2014 : 03

2.1K 159 3
                                    

Read, comment, vote, and add me as friend maybe? Thank you!


---


Gili Trawangan, September 2014, petang hari


Senyum Bram benar-benar membuat Kia terpaku dan kehilangan fokus untuk beberapa detik.

Duh, kalau dia sudah punya istri gimana?

Beberapa detik kemudian Kia bingung kenapa dia harus penasaran dengan marital status Bram. Selama mengenakan mukena, Kia malah sibuk menyakinkan diri bahwa Bram hanya stranger yang menolongnya saat rantai sepedanya lepas.

Kia melirik ke arah saf laki-laki dan sedikit terkejut karena Bram-lah yang akan menjadi imam. Gemuruh di hatinya makin menggema ketika mendengar suara jernih pria itu dalam membaca surah-surah. Ayat demi ayat dengan lantang namun lembut dilantunkannya dan Kia berusaha keras agar dia bisa khusyuk shalat. Dia sampai menghembuskan nafas lega setelah mengucap salam.

Jika makmum lain langsung berdzikir seusai salat, Kia sibuk meredakan degupan jantungnya yang tadi sempat bertalu kencang. Maka doa yang dia panjatkan petang itu adalah agar Tuhan berbaik hati untuk tidak memberikan penyakit jantung kepadanya sekarang ini.

Pelan-pelan Kia berjalan keluar masjid dan melihat Bram sudah berdiri sambil bersedekap, melihat ke depan. Mendengar suara seseorang di belakangnya sedang memakai alas kaki, barulah Bram menoleh.

"Hei, sudah?" tanyanya dengan senyum lebar.

Kia mengangguk dengan canggung. Dia berdiri setelah sandalnya terpasang sempurna. Gugup yang sempat hilang saat memanjatkan doa itu mendadak kembali. Pelan-pelan Kia melangkah mendekati Bram.

"Sudah ngabarin teman-teman kamu kalau kamu langsung ke night market?"

Oh iya. Kia sampai lupa. Segera diteleponnya Sheila dan menyampaikan bahwa dia akan langsung ke tempat tujuan mereka malam itu.

Entah siapa yang memulai, Bram dan Kia bukannya mengayuh sepeda, malah menuntun dan berjalan berdampingan. Untuk menghindari cidomo yang berlalu-lalang, mereka menepi. Bahkan Kia bisa merasakan lengannya terkadang bergesekan dengan lengan Bram. Dalam hati gadis itu berdoa agar pria di sampingnya tidak mendengar debaran di dadanya.

"Rasanya adem," cetus Bram tiba-tiba.

Kia menatapnya​ bingung. "Adem? Anginnya?"

Bram tertawa. Suara tawa yang dalam itu membuat Kia terpana, tapi segera ditepisnya perasaan itu.

"Bukan. Hmmm... nanti kalau saya bilang, kamu bakal mikir kalau yang saya katakan ini gombalan khas om-om, lagi."

Gantian Kia yang tertawa. Tanpa gadis itu sadari, Bram menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

"Emang kenapa, Mas?"

Bram menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Nggak sih... saya cuma merasa adem aja lihat cewek jilbaban di sini. Seharian kemarin saya lihatnya bule perempuan pake bikini terus."

"Lah, bukannya cowok kebanyakan suka sama yang begitu?" tanya Kia di sela tawanya.

Bram menggeleng tegas. "Saya bukan cowok kebanyakan, berarti."

"Oh ya?" Kia mengulum senyum. "Sukanya yang kayak gimana dong?"

"Apa nih, kamu lagi godain saya?"

TraveloveWhere stories live. Discover now