#3

3.2K 160 0
                                    

🍎🍎🍎

Jangankan terpatri di hatimu, terlintas di fikiranmu saja terasa mustahil

🍎🍎🍎

Aku mulai ragu dengan hatiku.

____Satu bulan setelah kejadian itu___

Aku tak mengerti dengan yang terjadi akhir-akhir ini. Mengapa Fatih selalu berlaku berbeda kepadaku. Aku tak suka, karena itu mengusik hatiku yang selama ini kujaga.

___Kejadian di Laboratorium Fisika____

"Aza, tolong ambilin beban di sebelah sana ya." pinta Nia.

"Kira-kira perlu berapa?" tanyaku.

"Sepuluh gram, dua puluh lima gram, lima puluh gram, itu aja sih." jelasnya.

"Oke deh, tunggu bentar ya." sahutku.

Aku berjalan menuju tempat yang menyimpan neraca pegas, beban dan lain-lain. Aku mencari pesanan Nia, sibuk mencari aku merasakan ada seseorang di belakangku, lalu bergerak ke sampingku. Aku tak memperhatikan gerak-gerik orang tersebut. Aku tak begitu perduli karena aku mengira itu perempuan.

Ku dengar bunyi berdehem berkali-kali dari teman-temanku. 'Batuk masal kali ya?' batinku. Tiba-tiba aku melihat juluran tangan di depanku sedang mengambil neraca pegas. Bagus, lengan orang itu pendek, 'berarti dari tadi yang di sampingku itu cowok dong? Ih ngeselin banget siiih'. Memang di kelasku perempuannya berjilbab semua. Jadi aku tahu itu pasti lelaki.

Tanpa menoleh aku langsung berbalik arah dan berjalan menuju Nia, karena tujuanku di sini adalah melakukan praktikum. Dan setelah bergabung dengan kelompok ku, aku menengok ke arah tempat untuk menaruh neraca pegas. Dan ternyata yang ada di sana adalah Fatih. Dia ... Dia sedang memperhatikanku, oh tidak.

___ Kejadian Bulan Bahasa ___

Aku sedang berlatih bersama teman-teman satu organisasi untuk menampilkan pentas seni dalam rangka memperingati bulan bahasa. Tiap organisasi harus mengirim perwakilannya untuk menampilkan pentas seni. Aku dan ketiga temanku diminta, atau lebih tepatnya dipaksa untuk membacakan puisi. Niat ingin kabur, tapi tidak jadi karena diiming-imingi mendaki ke gunung Merbabu jika berhasil membawakan puisi. Kalian tau kan, organisasi apa yang berkaitan dengan mendaki?

Alhasil, di sinilah kami sekarang. Sedang berlatih di belakang panggung karena sebentar lagi kami akan tampil. Di belakang panggung tampak anak paduan suara yang telah usai menampilkan musikalisasi puisi. Tadi aku melihatnya, dan ada Fatih di sana.
Aku sedang menunggu anak PMR yang sedang tampil. Kulirik lagi selembar kertas yang tengah ku pegang.

Tiba-tiba seseorang memegang kertas yang berada di tanganku dengan jari telunjuknya dan itu cukup membuatku penasaran untuk mendongakkan wajahku.

Dan kini wajah Fatih berada di posisi itu. Lalu dia tersenyum ke arahku. Tiga detik kemudian dia berlalu meninggalkanku. Tidak-tidak. Aku yang memintanya minggir karena aku akan tampil. 'Begitu? Hanya ingin memperlihatkan senyum? Yang benar saja.' batinku berkecamuk.

___ Kejadian otw Merbabu ___

"Lho, Lisa belum dateng?" tanyaku pada Ana.

"Belum, tadi otw katanya. Paling lima menit lagi nyampe tuh anak." jawabnya.

"Oke deh." sahutku.

Aku berbincang-bincang dengan Ana sambil menunggu Lisa. Kurang lebih lima menit mengobrol kami tidak dikejutkan dengan kehadiran Lisa.

"Wooy.." teriak Lisa seolah-olah mengagetkan.

"Waalaikumussalaam" jawabku bermaksud menegur karena ia tak mengucapkan salam.

"Iya, iya deh aku ulang. Assalamualaikum." ucapnya bersemangat.

"Waalaikumussalaam." sahutku dan Ana serempak.

"Lagi pada ngapain niih?" tanya Lisa.

"Lagi nungguin Dila." jawab Ana enteng.

"Oooh, jadi dari tadi kalian nggak nungguin aku?" tanyanya dengan wajah berharap yang tak terdefinisi.

"Jadi dari tadi kamu kira kita nungguin kamu?" tanyaku jail.

"Lupakan." jawabnya.

"Wuiih, jangan ngambek dong. Mau muncak juga." ujar Ana.

"Wani piro?" tantang Lisa dengan lagaknya.

Kami terus mengobrol hingga kawan yang kami tunggu tiba. Setelah itu kami juga masih mengobrol ala ibu-ibu arisan dan bercanda. Aktivitas ku terganggu setelah melihat dia. Ya, dia. Siapa lagi kalau bukan Fatih. Ia berjalan dari tempat parkir bersama dengan seorang temannya. Ia melintasiku. Kulihat dari jauh ia sudah menebar senyumnya padaku. Dan yang membuatku tak habis pikir adalah, kenapa hanya kepadaku dia tersenyum? Padahal dia kenal Lisa dan juga Ana. Apakah hanya perasaanku saja? Sudahlah, aku mencoba berhenti memikirkan yang bukan-bukan.

Setelah semua anak-anak pecinta alam berkumpul, kita semua berdoa dan melakukan briefing sejenak. Kami  memulai perjalanan dari sekolah pukul 17.00 WIB, dan sampai basecamp sekitar sehabis maghrib. Tak lama beristirahay dati perjalanan, pendakian pun dimulai.

Fatih pov

Aku bingung dengan hatiku sendiri. Apa aku mencintainya? Lantas kalau iya, aku bisa apa? Aza, jangankan terpatri di hatimu, terlintas di fikiranmu saja terasa mustahil. Walau kita sama-sama mengikuti organisasi rohani islam, tapi kau nampak muslim taat. Kepada lelaki saja kau menundukkan pandangan.

Lalu aku harus bagaimana? Aza nggak pernah peka. Aku juga tak berani menyatakan perasaan kepada wanita seperti dia. Dia terlalu terhormat. Seakan semua lelaki segan kepadanya. Lalu bagaimana dengan hati? Karena jatuh cinta bukan rencana, kan?

Fatamorgana CintaWhere stories live. Discover now