#44

1.6K 72 0
                                    

Tok tok tok. Terdengar pintu kamar Azalea diketuk dari luar. Azalea yang sibuk menulis novelnya langsung melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Ada apa, bu?" tanya Azalea pada ibunya.

"Ada tamu di depan, kamu nggak tau? Udah dari lima menit yang lalu lho." ucap ibu Azalea.

"Hehehe. Azalea nggak denger bu. Tamunya Ayah, ya?" tutur Azalea.

"Itu tamu kamu, nak. Ayo ke depan." ajak ibu sambil merangkul Azalea.

Sedangkan Azalea masih tidak mengerti. Kalau yang datang Rani pasti ibu langsung mengizinkannya untuk menemuiku di kamar. Tapi ini kok kayaknya formal banget gitu.

Azalea POV

Aku mengikuti langkah ibu menuju ruang tamu. Masih dengan perasaan bingung tentunya. Hingga tiba disana kulihat ada seorang teman lelakiku beserta kedua orang tuanya dan juga saudara laki-lakinya, tak lupa ada Ayah yang menemani mereka. Sepertinya mereka semua menunggu kedatanganku.

"Aza, duduk sebelah sini, nak." titah ayah yang segera kulaksanakan.

Begitu duduk aku menundukkan pandanganku, tak berani menatap para tamu yang berada di hadapanku satu per satu. Terjebak dalam suasana awkward seperti ini membuat saraf ku tegang.

"Nah, ini putri kami yang dimaksud oleh putra bapak. Mungkin bisa dinyatakan kembali tujuan bapak beserta keluarga datang kemari." ucap ayah yang membuatku gugup dan kaku.

"Karena tadi saya sudah menyampaikan, bagaimana kalau putra saya saja yang menyampaikan tujuan kami datang kemari?" tutur ayah dari temanku itu sambil terkekeh, begitu juga dengan ayah.

"Boleh juga itu." sahut Ayah.

"Silakan, nak." sambung ayah.

"Sebelumnya mohon maaf apabila kedatangan kami menganggu waktu luang bapak dan keluarga." ucapnya mula-mula. "Dan juga terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengutarakan tujuan saya. Jadi, hadirnya saya disini untuk mengkhitbah Azalea, putri bapak dan ibu." ucap temanku yang membuatku kaget dan rasanya ingin kabur dari ruangan itu tapi sayangnya tubuhku mati rasa. Suasana menjadi hening selama beberapa menit.

"Bagaimana, nak?" tanya ayah padaku.

"Emmmmm...... Mohon maaf sebelumnya, tapi boleh saya meminta waktu untuk melakukan shalat istikhoroh terlebih dahulu?" ucapku dengan nada gugup yang berhasil ku sembunyikan.

"Tak apa, nak. Libatkan Allaah dalam setiap keputusanmu." jawab ibu dari temanku itu.

Setelah itu, ayah, ibu, beserta para tamu berbincang, dan aku hanya diam, begitu juga dengan temanku. Setelah waktu berjalan kurang lebih sekitar tujuh menit, mereka semua pamit untuk kembali ke rumah mereka.

Mereka masuk ke dalam mobil yang menjadi tunggangan mereka. Setelah mobil itu melaju meninggalkan pekarangan rumah, aku langsung pergi menuju kamar.

___________________

Di kamar aku langsung merebahkan diriku di atas kasur dan menatap langit-langit kamar dengan perasaan campur aduk. Kaget, malu, bingung, semua bercampur jadi satu.

Dari sudut mataku, kulihat ibu berjalan mendekatiku dengan senyumnya yang lembut. Ibu membelai kepalaku yang terbalut jilbab berwarna baby pink.

"Ibu tau kamu mungkin terguncang dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Tapi ibu percaya kalau kamu sudah cukup dewasa untuk bersikap dan mengambil keputusan. Libatkan Allaah dalam setiap keputusan mu nak. Niatkan semuanya untuk mencari ridho Allaah. Selama kamu berada di jalan yang benar, ibu akan selalu mendukungmu." ucap ibu yang membuat pikiranku kembali tenang.

"Makasih, bu." ucapku sambil memeluk ibu.

_________________________

Malam harinya selepas shalat isya', aku melakukan shalat istikhoroh. Aku menyampaikan segala keraguanku kepada Allaah. Sekitar dua minggu aku melaksanakan shalat istikhoroh, akhirnya aku yakin akan keputusan yang akan ku ambil.

Fatamorgana Cintaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن