

Eri memasukkan kemeja terakhir yang diambil dari lemari bajunya. Desahan berat keluar dari mulutnya saat ia selesai mengepak kopernya. Tidak ada seorang pun yang tahu kepergiannya. Demikian juga dengan tempat tujuannya. Dia tidak mau Maximus mengetahui jejaknya, maka dari itu dia berusaha sendiri tanpa melibatkan Maximus. Untunglah berita dari Ibu Clara tiba tepat pada waktunya. Akan lebih baik jika dia berada di pedalaman Kalimantan bersama anak-anak terlantar itu ketimbang di belahan dunia lain yang mempertaruhkan jiwanya. Sebuah panti asuhan. Sama seperti di Bali. Dia akan mendapatkan kedamaiannya di sana.

Semuanya sudah tersusun rapi dalam rencananya. Jade masih belum pulang dari kuliah, sementara orang-orang Maximus masih sangat sibuk mengurus kekacauan yang belakangan sering muncul di wilayah mereka. Keadaan tidak akan lebih baik lagi bagi Eri.

Maaf, aku harus pergi...

Eri menulis kalimat pendek itu di sehelai kertas merah jambu, dan menaruhnya di bawah vas berisi bunga-bunga adenium. Perasaannya masih gamang saat ia keluar dari gedung apartemen itu, memanggil taksi, dan duduk di dalamnya. dia memandang refleksi dirinya di kaca mobil, mendapati seorang gadis yang hampir tidak dikenalinya. Maximus telah mengubah total penampilan luarnya. Namun dalam hatinya, dia tetaplah seorang gadis yang rapuh.

"Maafkan aku..." Eri teringat perkataan Sky kemarin. Sentuhan Sky masih terasa di bibirnya. Mengapa dia bisa membiarkan Sky melakukan itu? Eri merasakan hatinya mendadak perih. Sky jelas-jelas menolaknya, namun Eri malah membiarkan pria itu menciumnya.

Aku benar-benar payah!

Eri melihat sebuah pesawat terbang terbang rendah di atas taksi itu. Bandara telah amat dekat. Hatinya yang mendadak bodoh, sama sekali menolak pikirannya agar segera menjauhi tempat itu. Maximus adalah keluarga mafia. Sekumpulan gangster jahat. Sky termasuk di dalamnya. dan dia harus segera pergi dari kegilaan mereka.

Eri menarik troli kopernya. Kaca mata hitam besar menutupi wajahnya, karena ia benar-benar tidak ingin dikenali sekarang. Dengan langkah-langkah mantap, dia memasuki area keberangkatan. Surat-suratnya telah lengkap di tas kecilnya. Eri menaikkan selempang tas itu di bahunya.

Bandara pagi itu mulai ramai. Banyak orang datang dan pergi. Para penjemput mengipas-ngipas diri mereka dengan karton berisi nama-nama. Suasana yang sibuk. Eri merasa lega tidak ada sorang pun memperhatikannya. Dia melangkah menuju loket pemeriksaan tiket, mendaftarkan namanya, melakukan prosedur pemeriksaan yang amat standar. Semua berjalan amat lancar. Terlalu lancar malah. Eri nyaris tidak mempercayai keberuntungannya. Hanya saja, yang namanya keberuntungan bisa datang dan pergi sesuka hati mereka. Dan secepat itulah, keberuntungan itu berlalu dari sisinya.

Seseorang menarik lengan Eri dengan kasar, hanya sepersekian detik. Bahkan Eri tidak menyadari kalau orang itu menyeretnya menjauh dari tempat seharusnya dia berada. Eri baru sadar sepenuhnya ketika dia telah memasuki sebuah landasan pribadi, dengan sebuah pesawat menunggu di sana. Orang itu, Raditya Shouji tersenyum keji kepadanya saat menaikkan Eri ke bahunya, mengangkat dan memanggul Eri layaknya sekarung bulu. Dengan tergesa-gesa, Raditya menghempaskan Eri ke tempat duduk yang terbuat dari beledu berwarna merah. Bunyi berdengung menyerbu telinga Eri, bersamaan dengan sentakan saat pesawat itu mulai lepas landas.

