#8

2.3K 113 0
                                    

🍋🍋🍋

Allaah itu pencemburu
Ia cemburu ada nama lain di hatimu

🍋🍋🍋

Azalea POV

Rapat ROHIS hari ini sudah selesai. Aku sudah bersiap pulang. Sudah sore ketika aku pulang, waktu menunjukkan pukul 17.03 WIB. Karena tadi ada rapat tambahan untuk seksi acara, ketupan dan tentunya aku.

"Kamu bisa pulang nggak?" tanya Hafis.

"In syaa Allaah bisa, kok. Mau nebeng Kiran." jawabku.

"Oke, oke."

Pukul 17.09 WIB aku telah memijakkan kaki di rumahku. Begitu sampai di dalam rumah, Iza memintaku untuk mengantarkannya ke toko buku.

"Mbak, anterin aku ke toko buku yuk. Mau beli buku latihan soal." pinta Iza.

"Iya za, nanti ibu titip beliin siomay ya, tolong." kata Ibu menambahkan.

"Iya deh, bentar ya, Aza mandi dulu." jawabku.

"Ih mbak, keburu maghrib kalo mandi. Kan mbak Aza mandinya lama." protes Iza.

"Kali ini bentar aja deh, beneran. Jangan-jangan kamu belum mandi ya, dek?" godaku.

"Udah lah, buruan gih." kata Iza.

Usai mandi, aku melangkah keluar kamar dan mengambil kunci motor matic yang berada di dekat televisi.

"Dek, ayo buruan. Udah jam setengah enam kurang sepuluh menit, nih."

"Iya, iya." jawabnya.

"Aza, ini uang yang buat beli siomay ya. Terus ini uang yang buat beli bukunya Iza." ucap Ibu sambil menyerahkan selembar uang sepuluh ribu rupiah dan selembar uang seratus ribu rupiah.

"Iya, bu. Aza pamit ya. Assalamualaikum."

"Iza pamit ya bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalaam."

Aku menyalakan motor matic yang sedari tadi terparkir di halaman rumah. Setelah Iza naik di bagian belakang, aku melaju menuju toko buku yang dekat dengan pusat kota. Tujuh menit perjalanan, Iza dan aku akhirnya sampai, dan kini tengah mencari buku yang pas untuk Iza.

'Tadi kayaknya aku lihat motornya Fatih deh di parkiran. Apa cuma perasaan ku aja ya?' batinku.

Setelah menemukan buku yang pas untuk Iza, kami berdua melangkah ke kasir dan membayar dua buah buku dengan total harga Rp. 84.000. Aku menyerahkan selembar uang seratus ribu dan penjaga kasir dengan ramahnya menyerahkan uang kembali dan mengucapkan terimakasih.

Saat berada di parkiran, mataku memandang ke setiap sudut parkiran, dan hal yang kucari tak kutemukan.

'Berarti tadi cuma perasaanku saja.' batinku.

Aku kembali melajukan motor matic ku menuju deretan kuliner yang letaknya tak jauh dari toko buku yang tadi ku kunjungi.

"Dek, beli siomay sana. Mbak tunggu di motor. Mager banget niih." kataku.

"Ih, nggak bisa gitu dong mbak." protes Iza.

"Udah deh, buruan sana. Sepuluh menit lagi maghrib nih. Beli empat porsi ya, habis ini kita shalat ke masjid agung." titahku.

"Iya deh, iya. Jangan ditinggal ya, awas kalo ninggalin aku di sini." ancamnya .

"Iya, iya. Buruan nggak pake lama." sahutku.

Aku sengaja menunggu di motor karena aku melihat motor Fatih yang kini terparkir di sebelah motor yang ada di sebelah kananku.

Tiga menit menunggu, aku mendengar suara-suara yang tak asing lagi mendekat ke jejeran motor yang berada di sebelahku.

"Makasih lho, udah mau nemenin aku beli buku, sama jajan batagor niih." Ucap seorang wanita.

"Sama-sama. Maaf juga jadi sore gini selesainya gara-gara tadi aku ikut rapat bentar." sahut seorang cowok.

"Aku lah yang harusnya minta maaf. Tadi kan aku ngebet pengen ke time zone. Makasih ya." ucap perempuan itu.

"Kayaknya kalo kita sering-sering kayak gini enak deh." tambahnya.

"Hehhheehehe. Pulang yuk." sahut si cowok.

Aku mendongakkan kepalaku, dan aku tidak begitu terkejut bahwa yang berada di hadapanku adalah Fatih dan Rani. 'Jadi gara-gara ini dia nggak ikut rapat?' batinku. Hatiku? Jangan tanya bagaimana keadaannya. Karena aku sedang berpura-pura biasa saja.

"Mbak, ayo ke masjid agung. Katanya mau shalat maghrib di sana." teriak Iza saat tengah berjalan ke arahku sambil membawa dua kantung plastik berisi siomay.

"Ayo. Besok-besok nggak usah teriak-teriak gitu kali." protes ku.

"Suruh siapa sok sibuk." jawabnya enteng.

"Terserah." sahutku pada akhirnya.

Dua pasang mata memperhatikanku dan Iza semenjak kedatangan Iza ke hadapanku. Siapa lagi kalau bukan Fatih dan Rani. Fatih dengan wajah yang tidak terdefinisi mengenakan jaket berwarna biru dan Rani dengan wajah sumringah mengenakan jaket berwarna ungu. Bawahan mereka berdua masih seragam ala anak SMA.

"Eh, Aza, dari tadi kamu di situ?" tanyanya setelah menyadari keberadaan ku.

"Iya. Kamu mau langsung pulang?" tanyaku pada Fatih dengan muka senormal mungkin.

"Iya." jawabnya singkat.

"Yakin nih nggak mau ke masjid dulu shalat maghrib?" tanyaku lagi.

"Emmmmmmh......." gumamnya sambil melirik ke arah Rani.

"Ya udah deh. Aku duluan ya." ucapku sambil melajukan motor yang bermuatan aku dan Iza ke masjid agung.

***

Pukul 18.20 WIB aku dan Iza telah sampai di rumah. Terlihat mobil milik ayah sudah terparkir di garasi rumah yang belum dikunci.

"Assalamualaikum." ucapku dan Iza bersamaan saat memasuki rumah.

"Waalaikumussalaam." jawab ayah dan ibu bersamaan.

"Udah sholat maghrib, nak?" tanya Ayah.

"Alhamdulillah udah yah." jawabku.

Aku menaruh kantung plastik berisi siomay di atas meja yang berada di ruang keluarga.

"Ini bu, pesenan siomay nya, sama ini uang kembalian buku sama siomay." ucapku pada ibu.

"Makasih. Uang kembaliannya buat kamu sama Iza aja ya, dibagi dua, buat nabung." sahut ibu.

"Baik bos. Makasih."

"Sama-sama."

***

Usai makan siomay dan shalat isya, aku melangkahkan kaki menuju kamarku. Ku rebahkan diri di pulau kapuk milikku. Terbayang kejadian tadi, Fatih dengan Rani. Beginikah sulitnya mencintai dalam diam?

Fatamorgana CintaWhere stories live. Discover now