Prologue

1.2K 451 347
                                    

Winter
February 12, 2017

Dia menghela napas panjang.

Seluruh pandangan ia buang pada hamparan air di bawah sana.

Besar.

Luas.

Berwarna biru seperti langit di musim panas.

Seseorang dalam dirinya berbisik, menyuruhnya untuk melompat ke bawah sana, pada hamparan air berwarna biru itu. Dan ia setuju dengan ide tersebut.

Melompat ke sana bukan ide buruk untuk sekedar menghilangkan stres atau menghilangkan nyawa sekalipun. Namun yang ia pertanyakan, akankah semuanya selesai begitu saja hanya dengan melompat ke bawah sana?

Bahkan seseorang dalam dirinya—yang memberi ide tersebut—mengetahui jawabannya dengan pasti. Tidak. Semua tidak akan selesai semudah itu.

Karena itulah ia hanya bergeming di tempat. Menghela napas, mengingatkan diri sendiri bahwa dia harus tetap hidup agar semuanya dapat ia selesaikan. Sambil sesekali memohon dalam hati—entah pada siapa, berharap segera menemukan cara untuk mengakhiri kesengsaraannya.

Menghembuskan napas sekali lagi, ia menggerakkan kakinya yang menjuntai beberapa meter di atas hamparan air laut. Tangannya berpegangan erat pada benda yang ia duduki, menahan diri agar tidak jatuh sekaligus membuang rasa sesak yang selalu mengganggunya tanpa henti.

Dia hanya mengharapkan satu hal. Mengubah takdir. Itu saja.

Dan ia tahu itu tak mungkin, sebab itu ia mulai tertawa miris. Seseorang dalam dirinya kembali berbicara. Kau sudah gila, melompat saja kau, dan matilah.

Sejujurnya dia ingin mati saja. Tapi sudah ia katakan tadi bukan? Semuanya tidak akan selesai jika ia melompat dan mati. Dia hanya bisa terus berharap.

Ya. Dia mengangguk. Tidak ada yang tak mungkin. Dia tak boleh putus harapan.

Kepalanya yang menunduk kini ia angkat, menatap hamparan laut yang bergelombang. Matanya terpejam begitu gelombang itu menciptakan angin yang cukup kuat hingga menimpanya. Rambutnya beterbangan, dan rasa dingin menyambut.

"Hei."

Sedetik setelah angin itu menjauh, ia mendengar suara.

Matanya segera terbuka, dengan cepat ia mengalihkan perhatian pada seseorang yang kini duduk tepat di sampingnya, menatap dirinya dengan tatapan sendu.

Pemuda dengan hoodie hitam itu diam saja saat ia balas dengan tatapan aneh. Lalu kemudian pemuda tersebut mengerjap sekali dan bertanya, "hei, kau mengenaliku?" suaranya terdengar serak, seperti sudah bertahun-tahun tak pernah berbicara.

Jelas saja ia menggeleng menjawab pertanyaan pemuda tersebut. Bagaimana mungkin ia mengenalnya, ini pertama kali dia melihat pemuda aneh itu, yang entah sejak kapan duduk di sampingnya.

Pemuda itu menunduk sedih. Wajahnya tertutupi hoodie yang dipakai.

Sementara ia kembali mengalihkan pandangan pada lautan, mengabaikan kehadiran pemuda tersebut.

"Kau ingin mengembalikan waktu?" pemuda itu berucap setelah satu helaan napas.

Dia masih memandangi lautan, tak menanggapi perkataan pemuda itu sedikit pun. Mungkin pemuda itu sedang dalam keadaan yang sama dengannya. Putus asa. Mungkin itu juga alasan kenapa dia ada di sampingnya saat ini.

Namun asumsinya melesat begitu ia mendengar pemuda tersebut melanjutkan, "aku bisa membantumu mengembalikan waktu."

Apa yang dikatakan pemuda gila ini?

Tatapan kesal serta menyelidik kini ia tujukan pada pemuda tersebut, "maaf, aku sedang tidak bisa menerima candaan," ujarnya sinis.

Dasar gila. Bisa-bisanya orang itu bercanda di saat seperti ini. Membuatnya kesal saja. Apa pemuda itu segila itu, apa dia seputus asa itu sampai menawarkannya hal tak masuk akal seperti mengembalikan waktu? Yang benar saja.

Pemuda itu menatapnya berusaha meyakinkan, "aku serius. Aku tahu kau menginginkannya. Dan aku bisa membantumu, percayalah." Wajah pemuda itu sedikit pun tidak terlihat seperti sedang bercanda.

Itu membuatnya terdiam.

Iya, dia menginginkannya, sangat. Dia ingin waktunya kembali, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apapun. Mengembalikan waktu hanya pikiran bodohnya saja sebenarnya, ia juga tahu tidak akan ada orang yang bisa berbuat hal seperti itu.

Lalu seorang pemuda aneh datang dan berkata kalau dia bisa melakukan itu, bagaimana dia akan percaya? Dia saja tak tahu dari mana asal pemuda tersebut dan memangnya siapa dia hingga berani berkata bahwa dia bisa mengembalikan waktu, malaikat penjaga laut?

Tapi demi apapun, dia tidak melihat gurauan di mata pemuda tersebut, pemuda itu serius dengan ucapannya.

Baiklah, dia jadi penasaran siapa sebenarnya yang sudah gila di sini. Karena tanpa ada hal lucu apapun dia mulai tertawa terbahak-bahak, sampai air matanya keluar. Tak cukup sampai di situ, sedetik kemudian dia berteriak kesakitan, wajahnya memerah seperti sedang dicekik.

Dia memang merasa sangat tercekik. Mengingat ia tidak bisa melakukan apapun rasanya beribu kali lebih menyakitkan.

Menghilangkan semua akal sehatnya ia menatap pemuda itu dengan tatapan penuh harap. Mencoba percaya dengan tawarannya tadi, tidak peduli lagi dengan apapun. Toh inikan yang dia inginkan, mengubah takdir?

"Jika aku percaya padamu, kau sungguh bisa melakukannya?"

Pemuda yang sedari tadi diam saja dan menyaksikan kegilaannya kini tersenyum dan mengangguk sekali. "Tapi sebelum itu kau harus membantuku."

"Apa yang kau inginkan?" tukasnya langsung.

Pemuda tersebut kembali menyunggingkan senyum alih-alih menanggapi. Tersenyum penuh arti sembari menatap lurus pada lautan luas di hadapannya. []

Hopeless Shadow || TXT SoobinWhere stories live. Discover now