Tunggu dulu!

Lepas landas?

Eri mendongakkan kepala keluar jendela, dengan kesal memukul kaca di depannya. Ia menelengkan kepala, memberi Kuga Kyouhei sebuah tatapan galak. Pria itu duduk manis sambil menyilangkan kaki di kursi di seberangnya. Jas hitam Armani menggantung di bahunya, bersama kemeja dan stelan yang mempertegas penampilannya. Rambut kemerahannya diikat dengan rapi, seakan Kuga datang dari sebuah tempat resepsi kelas atas.

Kuga menyesap anggur putih dari gelas bertangkai di tangannya. Saat itu, Eri baru memperhatikan segala hal dalam pesawat itu. Permadani tebal yang menutupi lantai, kursi-kursi beledu yang terpasang berhadapan. Pesawat itu persis seperti pesawat mewah milik pribadi yang dilihatnya dalam drama televisi.

Kalau itu benar, maka ini adalah pesawat milik Kuga Kyouhei. Eri melihat Raditya Shouji berdiri dan membisikkan sesuatu kepada Kuga, berusaha mencari peluang untuk lari, namun keluar dari pesawat yang sedang terbang berpuluh-puluh kilometer di atas udara merupakan pemikiran yang amat bodoh. Berkali-kali Eri mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia bernasib sangat sial? Atau beginikah kutukan sebagai mawar maximus?

Pesawat itu masih melesat jauh di udara, kegelisahan membuat perut Eri bergolak bagai diperas. Eri menatap Kuga lagi. Pria itu masih duduk santai di depannya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Eri berkata gemas, "Ini sangat tidak masuk akal!"

"Apakah menurutmu bersama dengan orangutan di pedalaman lebih masuk akal ketimbang bersamaku?" Kuga balas bertanya dengan nada mengejek. Eri menggertakkan gigi, "Bersamamu atau siapa pun dari kalian hanya membuatku gila!"

"Benarkah?" Kuga mencondongkan tubuhnya ke depan, "Bagaimana kalau aku adalah Tsu-kai-san? Apakah kau juga akan mengatakan hal yang sama?"

Eri terdiam.

"Aku," Kuga menarik tubuhnya lagi, "Paling benci dengan tipe gadis lemah sepertimu."

Pesawat itu mengeluarkan dengungan aneh dan Eri meremas pegangan kursi di dekatnya keras-keras.

"Seharusnya kita tidak pernah berurusan, Kuga-sama..." dia berkata lirih, "Kalau saja aku bukanlah mawar maximus seperti sekarang... aku akan hidup di dunia yang lain denganmu. Atau kalian. Kau benar, aku lemah. Aku tidak akan mampu menghadapi salah seorang dari kalian..." Eri menggigit bibir bawahnya, "Aku bahkan tidak akan mampu menghadapi perasaanku sendiri..." Eri mengingat Sky, ciuman itu, dan segala hal tentangnya,

"Bertaruhlah denganku."

Eri menajamkan telinganya, "Apa?"

"Mungkin saja dia akan mencarimu, bukan?" dia mengangkat gelas di tangannya seperti bersulang, "Aku akan menawarkan kebebasan kepadamu, jika dia datang dan mencarimu... kau tidak lagi mawar maximus, atau tunanganku. Kau adalah gadis biasa. Tidak akan kubiarkan orang dunia kami memasuki duniamu... Kau bebas."

"Bebas?"

"Itu jika dia mencarimu," Kuga menyesap anggurnya lagi, "Tapi jika dia membuatmu menangis lagi, selamanya kau adalah milikku."

Eri melihat sosok tampan di hadapannya. Sikapnya yang terlalu tenang... dia adalah ketua klan Naga Timur Asia. Akankah dia menepati semua ucapannya? Suara pesawat itu semakin berisik. Eri dapat merasakan angin menusuk telinganya, saat Kuga berkata semanis madu yang beracun, "Tidurlah. Perjalanannya panjang. Sampai jumpa di Jepang, Peri Valentine..."

Aku tidak akan dapat mempercayai ucapannya, Eri membatin.

[ FULL ] My Lovely GangsterWhere stories live. Discover now