Part 37 (Start)

3.3K 284 26
                                    

Anya terus-menerus berdecak sebal mendengar Pamannya mengizinkan Devian untuk tinggal di sarang. Berbagai alasan agar Karel menolak keberadaan Devian sudah ia lontarkan berkali-kali, dan tetap saja tidak bisa mengubah keputusan sang pemimpin.

"Mau sampai kapan seperti itu, Princess?" ucap Karel masih terkekeh geli melihat tingkah anak kesayangannya yang sedang menahan sumpah serapah itu. Salah satu peraturan penghuni sarang untuk menjaga ucapan mereka.

"Aku bukan anak kecil lagi, Paman," Anya memelototi Karel, yang bukannya terlihat mengerikan justru terlihat menggemaskan dengan pipi menggembung dan rona merah yang menghiasi wajahnya itu, "Sudahlah. Cepat berdiri! Biar ku tunjukkan kamarmu." Anya berdiri tanpa menatap Devian. Kini yang memenuhi kepalanya adalah bagaimana cara membuat King itu tidak betah di sarang dan akhirnya angkat kaki dengan sendirinya, lalu ucapkan selamat datang pada kedamaian hidup.

"Menunjukkan apa? Tidak ada kamar kosong lagi, dia akan sekamar denganmu, Princess." Asher menekankan panggilan itu dengan senyum penuh kemenangan melihat Anya kini semakin menggila, ditambah sekarang ia memiliki bahan ejekan baru mengenai kisah cinta si gadis bar-bar. Kamar kosong? Yang benar saja! Sarang selalu bisa memberikan kamar untuk pendatang baru, itu hanya akal-akalannya dan Karel untuk mengerjai gadis bar-bar itu.

"APA?" Anya menjerit tertahan saat tahu Devian akan sekamar dengannya. Belum cukup dengan ranjang berkolong dan kini berbagi kamar dengan mate? Ia menggeleng cepat mengusir bayangan apa yang akan terjadi padanya saat bersama dengan matenya itu. Ia langsung melesat dan memeluk lengan Karel kuat, "Paman... Anya tidak sekamar dengan pria buas itu kan? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Anya? Akan lebih baik kalau dia sekamar dengan Asher, Paman."

Asher membelalakkan matanya mendengar ia akan berbagi ranjang dengan werewolf gila itu, ia langsung menatap Devian tajam, sedangkan yang ditatap hanya menatap gadis yang tengah merengek itu dengan senyuman.

"Lihat tatapan Asher pada matemu itu, kau ingin mengubah rumah ini menjadi rumah berdarah?" Karel mengangkat dagunya, meminta gadis perengeknya itu untuk melihat Asher yang kini sudah menatap Devian seakan ingin memakannya hidup-hidup, "paman yakin King of Alpha itu cukup pintar untuk tidak melakukan sesuatu di daerah kita, justru paman khawatir kamu melakukan sesuatu padanya, mengingat mode mesummu itu tidak memiliki jam terbang yang menentu."

"Paman!" jerit Anya kesal dan langsung pergi meninggalkan ruang kerja Karel sambil menghentakkan kakinya kesal. Kini alampun tidak memihakku, batinnya.

Devian langsung berdiri, hendak mengikuti matenya yang pergi dengan kekesalan, sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya, "Es itu hanya perlindungannya, tolong jaga dia baik-baik." Karel menatap punggung pria itu dengan penuh senyum hangat, berharap makhluk underworld itu bisa melindungi gadis rapuhnya.

"Pasti." Devian memberikan senyuman terbaiknya, senyuman yang sudah sangat lama tidak ia tunjukkan setelah kematian kedua orang tuanya. Ia berjalan cepat menyusul matenya yang kini masih mengoceh sebal sepanjang lorong, tanpa peduli apakah nanti ada yang mendengarnya atau tidak.

"Benar-benar gadis manis" Alvian memindlink setelah sebelumnya ia begitu menikmati sikap asli matenya yang ternyata bernama Anya itu, nama yang indah.

Devian tidak menggubris ucapan Alvian, hanya senyuman yang mengembang di wajahnya, ia merasa senang keputusannya untuk meninggalkan pack saat ini bisa menghasilkan buah manis dengan melihat sosok asli dari mate dingin yang ia kenal sebelumnya.

Langkahnya terhenti begitu matenya itu ikut berhenti di ambang pintu, Anya membalikkan badan dan menatap matanya dengan tatapan sengit, "Apa yang kau lakukan?"

"Tentu saja tidur di kamarmu, apa lagi?" Devian tersenyum simpul, sedangkan Anya menatapnya horor, berpikir entah permainan apa lagi yang di lakukan pria dihadapannya itu.

"Tidur di luar." Anya langsung menutup pintu tanpa menunggu respon darinya, ia hanya bisa menghela napasnya namun kemudian senyumnya kembali muncul mengingat akan tingkah kekanakan matenya itu.

"Belum jadi istri sudah di suruh tidur di luar, bagaimana kalau nanti sudah jadi istri dan dia cemburu?" Devian berbalik meninggalkan tempatnya.

