10 | ALBERIC

168K 8K 51
                                    

Jangan lupa vote dan coment
Happy Reading

Gue gak peduli orang nilai gue bagaimana. Tapi gue peduli saat lo nilai gue seperti apa.

_Alberic

Senin pagi membuat Eric enggan untuk bangun dari tidurnya, ia sangat malas ber-upacara. Terlebih lagi dengan panasnya matahari yangbmenyorot. Waktu menunjukan 07.33, pastu upacara telah dimulai. Eric pun bangun dan  pergi mandi, tak sampai sepuluh menit ia pun telah siap untuk berangkat sekolah.

Eric pergi menuruni tangga, disana ia melihat kedua orang tuanya saling diam, keduanya hanyut ke dalam kesibukan masing-masing. Tak peduli jika ada Eric disana. Kini andai saja kakaknya masih ada dengannya, pasti keluarga ini akan menjadi keluarga harmonis.

Eric berjalan menghampiri ayahnya. "Yah, Eric pamit sekolah," pamitnya dengan mengulurkan tangan.

"Kamu telat?" tanya ayahnya tanpa menoleh maupun membalas uluran tangan Eric. Eric menarik kembali tangannya. Ia mengangguk walau itu tidak terlihat oleh ayahnya.

Sekarang ia menghampiri Ibunya. "Bu, Eric mau pamit sekolah,"

"Hmm." Hanya itulah jawaban yang didapatkan Eric. Eric keluar dari rumahnya dengan hati yang mencelos melihat perlakuan kedua orang tuanya terhadap dirinya selaku anaknya, oh apa mereka tidak menganggapnya anak? Entahlah.

Eric memacu motornya dengan kecepatan tinggi, tak membutuhkan waktu sepuluh menit ia sudah sampai di depan gerbang.

"Pak Tuki buka gerbangnya!" titah Eric membuat Pak Tuki menurutinya.

Eric melajukan motornya keparkiran, dengan santainya ia berjalan kelapangan tanpa melihat raut wajah marah dari guru. Ia berjalan dengan wajah datar di depan peserta upacara. Membuat sang kepala sekolah geram dengan tingkah lakunya.

"Eric kenapa kau berjalan lewat depan?! Kenapa tidak lewat belakang saja?!" geram Pak Herman-selaku kepala sekolah, atau pamannya Eric.

Eric menatapnya sinis. Ia tidak peduli jika itu pamannya sendiri, jika ada seseorang yang merusak kebahagiaannya maka orang itu akan berurusan dengan Eric si ketua Ragonda. Eric yang kala itu memakai jaket kesayangannya dengan lambang burung elang di dada kirinya membalikan badannya menghada kepala sekolah yang menjadi pembina upacara.

"Pak Herman menyuruh saya? Sekolah orang tua saya ini Pak. Tenang aja bapak gak bertanggung jawab atas kenakalan Eric kok," ucapnya santai.

"Kamu itu anak murid disini Eric!" Pak Herman menatapnya amarah, namun Eric tidak mempedulikannya.

Eric pun mengedarkan pandangannya ke barisan kelas X, XI, XII. Tak senghaja matanya bertemu dengan manik mata Lena, Eric melambaikan tangannya yang dibalas senyuman oleh Lena. Ia berjalan kearah barisan kelas XI, membuat semua berteriak histeris.

Pak Herman sudah geram menghentikan teriakan itu. Ia kembali melanjutkan amanat yang akan disampaikannya.

"Hai Lena," Eric berbaris di samping Lena.

"Hai Eric, kenapa kamu baris dikelas sebelas? Emang kamu kelas sebelas? Bukannya kamu kelas dua belas ya?" cerocos Lena.

"Enggak cuma kangen lo aja," ucapnya dengan santai.

"Ekhemm"

"Hmm ingat jangan bikin iri yang jomblo dong,"

"Ekhemm aduh ketelen biji salak,"

Eric yang melihat kelakuan teman pacarnya ini tersenyum kecil. Ia menarik tangan Lena kebelakan barisan, biasanya jika ada yang pindah kebelakang akan diprotes, jika ini tidak karena Eric yang pindah.

ALBERICWhere stories live. Discover now