#1

4.8K 190 0
                                    

"Dan terkadang cinta datang tanpa permisi."

❤❤❤

Aku merasa malas dengan hari ini. Bagaimana tidak? Sedari tadi setiap mulai pelajaran pasti ada perkenalan tiap siswa. Mulai dari yang harus berdiri di tempat hingga maju ke depan kelas. Perkenalan nama lengkap, nama panggilan, asal sekolah, blablabla, dan lainnya. Aku yakin kalu perkenalan hari ini direkap pasti udah jadi biodata.

Tapi semangatku mulai tumbuh di mata pelajaran terakhir untuk hari ini. Karena setiap siswa tidak diminta untuk memperkenalkan diri. Aku sangat senang karena terbebas dari penderitaan.

___ Pelajaran Seni Musik ___

Seorang bapak yang berprofesi sebagai guru dengan perawakan tubuh yang tidak terlalu tinggi, badan sedikit berisi, dan rambut tipis yang kini sedang mengenakan seragam PNS masuk ke dalam kelasku. Rupanya bapak guru yang satu ini tidak galak.

"Selamat siang anak-anak." sapa bapak itu dengan ramah.

"Siang, pak." sahut murid satu kelas serempak.

"Apa kabar semua?" tanya bapak itu seperti basa basi pada umumnlalu
"Alhamdulillah, baik pak." jawab para murid di kelas ini kompak.

"Baik, nama saya Tantowi Anggoro. Kalian bisa panggil saya Pak Tanto. Saya disini bekerja sebagai guru pengampu mata pelajaran seni musik. Ada yang ditanyakan?" jelas pak Tanto.

"Sudah bekerja di sini berapa tahun, pak?" tanya salah seorang temanku yang bernama Fitri.

"Saya bekerja di sini baru sebentar, yah sekitar tujuh tahun." jawab Pak Tanto.

" Kalau guru yang lain, apalagi yang sudah sepuh-sepuh kan sudah bekerja di sini selama berpuluh-puluh tahun. Hitungannya saya masih junior lah di sini." tambah Pak Tanto sambil terkekeh.

"Apa bapak di sini mempunyai tanggung jawab selain menjadi guru seni musik?" tanya Aleza.

"Oh, selain sebagai guru seni musik saya juga dipercaya untuk menjadi pembina ekstrakulikuler paduan suara dan bulu tangkis." jelas pak Tanto.

"Waah, bapak jago main musik sama badminton dong pak." ujar Anan.

"Ya jelas." sahut pak Tanto dengan bangganya.

Pak Tanto tampak mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Dan akhirnya berhenti pada satu titik.

"Nah ini, kebetulan banget gitu ya ada gitar di belakang kelas. Milik siapa itu?" tanya Pak Tanto.

"Itu punya saya pak." jawab seorang remaja lelaki yang namanya di bawah namaku kalau di dalam buku presensi. Aku sampai hafal karena sedari tadi setiap awal pelajaran isinya perkenalan dan urut absen. Jadi tak heran kalau aku hafal nama sebelum dan sesudahku.

"Oke mas, itu tolong dibawa kemari gitarnya." ucap Pak Tanto.

"Baik, pak." ujar Fatih.

Setelah itu Fatih berdiri, berjalan ke belakang kelas, dan mengambil gitarnya, lalu berjalan ke arah Pak Tanto dan memberikan gitarnya.

Pak Tanto mulai bermain gitar dan mulai bercerita tentang masa kuliahnya dulu. Gimana rasanya nyanyi di kafe, ngamen di jalan buat nambah biaya kuliah, naik motor butut sama pacar, dan bagaimana galaknya sang dosen. Aku yang mulai tidak tertarik dengan topik yang sedang dibicarakan mulai mengambil pulpenku  secara diam-diam dan menggambar di buku sketsa yang selalu ku taruh di atas meja. Selang tujuh menit berjalan, tiba-tiba suara genjrengan gitar mengusik gendang telingaku. Konsentrasi yang sedari tadi aku bangun hancur karena gitar itu terus berbunyi. Akhirnya aku pun menghentikan aktivitas ilegal ku (kan belum ijin kalau mau nggambar :" ) dan mendongakkan kepalaku. Dan ternyata gitar yang sedari tadi dipegang oleh pak Tanto kini sedang dimainkan oleh... Fatih. 'Lumayan juga' batinku.

Setelah permainan gitar oleh Fatih selesai, sontak seluruh kelas bertepuk tangan kecuali aku dan Fatih yang sedang memegang gitar.

"Bagus sekali." puji pak Tanto.

"Terimakasih, pak." tuturnya.

"Nama lengkapnya siapa? Saya kasih tambahan nilai." ucap pak Tanto.

"Azzaka Fatih Al-Huda." jawabnya

"Ya ya. Kalian semua mau hiburan lagi?" tanya pak Tanto kepada teman-temanku dan aku tentunya.

"Mau pak."
"Mau dong pak."
"Boleh juga." ucap para siswa-siswi di kelasku.

Pak Tanto mulai membuka buku presensi dan melihat nama-nama yang tertera di sana. 'Bagus banget, habis ini pasti aku deh bakalan ditunjuk.' batinku. Beberapa detik kemudian...












"Hmmmm...." pak Tanto bergumam diikuti dengan wajah penasaran dari teman-teman dan aku dengan wajah ketakutan. Dan...















































"Azalea Shafira." ujar Pak Tanto dengan suara yang terdengar seperti TOA di masjid bagiku.

-Deg, jantungku bergejolak.

"Iya, pak?" tanyaku sebagai murid yang baik.

"Silakan maju ke depan." ucap pak Tanto dengan santainya.

-jeder💥

Dengan langkah gontai aku pun maju ke depan kelas. Dan ternyata di sana masih ada Fatih yang dengan setia menggendong gitarnya.

"Baik anak-anak. Kedua teman kalian ini yang akan memberi hiburan kedua untuk kalian."  kata Pak Tanto.


Aku membelalakkan mataku tak percaya. Saat aku menengok ke arah Fatih pun dia tampaknya tak mengerti apa-apa tapi terlihat santai saja. Sedangkan teman-teman ku yang dengan enaknya duduk di kursi menyorakiku dan Fatih agar segera bernyanyi.

"Almost is Never Enough." ucapku pada Fatih diiringi anggukan tanda ia sanggup.




🎤sound on
Intro

I'd like to say we gave it a try
I'd like to blame it all on life
Maybe we just weren't right
But that's a lie
That's a lie

And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show
Cause sooner or later
We'll wonder why we gave up
The truh is everyone knows

Almost
Almost is never enough
So close to being in love
If I would have known that you wanted me
The way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two words apart
But right here in each other arms

And we almost
We almost knew what love was
But almost is never enough

Ariana Grande-Almost is Never Enough

Seluruh penjuru kelas riuh dengan suara tepuk tangan tak terkecuali Pak Tanto. Dan bel pulang sekolah pun mengakhiri pembelajaran pada hari itu.

Fatamorgana CintaWhere stories live. Discover now