"Berhenti mengoceh yang tidak jelas dan masuk." Pintu kamar terbuka lebar menampilkan matenya masih dengan wajah kesal. Senyuman lebar mengembang di wajahnya mendapatkan kesempatan untuk berbagi kamar, namun baru satu langkah ia memasuki kamar, suara matenya kembali memerintah, "dan berhenti tersenyum seperti itu, kau membuatku merinding."

Devian tidak menggubris ucapan matenya dan memilih langsung membaringkan tubuhnya di ranjang, entah mengapa ia merasa hari ini adalah hari terbaik sepanjang sejarah hidupnya.

Devian terjengkit kaget begitu sebuah bantal mengenai tubuhnya cukup kuat. Ia menghela tubuhnya duduk, menatap pelakunya dengan tatapan bingung.

"Siapa yang menyuruhmu tidur di sini? Di sana!" Ia mengikuti arah tangan matenya menunjuk, sebuah sofa cukup tua di pojok kamar, dekat dengan jendela. Tidak ingin berbicara yang mungkin saja bisa menambah tingkat kekesalan matenya, ia lebih memilih berjalan ke arah sofa tua itu sambil memeluk bantal yang sebelumnya menjadi senjata untuk memukulnya. Ia langsung merebahkan dirinya karena memang ia sangat lelah setelah seharian mencari matenya tanpa beristirahat, belum lagi luka-luka sisa pertarungan yang membuatnya harus bekerja ekstra untuk memulihkan diri.

Belum lama ia tidur, suara kayu berdecit yang mengganggu dari tempat tidur matenya membuatnya harus terjaga, mengintip dari ekor mata, ia melihat matenya turun dari ranjang, berjalan ke arahnya. Penasaran dengan apa yang akan dilakukan matenya, ia lebih memilih untuk tetap berpura-pura tidur. Tidak ada yang terjadi setelah langkah matenya itu terhenti tepat di dekatnya, sedangkan Alvian sudah sibuk menerka-nerka akan apa yang dilakukan matenya.

Sebuah jari yang ia yakini jari matenya menusuk-nusuk pipi kanannya, ia membuka matanya, menatap mata hitam kelam yang kini tengah memeluk guling, menutupi separuh wajah cantik itu, "Ada apa?" tanyanya dengan suara seraknya.

Mata matenya memperhatikan sekelilingnya was-was, membuatnya mengeryitkan dahinya bingung. Ia langsung mendudukkan dirinya, meneliti sekelilingnya, "Apa terjadi sesuatu?" tanyanya lagi, kembali menatap matenya yang kini mengalihkan pandangannya.

"Tidurlah di kasur," ucap Anya lalu berjalan kembali ke ranjangnya. Sebuah senyuman kembali terbit di wajahnya sedangkan Alvian kini sudah meloncat-locat kegirangan di kepalanya, hingga sebuah ide jahil terbesit di kepalanya.

"Tidur bersamamu?" Devian berjalan mendekati ranjang, hanya berdiri di sisi ranjang yang kosong, "Hm." Anya hanya berdeham tanda mengiyakan.

"Kau yakin?" tanyanya lagi yang sukses membuat Anya bangun dan langsung menatapnya kesal, "Bisakah kau tidur saja?"

Devian langsung menerjangnya, membuat gadis itu terpekik kaget dengan perlakuan yang di terimanya. Devian tersenyum penuh kemenangan, kini ia tengah menindih tubuh matenya, ia langsung menggosok-gosokkan hidungnya di ceruk leher matenya itu, menghirup aromanya dalam.

"A, apa yang kau lakukan bodoh, i-itu geli!" Devian berusaha menahan rontaan matenya itu, ia menghentikan kegiatannya lalu kembali menatap matenya.

"Kau bilang kita tidur bersama, bukankah ini yang namanya tidur bersama?" ucap Devian lalu menggesek-gesekkan tubuhnya dengan tubuh matenya.

Rona merah memenuhi wajah Anya, paham akan maksud 'tidur bersama' menurut Devian. Ia langsung mendorongnya ke samping, lalu memukul wajah tampan itu dengan bantal, "Dasar idiot! Pria mesum sialan!"

Devian menangkap tangannya, menahan serangan yang diarahkan padanya, ia kembali mendorong tubuh matenya berbaring, matanya menatap mata hitam itu intens, tidak ada pergerakan apapun dari matenya selain rona merah di wajahnya. Senyuman tulus muncul di wajahnya, tangan kanannya melepas cekalannya, mengusap pipi matenya lembut, begitu lembut dan penuh kasih.

"Aku mencintaimu, Anya deLlanaquin Moore." Ia mencium bibir tebal matenya dalam dan lembut, tidak ada nafsu, hanya sebuah ciuman yang penuh dengan cinta dan kasih.

o00o

30012018
Re: 06082019

Bonjour ma luv readers! don't forget to click star or comment 😉😉😉

Best regards,

Emma

Mate MissionDonde viven las historias. Descúbrelo ahora